Chereads / Bintang Angkasa / Chapter 8 - Chapter 08

Chapter 8 - Chapter 08

Pagi baru untuk pengantin baru.Bintang yang sangat malas bangun pagi, terlihat sudah siap dengan sarapan pagi alakadarnya. Alasan Bintang bangun pagi karena tidak ingin Senja menghancurkan dapurnya. Dan tidak ingin gadis itu terluka.

"Wah mewah sekali." Heboh Senja dan langsung duduk untuk menghabiskan sarapan buatan Bintang. "Kalau kayak gini selalu Senja bisa gendut."

"Ya baguslah. Biar berisi jadi enak di sentuh ada rasanya." Santai Bintang yang baru selsai membuatkan kopi.untuk.Senja.

"Emang kalau gendut ada rasa apa kak Bintang?" Senja menatap polos pemuda yang berstatus suaminya itu.

"Ada rasa kenyal...udah jangan banyak tanya habiskan sarapan cepat! nanti telat ke sekolah." Senja menurut saja apa yang dikatakan Bintang. sedangkan pemuda itu tengah menyumpahi dirinya sendiri karena hampir menodai otak polos Senja.

Mereka sarapan dengan kesunyian. Bintang yang melihat Senja lahap dengan sarapannya merasa bahagia. Dia berjanji akan memberikan yang terbaik untuk Senja. Apapun akan dia lakukan untuk kebahagiaan Senja. Senja Permata sangat berarti untungnya. Senja selalu bisa membuat dia tenang.

"Udah selesai,ayo Kak antar Senja." Ajak Senja tanpa terlihat sungkan lagi pada Bintang.

"Kotak bekal jangan lupa.!" ingatkan Bintang layak bapak pada anaknya.

"Siap Tuan suami." Bintang tersenyum tipis mendengar panggilan Senja. itu lucu juga menurutnya.

***

Bintang tidak fokus pada mata kuliah saat ini. Dia terlalu mengantuk mendengar penjelasan sang dosen yang membosankan. Lagian jurusan ekonomi bukan kemauannya. Dia ingin kuliah di jurusan arsitek. Eh, malah terlempar di sini. Sungguh membosankan.

tuk....

tuk...

"Bintang Angkasa." Mendengar namanya dipanggil, Bintang berusaha membuka matanya yang terasa berat,

"Pak Budi. Kenapa Pak?" dengan muka tampannya Bintang menatap Pak Budi tanpa bersalah.

"Nyenyak tidur di kelas saya?" Pak Budi terlihat marah dengan kelakuan Bintang.

"Iya Pak. habisnya suara Bapak kayak nyanyian pengantar tidur." Bintang menyenggir lebar tanpa dosa.

"Bintang Angkasa, keluar dari kelas saya!" Pak Budi mengamuk pada mahasiswanya itu.

"Kapan bapak beli kelas ini? emang bukan kelas kampus lagi Pak?" Bintang menatap polos Pak Budi.

"Keluar sekarang!"

"Iya Pak. Enggak usah marah juga." Santai Bintang sambil mengambil tasnya. "Oh ya Pak uang kuliah saya jangan lupa dipotong, kan saya enggak boleh masuk kelas Bapak."

"Bintang Angkasa!!" Geram Pak Budi.

"Aw...aw...sakit Pak jangan main fisik dong." Pak Budi menjewer kuping pemuda Badung itu. "Keluar sekarang! dan ingat kamu harus mengumpulkan tugas makalah tentang mata kuliah saya."

Bintang tidak membatah lagi. Dia meninggalkan kelas dengan bahagia. Hari ini kelas pak Budi adalah kelas terakhir. Senja yang ada kegiatan disekolah juga akan pulang terlambat. memikirkan cara menghabiskan waktu yang membosankan ini Bintang memutuskan untuk ke markas dulu.

Menghidupkan motornya Bintang meninggalkan kampus. Masalah tugas yang diberikan oleh Pak Budi belum Bintang pikirkan akan dia kerjakan atau tidak. Jika dipikir-pikir dia tidak lulus mata kuliah Pak Budi juga menyaksikan. Orang tuanya akan tahu seberapa tidak relanya Bintang kuliah jurusan ekonomi.

