Lilia menutup teleponnya dan segera menghampiri mobil itu. Dia berhenti di samping jendela mobil yang terbuka, dimana dia bisa melihat wajah Jean dengan jelas.
"Bagaimana kamu tahu aku ada di sini? Apa kamu memata-mataiku?" Lilia bertanya dengan nada bercanda.
Ekspresi dingin pria itu meleleh dan Jean tersenyum tipis saat mendengar candaannya. "Apa urusanmu sudah selesai?"
Lilia mengangguk, wajahnya terlihat bangga. "Yep, kasusnya sudah selesai. Mahasiswi itu dan orangtuanya tidak akan membuat masalah lagi."
"Kalau begitu, masuklah ke dalam mobil." Jean membukakan pintu mobil untuknya.
Tanpa malu-malu, Lilia masuk dan duduk di samping Jean. Wanita itu bersikap seolah dialah pemilik mobil ini. Segera setelah pintu mobil tertutup, Kenny yang berada di kursi pengemudi mulai menjalankan mobilnya.
Lilia melirik pria di sampingnya. Kenapa presiden perusahaan real estate terbesar di kota ini datang hanya untuk menjemputnya? Tidakkah dia punya kesibukan lain yang lebih penting?
"Jean, apa ada sesuatu yang terjadi? Bukankah seharusnya kamu ada di kantor saat ini?" Tanya Lilia hati-hati.
Kenny yang sedang menyetir diam-diam mengangguk penuh semangat. Dia ingin Lilia menghentikan kebiasaan Jean meninggalkan pekerjaannya hanya untuk menemui tunangannya. Kepalanya mulai terasa sakit membayangkan tumpukan pekerjaan yang menunggu mereka di kantor. Namun Kenny tidak berani mengatakan itu dan hanya bisa berdoa agar Lilia memahami penderitaannya.
Jean menoleh pada Lilia, di matanya ada kejengkelan yang samar. "Aku kebetulan tidak sibuk, jadi aku berniat mengajakmu makan siang. Apa kamu tidak suka pergi makan denganku?"
Lilia mengerutkan kening saat timbul kecurigaan di pikirannya. Pria itu ingin mengajaknya makan siang, tapi Jean tidak meneleponnya sampai dia berpisah dengan Alfred dan Daniel. Ditambah lagi, pria itu sudah menunggunya di dekat restoran, seolah Jean tahu Lilia sudah makan siang.
"Jean, apa kamu menungguku dari tadi sampai aku selesai makan siang?" Lilia menyuarakan kecurigaannya.
"โฆtentu saja tidak." Jean butuh sesaat untuk menjawab. Dia tidak mengira Lilia bisa menebak hal itu dengan begitu akurat.
Kenny yang mendengar itu juga ikut terkejut. Jean sengaja melarang Kenny memberitahu Lilia kalau bosnya itu juga datang ke kampus bersamanya. Asisten itu tahu kalau Jean berniat mengajak Lilia makan segera setelah urusannya di kampus selesai. Namun mereka justru melihat Lilia pergi ke sebuah restoran dengan Alfred dan Daniel.
Kenny berpikir kalau Jean akan berubah pikiran dan kembali ke kantor, tapi bosnya itu menunggu dengan sabar. Mereka duduk dalam keheningan yang canggung di mobil selama satu jam sampai Lilia berpisah dengan kedua orang itu. Di saat seperti inilah Kenny menyesali nasibnya sebagai asisten Jean.
Namun Lilia tidak menyadari konflik batin yang dialami Kenny saat ini. Jawaban Jean sudah cukup untuk memberitahunya kalau pria ini telah menunggunya sedari tadi. Dia merasa bersalah, tapi juga tersentuh.
"Hmm, kalau begitu, apa yang kamu inginkan untuk makan siang? Aku akan menemanimu makan." Lilia tahu dia tidak seharusnya makan terlalu banyak sebelum Milan Fashion Week, tapi dia ingin membalas kebaikan Jean. Tingkah laku tunangannya ini semakin lama semakin menggemaskan.
Jean menatap wanita itu dengan penuh kecurigaan. Namun setelah sesaat, dia bisa melihat rasa bersalah di wajah Lilia. "Hmmโฆ" Jean hanya tersenyum tipis tanpa menjawab. Senyuman itu membuat daya tariknya sebagai pria dewasa terpancar semakin kuat.
Lilia menghabiskan beberapa detik untuk mengagumi penampilan Jean sebelum akhirnya tersadar. Dia berdeham dan memprotes, "Jangan hanya tersenyum saja! Di mana kamu mau makan siang?"
Alih-alih menjawab, Jean mengulurkan tangan dan menyentuh pipi Lilia yang memerah. "Apa kamu merasa bersalah karena sudah makan duluan?" Godanya.
Lilia buru-buru menjauh sebelum menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Apa yang kamu bicarakan? Aku hanya belum kenyang saja!"
"Kamu ingin tahu apa yang bisa kamu lakukan untuk menghilangkan rasa bersalahmu itu?" Jean melanjutkan seolah Lilia tidak mengatakan apa-apa.
"Dengarkan perkataanku!" Protes Lilia.
Jean mengabaikan protesnya dan kembali mengelus pipi wanita itu dengan ibu jarinya. "Mudah sekali untuk memperbaiki kesalahanmu, kok."
"โฆmemangnya apa yang harus kulakukan?" Lilia menyerah pada rasa penasarannya.
Bibir Jean melengkung membentuk senyuman penuh kemenangan. "Cukup dengan menandatangani surat nikah saja."