Suara dering ponsel terdengar dari balik bawah bantal. Dhifa yang sedang menangis tersedu karena tidak mau di tinggal kakak nya menikah. Mendapat telpon dari Rey.
"Hallo Dhi, lagi ngapain lo?" ucap Rey yang menelpon Dhifa.
Dhifa yang meraih telpon dan menyelipkan telpon di bawah bantal tempat ia menyembunyikan tangis nya. "Nggak ngapa-ngapain kok." ujar Dhifa dengan suara bindeng nya.
"Hei, are you okay? Come on, lo nggak ada masalah kan sama Kahfi? Ayolah Dhi, cerita. Kenapa?" tanya Rey.
"Kak Dhirga mau Nikah. " tangis Dhifa semakin pecah.
"Loh, kok lo sedih. Jangan sedih dong. " ucap Rey mencoba menenangkan Dhifa. "Lo mau keluar nggak, nenangin pikiran gitu? Gue mau kerumah Eca soalnya, lo ikut aja ya. " ajak Rey.
Dhifa menepikan bantal dari wajah nya. Ia menghapus air mata nya. "Jemput. " ujar Dhifa yang mengelap hidungnya dengan pergelangan baju nya.
"Oke, see you. " ujar Rey yang menutup telponnya.
Dhifa merapikan jilbabnya, ia menghapus bekas air mata nya, dan kembali tersenyum seketika ia memandang di kaca kamar nya.
"Gue baik-baik aja!" ucap Dhifa sembari tersenyum.
Dhifa keluar dengan joger berwarna hitam, baju atasan berwarna coklat muda yang didampingi dengan motif garis putih, ditambah lagi dengan pasmina berwarna coklat muda yang mempercantik tampilan nya.
"Bu, Dhi mau keluar ya. " ucap Dhifa sembari menuruni tangga.
Dewi yang menolej ke arah tangga, bertanya pada sang putri. " Loh, Dhi mau kemana?" Tanya Ibu.
"Dhi, mau kerumah Eca ya sama Rey. " ujar Dhifa yang menyalami Ibu dan Ayahnya.
"Rey nya mana?" tanya Ayah.
"Bentar lagi dateng kok, yah. " jawab Dhifa.
Dhirga memperhatikan mata adik nya yang terlihat agak berbeda. "Ih! Lo tu ya, keluar terus!" ucap Dhirga.
"Biarin, suka-suka gue dong! " kesal Dhifa.
"Eh, kok malah berantem. " lerai ibu ketika dua anak nya mulai berdebat.
Ayah memperhatikan putri nya. Ia lalu bertanya soal hafalan Dhifa. "Gimana hafalannya?" ujar Ayah.
"In syaa Allah. Dhi udah hafal kok, yah. " ucap Dhifa.
"Alhamdulillah, belajar yang rajin ya sayang, belajar ilmu dunia belajar ilmu akhirat. " ucap Ibu.
Dhifa mengangguk lalu menghampiri rak sepatu di dekat pintu. "Iya bu, In syaa Allah Dhi nggak lupa kok. " ujar Dhifa yang mengambil sepatu loafers berwarna coklat muda.
Rey sudah sampai, mereka lalu berpamitan dan segera pergi ke rumah Rebecca.
"Ibu liat nggak sih? Mata Dhi agak bengkak kayak nya. " ujar Dhirga.
Sang ayah menghela nafas. "Keseringan baca novel kali kak. Atau baca wattpad. " ujar Ayah.
"Tapi yah, Dhi sama Dhirga tuh kayak mau ngajak berantem terus. Masa Dhi PMS terus sih!" Keluh Dhirga.
"Perubahan hormon lah kak. " ujar sang ibu.
"Mungkin ya, bu. Dhirga juga nggak ngerti. "
Di sepanjang perjalanan Dhifa tak banyak bicara, ia memilih diam. Rey tau, mungkin sahabatnya ini sedang ada masalah batin. Sesampainya dirumah Eca, Dhifa hanya duduk menonton bersama Kak Mentari.