Setelah tiba di markas dekat sekolah di sana sudah ada teman-teman gengnya. Namun, banyak yang pakai celana abu-abu dari pada pakaian bebas seperti dirinya.

"Dari kampus Bang?" Ernes melirik tas ransel milik Bintang. Bintang hanya menganggukan kepalanya merespon pertanyaan Ernes.

"Ngapain lo Sat?" Bintang duduk di samping Satria yang sibuk dengan laptopnya.

"Lagi cari materi ni." jawab Satria singkat tanpa menoleh pada Bintang.

"Tumben? enggak kerusakan lo kan? yok gue bawa ketempat rukiah." Bintang menarik tangan Satria.

"Anjing... lepas! gue satu kelompok sama bebeb gue. terpaksa gue ni." jelas Satria yang mendadak rajin itu. "Udah lo diam aja!" Satria kembali mengalihkan tatapannya ke layar laptop miliknya.

"Bang Jali gue seperti biasa ya!" teriak Bintang memesan makanan, perutnya sudah sangat keroncongan.

"Mie goreng atau batagor bos?"

"Mie goreng." Bintang mengambil kacang yang ada di atas meja dan mulai mengemil kacang.

Suasana di warung dekat sekolah sangat berisik dengan keberadaan geng Cobra. Emang sejak debutnya Warung Bang Jali jadi markas mereka. Setiap Geng Cobra kumpul dagangan Bang Jali laku keras. Kebanyakan anggota geng Cobra memang dari sekolah Pelita Angkasa. Namun, ada juga beberapa dari sekolah lain.

Geng Cobra sendiri sudah ada semenjak Bintang, Satria, Angga dan Fajar kecil. Ya, mereka empat sekawan yang selalu bersama. Geng Cobra terbentuk ketika mereka pergi ke kebun binatang dan tersesat bersama. Saat melihat Cobra yang sedang memangsa tikus bukanya takut mereka malah kesenangan. Bintang yang otaknya sudah gak waras sejak lahir mengatakan jika dia ingin jadi Cobra karena bisa makan tikus. Dia sangat takut pada musuh Tom itu. Dan dengan gemasnya Satria, Angga dan Fajar juga ingin jadi Cobra supaya bisa melindungi Bintang. jika ingat hal itu Bintang jadi senyum-senyum sendiri.

"Woi...Bos udah di sini aja lu?" Angga datang dengan kehebohan nya. "Bos nanti malam ada balapan lu turun gak?"

"Taruhannya apa?" Bintang mengambil teh manis yang baru selesai dibuat Bang Jali.

"Motor masing-masing sih." Nyengir Angga.

"Bukannya ada uang juga ya?" Fajar yang baru datang juga ikut bergabung.

"Iya, gue dengar 15 juta." Bagas yang mendengar pembahasan mereka ikut bergabung.

"Motor gue mahal nyet." Respon Bintang. kalau dia kalah rugi besar dia.

"Bang Mie gorengnya dua ya." Bintang mengenal suara lembut itu. dia menoleh ke belakang. Di sana sudah ada Senja dengan temannya yang enggak dikenal Bintang.

"Sejak kapan Bintang Angkasa bisa kalah?" Senja yang sadar dengan keberadaan Bintang melihat kearah Bintang dan teman-temannya.

Senja tidak suka mendengar pembahasan mereka tentang balapan. Semenjak dia tinggal dengan Bintang, Senja benar-benar tidak suka itu. Dia takut kehilangan Bintang. Apalagi sekarang dia sudah jadi istri Bintang mana mau dia jadi janda muda.

"Sebenarnya makanan di sini enak. Tapi kalau ada geng Cobra malas gue ke sini. mereka suka pegang-pegang sembarangan." Bisik teman Senja yang sedang makan dengannya.

"Kalau gitu kita bungkus aja.gimana?" usul Senja.

"Udahlah kita makan di sini aja. Udah datang juga pesanan nya." Dia menatap mie goreng yang sudah jadi.

