Setelah Alfred meninggalkan ruangan, Lilia melontarkan tatapan setajam pisau pada adiknya. "Daniel Pangestu. Jelaskan apa yang terjadi." Dia tidak repot-repot menyembunyikan amarah dalam suaranya.
"Kak, waktu itu kami sama-sama mabuk! Aku tidak terlalu ingat apa yang terjadi, dan sepertinya kami memang tidur bersama, tapi aku tidak pernah memaksanya! Aku tahu dia suka padaku, makanya kami melakukan itu! Kalau tidak, dia takkan mau pergi minum denganku malam-malam! Percayalah padaku!" Daniel menjelaskan panjang-lebar dengan semangat berapi-api.
Lilia dengan sabar menunggu sampai Daniel selesai sebelum tersenyum sinis. "Jadi pada intinya, gadis itu benar-benar hamil karena kamu?"
"Yah…" Daniel ragu-ragu sejenak. "Aku tahu dia memang hamil. Tapi Kak, kurasa itu bukan anakku. Ini bukan pertama kalinya dia berhubungan intim, dan aku dengar dia berpacaran dengan beberapa laki-laki sekaligus. Ditambah lagi, usia kehamilannya tidak sesuai."
Semakin lama Lilia mendengarkan ucapan Daniel, kejengkelannya semakin memuncak. Sejak kapan adiknya menjadi sebodoh ini?
"Lalu? Kamu sudah tahu kalau dia berbohong dan kamu masih memberikan kartu kreditmu padanya?" Tanya Lilia dingin.
"H-Habis, waktu dia bilang dia hamil, aku panik! Dia berjanji tidak akan memberitahu siapa-siapa selama aku membayar biaya aborsinya, jadi aku memberinya kartuku. Aku tidak tahu kalau orangtuanya akan datang ke kampus dan membuat masalah. Kak, aku tidak bermaksud…" Daniel menundukkan kepala dan tidak dapat melanjutkan kata-katanya.
Lilia menghela nafas. "Apa Ayah dan Ibu tahu soal ini?" Lilia bertanya lagi.
Daniel menggeleng dengan ekspresi muram. "Tidak. Aku tidak berani memberitahu mereka. Ayah akan membunuhku kalau dia tahu! Sebenarnya kalau hari ini Kakak tidak bertemu Bapak Alfred, aku juga tidak akan memberitahumu."
Bocah ini benar-benar…! Lilia melontarkan tatapan membunuh pada Daniel. Untunglah Alfred kembali sebelum Lilia melakukan sesuatu yang akan dia sesali pada adiknya.
Dosen muda itu bergantian menatap Lilia dan Daniel. "Nona Lilia, bagaimana Anda akan mengatasi masalah ini?" Tanyanya sopan.
Lilia menoleh pada Alfred. "Apakah Bapak punya saran untuk kami?"
Alfred memberikan gelas berisi air yang dibawanya pada Daniel sebelum merespon, "Jika Nona Lilia tidak ingin berita tentang kasus ini tersebar, bagaimana kalau Anda mencoba bernegosiasi dengan keluarga mahasiswi itu? Jika kasus ini bisa diselesaikan secara baik-baik, aku yakin pihak kampus tidak akan mempermasalahkannya."
Alfred kembali duduk di kursinya sambil menautkan kedua tangannya.
"Bagaimanapun juga, Daniel akan mewakili universitas ini dalam pertandingan basket dua minggu lagi. Pihak universitas tentu tidak ingin kehilangan kapten tim basket di waktu seperti ini."
Lilia mengangguk. Dia juga memikirkan ide yang sama, tapi dia butuh kerjasama dari pihak kampus agar rencananya berhasil. Alfred telah memberi Lilia jawaban yang dibutuhkannya.
"Itu ide yang bagus. Apakah Bapak Alfred dapat membantu saya menghubungi orangtua mahasiswi itu?" Lilia bertanya dengan ekspresi percaya diri.
Alfred mengamati wajah Lilia dan tersenyum tipis. "Sepertinya Nona Lilia sudah punya solusi untuk masalah ini."
Lilia ikut tersenyum. Dia tampak seperti predator yang siap menerkam mangsanya. "Perkataan Anda tepat sekali. Karena ini adalah masalah yang sensitif, kita butuh orang yang jujur dan adil untuk menjadi pihak netral dalam proses penyelesaiannya. Apakah Bapak bersedia mengisi posisi itu?"
Alfred diam-diam merasa kagum melihat sikap Lilia yang tenang. Dia tidak pernah bertemu wanita muda yang begitu tangguh dan mandiri seperti wanita di hadapannya ini. "Baiklah, aku akan menghubungi keluarga korban dan mengatur waktu pertemuannya. Bisakah aku minta nomor telepon Nona Lilia untuk mengabari hasilnya?"
Setelah Lilia memberikan nomornya pada Alfred, dia berpamitan dengan pria itu dan meninggalkan ruangan bersama Daniel. Lilia berjalan menuju gerbang kampus untuk segera pulang dan beristirahat. Adiknya mengekor di belakangnya seperti anjing peliharaan yang baru saja dimarahi oleh tuannya.
"Um…kak…soal uang itu…" Daniel berusaha mengajak Lilia bicara.
Namun Lilia mengabaikannya dan memanggil taksi. Sebelum masuk, dia melemparkan salah satu kartu kreditnya pada Daniel.
"…jangan membuat masalah lagi." Ucap Lilia dingin.