Eca duduk di samping Rey. Sementara Dhifa di dekat Mentari. Rebecca bertanya pada Rey, raut wajah Dhifa yang murung menandakan ia sedang tidak baik-baik saja. "Dia kenapa?" Bisik Eca.
"Nggak tau, dari tadi diem mulu. " jawab Rey berbisik pula.
Mentari mengajak Dhifa mengobrol. Mentari yang juga sudah mendapatkan undangan, bertanya perihal calon Dhirga. Mentari yang berbeda 2 tahun lebih tua dari Dhirga, mengenal Dhirga cukup lama namun ia tidak mengenali calon Dhirga.
"Iya, aku juga nggak tau kak. Tiba-tiba dia lamaran. Orang tadi siang aja ketemu sama mantan nya di butik. "
"Hah? Siapa? Ica ya?" Tanya Mentari penasaran.
Dhifa mengangguk. Mentari juga menjelaskan, Rica memang berhubungan cukup lama dengan Dhirga. Namun karena perihal pakaian Rica di luar yang terlalu terbuka, dan Dhirga tidak bisa merubah nya. Ia malah mengakhiri hubungan nya dengan Rica.
"Ya, yang aku liat sih tadi aja pake baju yang kayak kemben itu loh kak. Wajar sih kak Dhirga lebih milih kak Tisya. Ya seenggaknya lebih tertutup lah. "
Ada pesan masuk dari Kahfi.
Kahfi :
Kamu dimana?
Aku di rumah Eca
Udah mau pulang? Atau belum?
Mau pulang, tapi Rey lagi sama Eca
Aku jemput ya. Aku lagi di sekitaran rumah Eca.
Iya
Kahfi baru saja mengembalikan buku milik teman sekelas nya yang ia pinjam. Sepulang dari rumah teman, ia menjemput Dhifa dirumah Eca.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam. "
Rebecca membukakan pintu, dan menyuruh Kahfi untuk masuk. Namun Kahfi menolak.
"Masuk Kahf. " ajak Eca.
"Nggak usah Ca, gue tunggu disini aja. Gue mau jemput Dhifa. " jawab Kahfi.
"Oh yaudah bentar yah. " Rebecca bergegas menghampiri Dhifa. "Lo mau pulang? Kenapa nggak bilang, cepet banget sih pulang nya. " khawatir Rebecca.
"Gue ada janji sama Kahfi. Maklum lah, malem mingguan. " ucap Dhifa mengalihkan fakta bahwa diri nya sedang tidak mood.
Rey jadi merasa bersalah sudah mengajak Dhifa pergi, padahal ia sudah ada janji dengan Kahfi. "Ya ampun, Dhi? Kenapa lo nggak bilang? Gue jadi nggak enak sama Kahfi. " ujar Rey.
"Gue yang lupa bilang sama lo." ucap Dhifa sembari tersenyum.
Dhifa naik ke motor, lalu mereka pulang. Dengan tas punggung yang Kahfi pakai, mereka rasa itu cukup untuk menjaga jarak di motor.
"Kamu kenapa?" tanya Kahfi dengan suara yang agak besar karena jalanan saat itu ramai.
Dhifa termangu. Angin malam membuat ia makin larut dalam kesedihan.
"Dhi?" panggil Kahfi.
"Aa, apa Kahf?" ucap Dhifa.
"Mau beli es krim?"
"Mau pulang aja. " ucap Dhifa.
Begitu Kahfi sudah mengantar Dhifa. sesampainya dirumah ia mengirimkan pesan pada Dhifa melalui Whatsapp nya.
Kahfi :
Cahayaku redup, entah mengapa?
Namun aku tak menyukainya.
Bukan benci, namun ini menandakan ada sesuatu yang terjadi.
Cahayaku redup tak bersinar, bahkan tak ada secercah cahaya. Semoga esok ada hari bahagia untuk cahaya.
Selamat Tidur Dhifa.
Dhifa tersenyum, tersipu dan sejenak sedih hilang. Sementara waktu ia berhasil melupakan pernikahan kakaknya yang sudah didepan mata, karena Kahfi adalah lentera dalam Do'a baginya.