"Eh neng cantik. Berdua aja?" Baru juga mereka bahas gangguan langsung datang.

"Geru sini lu!" Bintang yang melihat Senja tidak nyaman langsung memanggil temannya itu. Mana rela dia berliannya kenapa-kenapa.

"Ganggu aja lu bos. Baru juga mau gue polosin." gerutu Geru tidak terima.

"Najis benar kelakuan lu Ger." Angga menatap jijik temannya itu.

"Ada apa bos?" Geru duduk di depan Bintang.

"Lo yang ikut balapan." putus Bintang tanpa menayangkan tanggapan Geru.

"Gue? gila aja. Motor gue satu-satunya tu." Protes Geru yang tidak terima motornya akan jadi taruhan.

"Elah kalau kalah gue ganti motor lo." Bintang kembali menyuapi Mie goreng ke dalam mulutnya.

"Kalau gini gue ikut." Geru puas mendengar jawaban Bintang.

"Berapa geng ikut?" tanya Bintang yang masih sibuk dengan makannya.

"15 geng kalau enggak salah." Jawab Bagas yang berdiri di samping Angga.

"Ya kali kalau menang dapat 14 motor. Informasi benar gak?" Bintang mulai ragu dengan informasi balapan itu.

"Yaaah akhirnya hukuman gue selesai." Suara nyaring Satria yang baru selesai membuat tugasnya mengalihkan Pandangan mereka.

Satria mematikan laptopnya, dia sudah dari tadi curi dengar dengan pembahasan teman-temannya. "Informasi tentang balapan itu salah."

"Yang benar?" Angga penasaran.

"Geng Black Race mengadakan balapan nanti malam hadiahnya itu motor sama uang 15 juta. Uang mereka dapat dari uang pendaftaran. masing-masing peserta 1 juta." jelas Satria yang mendapatkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya. "Kalau masalah motor gue gak tau dari mana." Tambahnya cepat melihat rahang Fajar yang mulai gerak.

"satu orang 1 juta, berarti yang ikut cuma 15 orang?"

"Ya. satu geng satu perwakilan dan pendaftaran udah penuh." Satria terlihat tengah merenggangkan otot-ototnya.

"Udah terlambat dong Bang?" Rian berujar kecewa.

"Gue udah daftar semalam.Tenang aja." Bangga Satria karena dia cepat bertindak.

"Wah lo ikut? berani lo Jing?" Fajar ragu pada keahlian sang teman.

Satria tersenyum misterius. "Bukan gue... tapi Bos dong."

"Apaan lo? gue gak tau." protes Bintang dia melirik Senja sejenak.melihat respon gadis itu.

"Kenapa? bos kehormatan geng dipertaruhkan ni." Bintang diam tidak merespon tak apa yang ada dipikiran pemuda itu.

"Bos."

"Oke." kembali Bintang melirik Senja yang sudah selesai makan dan tengah membayar. "Gue yakin kita akan menang." Puas Satria karena berhasil membujuk Bintang.

***

Senja masih memikirkan Bintang yang akan melakukan balapan. Dia terlihat menghela napas beberapa kali.Dan itu tidak luput dari teman-temannya.

"Kenapa Senja?" Alando mendekati Senja yang duduk di bawah panggung.

"Eh, Alando. Enggak apa-apa kok cuma lelah aja." Jawab Senja dan Alando memutuskan untuk duduk di samping Senja.

"Kalau mau buat acara pentas ya kayak gini. Menguras waktu dan tenaga." Alando tersenyum manis membuat Senja ikut tersenyum bersama. Di sisi lain ada Anaya yang melihat bahagia kedekatan Senja dan Alando.

Tring...

Suara pesan dari ponsel Senja membuat obrolan mereka terputus. Senja tersenyum ketika melihat jika dia mendapatkan pesan dari Bintang. Tanpa mengatakan apapun Senja pergi meninggalkan Alando yang penasaran ke mana Senja pergi.

"Do lo sini dulu!" panggilan itu membuat Alando tidak jadi menyusul Senja.

