Chereads / Bintang Angkasa / Chapter 4 - Chapter 04

Chapter 4 - Chapter 04

Bintang memutar gelas berisikan minuman yang membakar tenggorokannya. Masalah Kesyan dan Amelia menganggu pikirannya.

Paman dan sang Bunda kedua orang yang sangat disayangi Bintang. Mereka selalu ada ketika Bintang membutuhkan. Tidak seperti kedua orangtuanya yang selalu sibuk mengejar karir. Ketika pulang ke rumah hanya untuk bertengkar.

Bintang menarik nafas berat, kenapa tuhan menyatukan dua orang yang selalu ingin berpisah tetapi tidak menyatukan mereka yang ingin bersama. Mama Papanya bisa hidup bersama bahkan dia hadir ke dunia ini. "Apa sulit untuk kalian berdamai?"

"Tumben lo sendiri Tang, yang lain enggak ikut?" Bukan menjawab Bintang memilih pergi dari Bar itu.

Saat ini hatinya mendadak rindu akan rumah. Dia ingin pulang dan melihat orangtuanya. Setiap saat Bintang berharap ketika dia tiba di rumah Papah dan Mamahnya akan memeluk dia dengan hangat. Mereka akan memulai sebuah hubungan yang baru dengan penuh cinta.

Jika mimpi yang dia harapkan akan terwujud mungkin malam ini dia harus membiarkan Senja tidur sendirian. Memikirkan Senja dia sedikit khawatir jika gadis itu akan ketakutan. Namun, dia ingin berjumpa orangtuanya. Sudahlah dia akan memikirkan nanti ketika tiba di rumah.

***

Dengan senyum mengembang Bintang mendorong pintu rumahnya. Seketika harapan yang terlalu tinggi itu kembali terjatuh. Masih sama, di rumah mereka hanya ada pertengkaran. Bintang tersenyum miris, kehidupannya masih sama.

"Aku sudah memperingatkan kamu dari awal jangan ikut campur proyek itu." Suara Papah terdengar geram.

"Apa salahku? Aku juga mengingatkan proyek itu." Mamahnya berkata dengan nada sombong. "Kamu memang enggak lebih baik dari aku."

"Shinta kamu jangan melewati batas!." Teriak pria yang Bintang panggil Papah.

"Apa kamu marah karena wanita kesayangan kamu itu tidak mendapatkannya? Aku tahu jika hanya kamu yang menangani proyek ini kamu akan mengalah darinya." Suara Shinta terdengar sangat arogan.

"Wah apa saat ini sang nyonya besar sedang cemburu?" Bintang memperhatikan pertengkaran itu dia masih berharap jika pertengkaran ini akan berakhir romantis.

"Cih cemburu dengan wanita murahan itu? Tidak pernah terpikirkan oleh ku."

"Murahan? Lalu bagaimana denganmu? Kamu sendiri liburan romantis dengan Ronald dengan alasan kerja. Haha lucu sekali. Kau lebih murahan darinya." Bintang sangat marah dan kecewa dengan sikap orangtuanya.

prang...

Dengan sengaja Bintang memecahkan guci keramik kesayangan Mamahnya. Mereka berdua sontak terkejut dan menatap Bintang yang memandang keduanya dengan tatapan tajam. Garis wajah Bintang terpahat tegas. Mendadak suasana menjadi hening dan dingin. Bintang lebih menakutkan ketika dia marah.

prang...

Kembali Bintang mendorong guci keramik koleksi Sang Mamah. "Apa yang kamu lakukan Bintang?"

Bintang tidak menjawab, dia memutar kepalanya menghadap foto keluarga yang terpajang sangat besar di sana. Mereka bertiga tersenyum bahagia di depan kamera. Itu foto ketika hari kelulusan Bintang. Itu kebahagiaan yang semu. Dengan langkah lebar Bintang mengayun langkahnya ke sana.

Prang...

Tanpa berkata apapun Bintang menarik dan melempar foto itu. Bintang kembali mengincar foto lainnya. Dia ingin menghancurkan semua kebahagiaan yang tidak pernah ada itu.

"Bintang berhenti! Apa kamu gila." Hendro menyentak Bintang. Shinta hanya diam menonton apa yang sedang terjadi.

"Kenapa? Aku hanya ingin menghapus semua kenangan yang tidak pernah ada ini." Bintang berkata tenang tapi suaranya terdengar terluka.

"Bintang kamu...." Hendro geram, dia kehabisan kata-kata dengan kelakuan Bintang.

"Besok pagi kenapa kalian enggak ke pengadilan dan mengurus surat perceraian kalian."

Plak...

"Berani kamu menyuruh Papa mu bercerai?" Hendro terlihat sangat marah dengan apa yang dia dengar dan itu keluar dari mulut anaknya sendiri.

