Wajah Lacy memucat mendengar kata-kata Lilia. Kedua orangtuanya juga tidak bisa membalas ucapannya karena memang itu yang terjadi.
Lilia merasa puas melihat reaksi mereka. Sepertinya kemampuan berdebatnya semakin meningkat sejak dia bertemu Jean. "Karena itu, solusi yang kutawarkan adalah membiarkan Daniel bertanggung jawab dan menikahi Lacy." Sambung Lilia.
Alfred menoleh pada Lilia, keterkejutan mewarnai ekspresinya. Ketiga anggota Keluarga Iswara juga menatap Lilia penuh ketidakpercayaan. Namun di antara mereka semua, Lacy yang paling pertama menunjukkan reaksinya. Ekspresi tidak percayanya berubah menjadi kegembiraan dan kelegaan.
Lilia tersenyum dingin melihat reaksi Lacy yang mudah dibaca.
"A-Apa…Apa kamu serius? Apa kamu benar-benar bisa membuat keputusan itu? Bagaimana dengan pendapat orangtuamu?" Suara Freddy bergetar. Mata serakahnya berbinar-binar seolah dia sudah bisa melihat kekayaan Keluarga Pangestu jatuh ke tangannya.
Jika putrinya bisa menikahi satu-satunya anak laki-laki Keluarga Pangestu, seluruh aset mereka akan menjadi miliknya. Dia tidak perlu bekerja keras lagi dan bisa hidup santai dengan semua kekayaan itu!
Lilia mengangguk dengan wajah serius. "Tentu saja aku bisa memutuskan itu. Ayahku sudah menyerahkan masalah ini ke tanganku. Kalau kalian tidak percaya, aku bisa meneleponnya sekarang…" Lilia berakting seolah-olah akan mengeluarkan ponselnya.
"T-Tidak perlu! Kami percaya padamu!" Fred buru-buru menghentikan Lilia. Pria tamak itu ingin meresmikan pernikahan ini sebelum orangtua Lilia bisa mengintervensi.
"Baiklah." Lilia mengangguk. Dia ingin memuji dirinya sendiri karena mampu berakting dengan begitu meyakinkan. "Tapi sebelum mereka bisa menikah, keluargaku punya peraturan yang harus diikuti oleh Lacy."
"Peraturan apa?" Untuk pertama kalinya, Lacy angkat bicara. Sejak tadi dia terus menunduk dan memasang wajah memelas seperti korban yang tidak bersalah, tapi kini wanita muda itu menatap lurus ke arah Lilia. Sepertinya dia berhenti berpura-pura karena tujuannya sudah tercapai.
"Peraturannya sangat sederhana. Karena kamu mengklaim kalau bayi di perutmu itu adalah anak Daniel, maka kita hanya perlu pergi ke rumah sakit dan memeriksa kebenarannya. Kalau DNA-nya cocok, kita akan langsung mengatur pernikahan kalian. Bapak dan Ibu Iswara, apa kalian setuju?"
Selama sesaat, tidak ada seorang pun yang dapat menjawab.
Kegembiraan di wajah Lacy memudar dan digantikan oleh kepanikan. Dia melirik orangtuanya seolah meminta bantuan.
Melihat tatapan putrinya, Madel langsung berbicara dengan nada tajam. "Apa maksudmu? Pemeriksaan DNA? Apa kamu menuduh Lacy memfitnah laki-laki tidak tahu diri itu?"
Freddy mengangguk-angguk di samping istrinya. "Nona Lilia, kata-katamu barusan membuat kami ragu apakah kamu benar-benar ingin menyelesaikan kasus ini."
Pria itu menoleh pada Alfred.
"Bapak Alfred juga, kenapa Anda diam saja dan membiarkan nona muda ini mengatakan apapun yang dia inginkan? Bukankah Anda seharusnya menjadi pihak netral di sini? Jika kalian memang tidak ingin menyelesaikan masalah ini secara baik-baik, kami tidak keberatan bertemu di pengadilan!"
Alfred hanya tersenyum dan tidak menjawab. Dia tidak merasa perlu menjawab seseorang yang tidak tahu tugas pihak netral dalam pertemuan ini. Alfred hanya akan angkat bicara kalau situasinya menjadi tidak terkendali. Namun sejauh ini, dia bisa melihat kalau Lilia punya kendali penuh atas situasi ini.
Mendengar ucapan Freddy yang diulang-ulang, Lilia ingin menghela nafas panjang. "Bukankah kalian yakin kalau ayah dari bayi itu adalah adikku? Kalian hanya perlu melakukan tes DNA sederhana supaya kita punya bukti yang jelas. Kecuali…" Lilia menatap tajam ke arah Lacy. "…kalian tidak yakin siapa ayah bayi itu."
Lacy buru-buru menundukkan kepala, namun gerak-geriknya yang penuh kegugupan sudah cukup untuk menjawab kecurigaan Lilia. Kakak Daniel itu tersenyum dingin. Beraninya wanita ini mencoba menipu Keluarga Pangestu?
Di samping Lilia, mata Alfred terus terpaku padanya. Dari awal pertemuan hingga saat ini, Lilia tidak pernah menunjukkan kegugupan atau kepanikan sedikit pun. Walau Keluarga Iswara berusaha mempersulit situasi, respon Lilia tetap tenang dan sopan. Sikap Lilia itu mengejutkan Alfred. Pria itu menjadi penasaran dengan apa yang membuat model cantik ini penuh kepercayaan diri.
Sementara itu, Freddy dan Madel kehabisan alasan untuk melawan Lilia. Madel tiba-tiba berdiri dan memukul meja. "Untuk apa kamu minta dilakukan tes DNA?! Aku yakin kamu menyuruh kami datang hari ini hanya untuk memfitnah putriku! Kami ini korban! Kenapa sikapmu kurang ajar seperti itu?! Benar-benar tidak tahu aturan! Aku akan memanggil polisi dan menuntutmu di pengadilan!" Teriak Madel.
"Ibu Iswara, tolong tenangkan dirimu!" Alfred segera bangkit dan menempatkan diri di depan Lilia. Dia khawatir Madel akan memukul Lilia apabila tidak dihentikan.
Namun Lilia sama sekali tidak takut. Bibirnya melengkung membentuk senyum sinis. "Anda benar, kita seharusnya menyelesaikan ini dengan tuntutan hukum. Kebetulan aku memanggil pengacara kenalanku hari ini. Daripada kita berdebat tentang siapa ayah bayi itu, lebih baik kita serahkan kasus ini pada polisi. Bapak pengacara Sadana, silakan masuk!" Lilia menaikkan suaranya dan memanggil seseorang.
Hanya beberapa detik setelah Lilia berbicara, pintu ruangan Alfred terbuka. Kenny melangkah masuk dengan penampilan seperti seorang pengacara profesional, lengkap dengan tas kulit dan setumpuk dokumen.
"Selamat pagi, Nona Lilia." Kenny segera menghampiri kliennya. "Saya sudah mendengar semuanya. Serahkan saja kasus ini pada saya." Kata pria itu dengan nada serius sambil berdiri di samping Lilia.
Wajah Lacy yang menyaksikan semua ini berubah semakin pucat. Kakak Daniel itu sudah memperkirakan kalau orangtuanya akan mempersulit situasi dan mempersiapkan pengacara! Jika kasus ini benar-benar dibawa ke pengadilan dan kebohongannya terbongkar…
Lacy meloncat berdiri dari kursinya dan langsung berlutut di depan orangtuanya. "Ayah! Ibu! Jangan bawa masalah ini ke pengadilan! Bayi ini bukan anak Daniel!"