Di lain sisi Senja baru saja melihat Bintang yang duduk di atas motornya. Pemuda tampan itu tersenyum lembut pada Senja.

"Kak Bintang." Sapanya riang dan Bintang sangat menyukai itu.

"Hati-hati jangan lari sembarangan." Ingatkan Bintang tidak ingin Senja terjatuh.

"Senja bukan anak kecil lagi." Senja berdiri di depan Bintang. "Ada apa kak Bintang cari Senja?"

"Lo masih lama di sekolah?" Bintang turun dari motornya.

"Enggak tahu. kenapa Kak?" rahang Bintang bergerak ingin menjawab tapi panggilan telpon dari Keysan membuatnya berhenti. "Bentar."

"Iya."

"Kenapa paman?ah apa? oke aku ke sana." Hanya suara Bintang saja yang didengar Senja.

Bintang memutuskan sambungan dan menatap Senja. "Ada apa?"

"Paman Kesyan ingin ketemu bentar. Lo tunggu gue jemput ya! Enggak akan lama." Bintang mengelus lembut rambut Senja.

"Siap Bos." Senja memberi hormat pada Bintang ala tentara itu.

"Dasar anak kecil." Bintang mengacak-acak rambut Senja membuat gadis itu menyenggir. "Yasudah masuk sana!"

Senja langsung berlari meninggalkan Bintang. Bintang menggelengkan kepala melihat tingkah Senja. setelah Senja hilang dari pandangannya Bintang pun pergi dari sana.

Angin malam mulai menyapa Bintang. Angin malam ini benar-benar dingin mungkin sebentar lagi akan hujan. Ah, dia harus segera menemui Keysan lalu segera menjemput Senja. Mengingat Senja lagi-lagi Bintang tersenyum.

Setelah menempuh jarak yang tidak begitu jauh dia tiba di restoran milik Kesyan. Bintang turun dari motor membuka helm dan masuk ke dalam restoran. Namun, hal pertama yang ditangkap matanya membuat Bintang menghentikan langkahnya.

"Bintang, nak." Bintang hanya diam melihat sang Mama menghampirinya dan tersenyum ramah. "Mama kangen sama kamu. kenapa kamu enggak pulang?"

"Ini urusan penting Paman?" Bukan menjawab pertanyaan Mamanya Bintang malah melempar pertanyaan pada Kesyan.

"Terpaksa Tang. Kalau enggak ni restoran gak bisa buka-buka." Kakak perempuannya memang kejam tega membuat Keysan kehilangan pelanggannya.

"Ada apa anda cari saya?" Kesyan menghela nafas mendengar nada dingin yang keluar dari mulut Bintang. Sebenarnya itu wajar juga. Mengingat bagaimana sikapnya pada Bintang.

"Sayang Mamah minta maaf. Kalau saja Mamah gak bertengkar dengan Papah pasti kamu enggak akan keluar dari rumah. Maafin Mamah ya." Ada bagian hati Bintang menghangat mendengar permintaan maaf itu.

Bintang menatap Mamahnya dalam diam. Dia tidak tahu harus merespon seperti apa. Kesyan yang melihat itu tersenyum tipis lalu dia kembali menyibukkan diri dengan pekerjaannya.

"Sudahlah." Respon Bintang akhirnya.

"Kamu maafin Mamah? makasih sayang. Apapun yang Mamah lakukan saat ini semua demi kebaikan kamu." Bintang hanya menatap Mamahnya dengan ekspresi yang susah dibaca. "Oh ya, kamu lihat deh,!"

Bintang mengerut keningnya ketika Mamahnya memperlihatkan sebuah foto pada Bintang. Dia sangat bersemangat dengan senyum bahagia. "Namanya Vina. Dia anaknya teman Mamah, Mamah sama Mamahnya Vina sedang melakukan bisnis bersama."

Terlihat Bintang mulai memundurkan tubuhnya. Dia mulai membaca situasi yang tidak menguntungkan di sini. Sedangkan Mamahnya tidak melihat sikap waspada yang telah diperlihatkan Bintang.