"Apa yang kamu lakukan? Bintang tidak mengerti dengan apa yang dia katakan." Shinta menghampiri mereka dan ingin memeluk Bintang, tetapi dengan sigap Bintang langsung memundurkan langkahnya.

"Saya bukan anak kecil yang tidak tahu apa-apa." Shinta menatap sendu putranya, dia sudah terlalu keras pada Bintang hingga sosok Bintang menjadi berhati dingin seperti itu.

Bintang menyesali keputusannya kembali ke rumah. Di sini kehadirannya tidak dinginkan. Dia bukan bagian dari keluarga ini. Dia hadir adalah kesalahan. Apa dia harus mati sehingga mereka akan senang. Tidak, Bintang memiliki Senja. Dia ingin menjaga Senja. Kehadiran Senja membuat dia ingin menjadi orang yang bisa melindungi Senja.

Senja gadis asing yang tidak sengaja bertemu dengannya. Bintang tidak ingin Senja merasakan apa yang dia rasakan. Bintang menatap kecewa kasih yang dia rindukan selama ini tidak pernah bisa diraihnya. Hanya kesakitan yang mereka tinggalkan dalam pikiran Bintang. Tidak ada kenangan indah yang dapat bintang simpan dalam memori otaknya.

Luka dan luka yang selalu diberikan oleh orang tuanya. Dia tidak mengerti apa salahnya. Kenapa dia harus terimbas dari pernikahan orang tuanya, apa Bintang memohon untuk dilahirkan dalam keluarga ini? Dia tidak peduli dengan harta. Dia hanya ingin merasakan kasih sayang dari sebuah keluarga.

"Bintang." Shinta meraih tangan Bintang.

"Jangan menyentuh tangan saya, apa anda tidak takut kesialan saya akan menular pada anda?" Suara Bintang terdengar sangat dingin.

"Anak sialan jaga kata-katamu! Bagaimanapun dia adalah Ibumu."

" Ibu? Apa pantas aku manggilnya Ibu? Ketika dia tidak pernah ada untukku? Apa pantas Aku memanggilmu Ayah? Saat kau juga tidak pernah ada untukku? Aku harap kalian bahagia. Bercerai lah kalian dan hidup bahagia dengan pasangan yang kalian inginkan. Aku akan menunggu Ibu dan Ayah baru." Wajah Bintang sangat datar sekarang.

"Anak kurang ajar, apakah kau menyumpahi orang tuamu untuk berpisah?".

"Aku hanya ingin kalian bahagia dengan pasangan yang kalian cinta. Bukan saling hina seperti ini. Aku sudah muak dengan semua ini."

"Dasar anak kurang ajar, keluar kau dari rumah ini!"

"Dengan senang hati tuan Hendro."

"Bintang jangan dengarkan dia! Rumah ini adalah milikmu." Shinta kembali menarik tangan Bintang.

"Saya tidak sebaik itu untuk mendengar kata-kata orang lain. Harga diriku lebih penting dari sebuah hubungan yang pura-pura ini." Bintang pergi dengan senyum di wajahnya tapi dengan sakit di hatinya.

Mereka terlalu egois, tidak ingin berdamai atau berpisah. "Lihat, karena kamu sibuk menjadi wanita karir. Anak kamu jadi kurang ajar seperti itu."

"Anakku? Cih dia itu anakmu. Jangan menyalahkanku, apa kamu ada untuk dia?" Bintang hanya tersenyum mendengar perdebatan itu, dia berjalan keluar dari rumah . Di depan pintu dia melihat pengasuhnya yang setia memberikaneri dia kasih sayang yang tidak pernah dirasakan pada orang tuanya.

"Tuan muda, apa anda benar-benar akan meninggalkan rumah ini?" terlihat jelas jika wanita yang selama ini merawatnya tengah menahan tangisnya.

"Kita lihat nanti ya Bik. Jangan khawatir." Itu senyuman yang paling manis, ketika hati tengah tersakiti.

"Tuan muda." Bintang melangkah kearah motornya dan meninggalkan rumah mewah yang penuh dengan kepura-puraan. Kebahagiaan itu tak pernah dia rasakan. Dia tidak tahu kesalahan apa yang telah dia lakukan.

Kebahagiaan yang dia rasakan selama menjadi anak dari orangtuanya hanya ketika dia memejamkan mata. Bintang ingat tangan lembut wanita yang dia panggil Ibu pernah menyentuh kepalanya. Dan seiring waktu kelembutan itu juga menghilang. Semuanya pergi darinya.

Dengan perasaan sesak di dadanya Bintang kembali keapartemen. Dia hanya ingin bertemu Senja saat ini. Sadar atau tidak Senja bisa membuat hatinya lebih tenang.

