Setelah membuat Jean melepaskan tangannya dengan susah payah, Lilia mencuri pandang ke arah pria itu. Ekspresi Jean terlihat seperti anjing yang dibuang oleh pemiliknya.
Lilia kembali dilanda kebingungan. Jean Widjaya adalah pria idaman setiap wanita. Dia pengusaha kaya, berasal dari keluarga konglomerat, dan juga tampan. Ditambah lagi, mereka baru pertama kali bertemu seminggu yang lalu. Jean tidak terlihat seperti orang yang mempercayai cinta pada pandangan pertama.
Kenapa pria sehebat itu bersikap seolah-olah…dia benar-benar jatuh cinta dengan Lilia?
Sebuah dugaan muncul di pikiran Lilia.
"Jean, apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" Lilia langsung menyuarakan kecurigaannya itu.
Lilia tidak akan pernah bisa menerima semua cinta dan perhatian dari Jean sampai dia tahu alasannya.
Wajah Jean seketika berubah menjadi tanpa ekspresi. "Mungkin." Jawabnya pendek.
Lilia hanya bisa menatap kosong ke arah Jean. Jawaban macam apa itu?!
Lilia menolak untuk menyerah dan kali ini dia mencondongkan tubuh ke arah Jean. "Apa maksudmu? Aku hanya ingin tahu apakah kamu pernah bertemu denganku sebelum ini!" Desak Lilia.
Bibir Jean membentuk garis tipis saat dia melirik wajah bersemangat Lilia.
"Pikirkan saja sendiri."
Dalam sekejap, Jean kembali menjadi pria angkuh dan dingin yang pertama kali ditemui Lilia.
Lilia tidak ingin membuat suasana hati pria di sampingnya itu menjadi semakin buruk. Dia berhenti menanyai Jean dan kembali menatap ke luar jendela. Sikap Jean menunjukkan kalau pria itu tidak mau memberitahunya.
Kerutan di kening Lilia menjadi semakin dalam. Dia punya ingatan yang baik dan tidak pernah mengalami amnesia seperti yang ada di serial drama televisi. Jika dia pernah bertemu dengan pria setampan dan sehebat Jean Widjaya, tentu dia tidak mungkin melupakannya!
Pria yang duduk di samping Lilia mencuri pandang ke arah wanita itu. Jean diam-diam menghela nafas saat melihat Lilia mengerutkan kening dengan ekspresi bingung. Seperti yang diduganya, wanita ini benar-benar tidak ingat padanya.
Pikiran Lilia kembali ke dunia nyata saat limusin itu berhenti. Dia melihat rumah Jean dan akan memprotes. Tapi Lilia mengingat suasana hati Jean yang buruk. Jika dia memprotes dan membuat Jean makin kesal, dia tidak dapat membayangkan apa yang akan pria itu lakukan padanya. Maka Lilia dengan bijak memutuskan untuk tidak berkomentar.
Malam itu, tidur Lilia sama sekali tidak nyenyak. Entah mengapa, dia berulang kali memimpikan sosok seorang anak laki-laki. Anak itu memunggungi Lilia dan berjalan menjauhinya. Lilia terus berlari mengejar anak itu, tapi dia tidak pernah bisa melihat wajahnya.
*****
Keesokan paginya, saat Lilia turun ke ruang makan, hanya ada Suster Mei yang sedang sibuk menyiapkan sarapan. Menurut wanita paruh-baya itu, Jean sudah berangkat ke kantor karena ada rapat yang penting.
Lilia duduk di meja makan dan mulai mengunyah roti lapisnya. Dia merasa seolah memimpikan seseorang yang sangat penting baginya semalam, tapi dia tidak bisa mengingat siapa orang itu. Akibat itu, Lilia kehilangan selera makannya dan membutuhkan waktu satu jam untuk menyelesaikan sarapannya.
Baru saja Lilia selesai makan, ayahnya menelepon. Robert memberitahu Lilia kalau dia dan Sylvia akan pergi ke Jakarta selama seminggu. Selain itu, ayahnya juga meminta Lilia menengok Daniel, adik laki-lakinya yang 4 tahun lebih muda darinya. Lilia menyanggupi permintaan kecil itu tanpa mengetahui kalau itu akan mendatangkan masalah yang tidak terduga.
Lilia selalu penasaran mengapa orangtuanya rutin pergi ke Jakarta setiap dua-tiga bulan sekali. Dia berulangkali menanyakan itu pada Robert, tapi ayahnya selalu menjawab kalau ini adalah perjalanan bisnis. Setelah mendapat jawaban yang sama berulang kali, Lilia berhenti mencoba mencari tahu.
Sekitar waktu makan siang, mendadak Harold meneleponnya.
"Bagaimana kondisi Rina?" Lilia langsung bertanya begitu telepon tersambung.
"…kudengar dia masuk rumah sakit." Harold menjawab setelah pulih dari keterkejutannya. "Aku tidak menyangka kamu akan menanyakan soal Rina. Bagaimana denganmu? Apa kamu terlibat masalah?"
"Tidak, aku baik-baik saja." Lilia menambahkan dalam hati, "Berkat Jean dan teman-temannya.". Jika mereka tidak datang menolongnya, Lilia-lah yang akan berada di rumah sakit sekarang.
Saat Lilia tidak menjelaskan lebih lanjut, Harold menduga kalau dia tidak mau bercerita soal itu. "Syukurlah kalau begitu. Aku baru saja pulang dari luar kota dan langsung disambut insiden ini! Tidak bisakah wanita itu memberiku waktu istirahat sejenak? Aku harus bekerja lembur untuk mengurus pembatalan kontraknya sebagai model! Tapi aku akan memastikan Rina membayar ganti rugi yang setara dengan semua masalah yang ditimbulkannya!" Harold menggerutu.
Lilia berterima kasih karena pria itu tidak menanyakan detail insiden Rina, walau dia juga penasaran dengan alasannya. "Kamu tidak akan menanyaiku?"
Harold tertawa kosong. "Insiden ini terjadi saat pesta perayaan Keluarga Widjaya, kan? Aku sudah bisa membayangkan apa yang terjadi saat itu!"