"Langsung saja Mamah mau apa?" Bintang tidak suka hal yang berbelit.

"Kamu memang anak Mamah sayang. Mamah mau kamu kuliah di Londo...! Mamah akan urus semuanya. Di sana kamu bisa lebih dekat sama tunangan kamu Vina." Tanpa beban dengan senyum lebar dia mengatakan keputusan yang sudah dia ambil tanpa berunding dengan Bintang.

Bintang tersenyum sinis. Apa yang menjadi mimpinya sangat sulit terwujud. "Kuliah di Londo? Tunangan? emang gue setuju?"

"Bintang! kamu kenapa enggak sopan sama Mamah?" Suaranya meninggi, Kesyan yang di dapur buru-buru keluar melihat situasi. "Kamu hargai sedikit usaha Mamah untuk masa depan kamu."

Bintang bangun dari duduknya dia menatap Mamahnya tidak bersahabat. Air mata yang kekecewaan mengalir membasahi pipinya.

"Kebahagiaan? dari mana kebahagiaan? Lo pernah nanya apa mau gue ah?" Bentak Bintang penuh dengan amarahnya. "Lo tahu apa yang udah gue lakukan untuk mendapatkan perhatian lo dan si brengsek Anton ah? Lo tahu apa tentang gue."

Plak....

Tamparan itu begitu keras dirasakan Bintang. Panas di pipinya tidak sebanding dengan kesakitan yang dirasakan hatinya. Kesyan yang ada di sana hanya menonton pertengkaran ibu dan anak itu.

"Jaga omongan kamu Bintang. Kamu pikir kemewahan yang kamu dapatkan itu dari mana ah? itu semua Mamah sama Papah yang berikan sama kamu."

"Emang gue minta? buat apa kemewahan kalau gue aja gak bahagia."

"Pokonya Mamah enggak mau tahu besok kamu akan ke London dan tunangan sama Vina." Tegasnya membuat amarah Bintang naik

Prang....

Kesyan dan ibu dari Bintang kaget melihat Bintang yang meninju cermin yang ada di ruangan itu. Darah segar mengalir ditangan Bintang. Dia tersenyum sinis pada ibunya.

"Nih gue balikin kebahagiaan lo." Bintang mengeluarkan dompetnya. "Jangan pernah ikut campur lagi kebahagiaan gue. Lo enggak ada hak." Jelas sekali kekecewaan yang terlukis di wajah Bintang.

"Bintang Angkasa berhenti kamu!" Keysan tersenyum sinis melihat sang Kakak.

"Hebat sekali anda Nyonya Herika."

"Kesyan kamu? ini semua salah kamu karena terlalu memanjakan dia." marahnya pada Keysan.

"Silahkan keluar dari restoran saya! dan kembali kalau anda sudah sadar." Keysan tersenyum manis yang membuat Herika menahan amarahnya.

***

Bintang melaju motornya dengan kencang. Rasa kecewanya pada sang ibu sangat dalam. saat ini Bintang hanya ingin segera tiba di sekolah dan melihat obat penawarnya. Darah segar masih mengalir ditangannya.

Di sana Bintang memarkir motornya. Dengan tatapan datar dia melihat Senja yang tengah tertawa lepas dengan seorang pemuda, bahkan mereka menikmati teh manis. Bintang tersenyum kecut. Dia yang khawatir dengan Senja yang lama menunggunya sia-sia saja. Di sana gadis yang ingin dia lindungi tertawa dan bercanda dengan pria lain. Tanpa dirinya Senja bisa menjalani hidupnya.

"Kak Bintang." Bintang bisa melihat gerakan bibir Senja yang menyebut namanya. Namun, amarah yang menguasai Bintang sekarang membuat dia menatap datar Senja dan memutuskan pergi dari sana.

Senja yang melihat Bintang pergi langsung bangun dan ingin mengejar. Namun, Alando yang melihat gerakan Senja menahan gadis itu. "Mau kemana?"

"Itu...hmm gak kok aku kira yang jemput aku udah datang."

"Hmm mungkin dia masih lama. bagaimana kalau aku antar pulang?" tawar Alando yang khawatir dengan Senja.