"Mas Bintang." Langkah Bintang yang akan masuk ke apartemen terhenti. Dia menatap satpam yang menghampirinya.

"Kenapa Pak?"

"Ahmm anu, mas Bintang saat ini tinggal dengan seorang perempuan?" Bintang sadar cepat atau lambat pertanyaan ini akan dia dengar. Tidak ada status yang sah antara mereka berdua.

"Iya Pak. Apa ada masalah?" Bintang berusaha tenang.

"Tentu saja, kita tinggal di Indonesia Mas. Dan lingkungan ini sangat tidak terbiasa dengan tinggal bersama seperti itu. Apa dia saudara Mas Bintang? Sebaiknya Mas Bintang harus memberitahu pada yang lain. Dan gadis itu harus bergabung dengan ibu-ibu di sini." Jelas satpam itu.

"Iya Pak saya mengerti, biarkan saya masuk sebentar." Bintang ingin melangkah menuju apartemennya tetapi di balik tembok itu dia melihat Senja. Senja mendengar semuanya dan ini bukan hal yang baik.

Melihat Bintang yang sudah pamit pada satpam, Senja buru-buru meninggalkan tempat ini. Dia masuk ke dalam apartemen dan pura-pura tidak tahu. Jika saja Bintang tidak melihatnya maka Bintang tidak akan mengetahui jika senja mendengar semua pembicaraan mereka tadi.

"Kenapa jam segini belum tidur?" Bintang duduk di sofa depan televisi, dimana senja yang sedang melamun di sana.

"Senja hanya merasa tidak mengantuk." Senja tidak berani menatap Bintang.

"Apa lo ingin mengatakan sesuatu?"

"Hmm Senja hmm. Senja ingin pergi dari sini. Ini sudah lama sekali Senja berada di sini. Terimakasih Kak Bintang sudah menolong Senja. Tapi sekarang Senja sudah mendapatkan tempat tinggal." Senja sama sekali tidak menatap Bintang.

"Di mana lo akan tinggal?"

"Hmm kontrakan."

"Sudahlah lo tidak perlu meninggalkan apartemen." Bintang menghempas tubuhnya ke atas sofa.

"Tapi ini tempat Kakak. Aku tidak bisa terlalu lama di sini. Itu tidak akan baik." Lirih Senja.

"Pergilah tidur! kita akan membicarakan ini besok. Selamat malam gue pergi dulu." Pamit Bintang dan dia siap untuk meninggalkan apartemen.

"Tidak Kakak tidak perlu pergi, ini tempat Kakak. Senja yang akan pergi." cegah Senja.

"Senja lo Taukan gue enggak suka di bantah. Gue bilang tinggal lo harus tinggal. Gue bukan orang miskin." Bintang langsung berlalu pergi dari sana. Senja diam, air mata menetes begitu saja.

"Senja tidak ingin jadi beban hiks...hiks..." Senja menatap pintu apartemen yang sudah tertutup rapat.

***

Kesyan menatap melas Bintang yang sedang menyengir. Saat ini pemuda itu tengah bertamu di rumah Kesyan. Bintang memang bukan orang pengertian. Hati Kesyan masih berdarah karena sang pujaan hati menolaknya. Dia butuh waktu sendiri.

"Sekarang kenapa? Apa pintu apartemen mu tidak bisa di buka?"

Bintang tidak menjawab, diam dan wajahnya terlihat sendu. Kesyan mulai khawatir dengan keponakannya yang kebandelannya tidak pernah bisa dia tebak. Bintang sangat suka melakukan hal yang merugikan. Sudah lama Kesyan selalu menutupi kenakalan Bintang dari orangtuanya.

"Bintang Angkasa. Apa yang kamu lakukan?" geram Kesyan dengan tingkah Bintang.

"Aku tidak dalam keadaan yang baik saat ini." sendu Bintang dan langsung masuk tanpa dipersilahkan oleh tuan rumah.

"Apa kau tauran? Ada yang terbunuh? Kau lari dari polisi? Kau buronan? Apa ini balapan liar? Bintang Angkasa jawab!" Desak Kesyan tidak sabaran. "Kenapa kau diam? Cepat jawab! Kalau tidak aku tidak bisa membantu mu."

"Apa Paman bisa memberikan aku waktu lima menit untuk berbicara?" Bintang menatap tajam Kesyan yang tengah menahan kekesalannya.

"Kau tidak pernah membiarkan aku menyendiri sebentar." frustasi Keysan

"Bukankah aku keponakan yang baik Paman? Aku tidak ingin paman bunuh diri." santai Bintang.

"Aku tidak sebodoh itu."

Kesyan menatap Bintang, dia menuntut penjelasan dari Bintang. Kesyan ingin tahu masalah apa yang sudah dia buat keponakannya kali ini. Bintang terlihat lebih khawatir saat ini.