"Enggak usah.. Bentar lagi dia datang." Senja kembali menikmati teh manisnya.

"Tapi ini udah jam sembilan. Aku juga harus jenguk Mamah ku di rumah sakit ni." Alando berusaha membujuk Senja.

"Yaudah kamu pulang aja! aku enggak apa kok."

"Yakin?"

"Iya."

"Aku pamit kalau begitu. Hati-hati kamu."

"Iya." Alando pergi dari sana meninggalkan Senja sendiri di depan gerbang sekolah.

***

"Yo si bos datang juga." Heboh Geng Cobra melihat kedatangan Bintang.

Suara deru mesin motor terdengar keras menggema. Bintang yang tidak dalam mood baik hanya diam. Namun, Angga yang ingin memberikan minum melihat darah ditangan Bintang.

"lo kenapa?" Khawatir Angga. Dia menarik tangan Bintang. "Belum diobatin ni."

"Udah jangan sok peduli." Bintang menarik tangannya.

"Tang...."

"Gue siap-siap."

"Tunggu!" Cegat Angga.

"Aw... perih Anjing." ujar Bintang ketika tanpa perasaan Angga menyiram tangan Bintang yang luka.

"Lo sendiri cari perkara. Sini gue balut dulu." Angga menarik tangan Bintang dan dengan cepat membersihkan luka Bintang lalu membalutnya dengan sapu tangan miliknya. "Nah sempurna."

"Jijik gue." Protes Bintang ketika melihat mahakarya Angga.

"Ayo yang Perseta lomba merapat!" Teriak itu mengalihkan perhatian mereka sejenak.

"Simpul gue keren kan? ada pintanya."

"Bangke lo." Bintang menaiki motornya.

Semangat Bos." Teriak Geng Cobra dan yang lain Terdengar.

Peserta balapan sudah siap untuk melaju. Bintang yang masih dikuasi dengan amarah terlihat sudah tidak sabar melampiaskan amarahnya. Begitu suara go terdengar, Bintang langsung menancap gas. Semau penonton bersorak Bahagia.

Bintang terus menambah kecepatan nya. semua kejadian yang baru terjadi terputar bagai kaset rusak. Masalah Mamah, Senja terlihat jelas dalam ingatannya. Peserta lain jauh tertinggal dari Bintang yang menambah kecepatan di atas normal, tapi itu bukan pelanggaran.

Hujan yang tiba-tiba mengguyur bumi seakan mendukung kesedihan Bintang. Air mata Bintang menetes, dia ingin menangis keras dalam pelukan Senja. Namun, ingatan tentang Senja membuat dia putus asa. dia manusia biasa yang juga ingin melampiaskan kesedihannya dengan manggis.

"Gila si Bintang... hujan mulai deras ni." Khawatir Satria dan yang lain saat melihat kecepatan Bintang. Walaupun ada rasa bahagia karena Bintang sudah terlihat mendekati garis Finis

Brum....

Suara motor Bintang terdengar, sorak kemenangan pun terdengar. Semua berdecak kagum pada Bintang. Hanya tujuh menit dia menaklukkan arena balap.

"Weee bos gue ni." Leon bangga di lari mendekati Bintang begitu juga dengan yang lain Bintang Angkasa tidak terkalahkan.

"Makan-makan kita." Teriak Bagas.

"Kalian aja, gue ada urusan." Bintang kembali memakai helmnya.

"Ke mana?" Bintang tidak menjawab dia hanya melambaikan tangan dan pergi dari sana.

Bagaimanapun dia marah pada Senja. Bintang tak kuat untuk tidak melihat gadis itu. Mungkin masalah mereka akan selesai jika Bintang bertanya pada Senja.

Setiba di apartemen Bintang langsung mencari Senja tapi gadis yang dia cari tidak ada di manapun. rasa khawatir menghampiri. Hujan diluar sangat deras hal buruk mulai menguasai hati Bintang. Dia coba menghubungi Senja tapi no gadis itu tidak aktif. Dengan rasa paniknya Bintang keluar dari apartemen.

****