"Jadi apa?" Bintang kembali diam. Dia tidak tahu harus memulai dari mana. "Bintang Angkasa!"

"Ada seorang gadis yang sekarang tinggal di apartemen ku." Bintang berujar dalam sekali tarik napas.

"Apa? Bukankah aku sudah pernah bilang aku tidak akan menyelesaikan masalahmu jika itu menyangkut dengan perempuan." Tegas Kesyan. "Apa kau telah menghamilinya?"

"Lebih buruk dari itu." Sendu Bintang.

"Kau menyuruh dia mengugurkan anak kalian? Apa saat ini dia tengah sekarat. Bintang kau gila?" Amarah tercetak jelas di wajah Kesyan.

"Pamaaan....." rengek Bintang kesal.

"Kau membunuh anak yang belum lahir. Itu bukan salah dia. Tapi kesalahan kalian, seharusnya kau bisa menjaga hasrat mu." Omelan Kesyan membuat Bintang frustasi.

Bintang menarik nafas panjang dia membiarkan Kesyan mengeluarkan semua kata-kata kotor memakinya. Bintang mendengar dengan seksama. Sudah jam tiga pagi seharusnya dia menyelesaikan masalah dengan cepat kini harus bersabar dengan sikap sang Paman. Terus saja menyuruh Bintang menjelaskan, tapi ketika akan membuka mulut makian itu kembali terdengar.

"Kenapa diam? menyesal? Seharusnya sebelum kamu lakuin hal itu kamu pikir baik-baik. Sekarang bagaimana dengan keadaan dia? Apa yang ingin kamu lakukan?" Bintang menatap Kesyan dia menunggu apa Pamannya ini sudah siap untuk mendengar penjelasannya. "Kenapa diam?"

"Apa sekarang waktu aku untuk menjelaskan apa yang terjadi?" Bintang kembali melemparkan pertanyaan pada Kesyan

"Bintang Angkasa." geram Kesyan.

"Paman aku tidak mengerti dengan apa yang aku rasakan. Aku hanya ingin menjaga dia, aku hanya ingin dia selalu berada disisi ku. Paman aku tidak ingin dia menangis, aku tidak ingin dia pergi dari apartemen itu, aku ingin kita tinggal bersama." Kesyan tertegun, sudah lama hidup dengan Bintang. Menyelesaikan semua masalah yang dibuat Bintang tapi baru kali ini dia melihat Bintang putus asa.

Permasalahan dengan orangtuanya saja tidak membuat Bintang terlihat putus asa. Hanya kekecewaan yang sering terlukis di wajah itu. Namun, kali ini Kesyan bisa melihat hal yang berbeda dari Bintang. Dia terlihat ketakutan dan putus asa.

"Bintang apa gadis itu sangat penting?" kini Kesyan menatap serius Bintang.

"Aku enggak tahu Paman. Aku hanya ingin dia bahagia." Bintang sang pembuat onar terlihat sangat berbeda.

"Dia sangat marah karena kau menyuruh dia mengugurkan anak kalian?dan sekarang dia tidak memaafkan mu?" Suasana sedih dan serius itu mendadak menjadi suram. Tatapan Bintang sangat tajam.

"Paman bukankah lebih baik mendengarkan ceritaku secara keseluruhan lalu mengambil kesimpulan? Kau terlalu cepat mengambil kesimpulan, apa yang terjadi saat ini tidak semudah yang kau bayangkan." Bintang benar-benar kesal sekarang.

"Apakah itu cinta yang tak direstui?"

"Paman bisakah kau mendengarkan seluruhnya? Ini bukan tentang kisah cinta yang tidak direstui, bukan karena menghamili bukan membawa dia kabur denganku. Aku hanya ingin melindungi. Aku tidak ingin dia merasakan apa yang aku rasakan. Dia juga dikucilkan dikeluarganya. Paman aku mohon mengertilah." Lirih Bintang diakhir perkataannya.

Kesyan memperhatikan Bintang, ini bukan Bintang yang dia kenal. Dia suka Bintang yang ini. Bintang yang terlihat lembut. Akhirnya Bintang memiliki seseorang yang ingin dia lindungi. Tentu saja dengan senang hati Kesyan akan mendukung keponakannya ini.

"Paman punya cara. Setelah mendengar keseluruhan cerita kamu. Paman mengerti sekarang." Keysan tersenyum lembut.

"Apa caranya?"Bintang menatap curiga pada Keysan.

"Kamu hanya perlu bawa gadis itu besok!"

"Aku harap ide paman ini tidak akan menyakiti Senja." ragu Bintang.

"Tenang saja. Paman mu ini tidak pernah mengecewakan." Kesyan tersenyum misterius membuat Bintang sedikit waspada.

***