Dalam perjalanan pulang dari kampus, Lilia mengeluarkan teleponnya untuk mengecek waktu. Dia melihat ada pesan yang masuk di aplikasi Lain dua jam yang lalu.
Ketika Lilia membuka pesan itu, suasana hatinya yang buruk langsung tersapu bersih seperti pasir yang terbawa ombak. Sudut mulutnya otomatis terangkat membentuk senyuman.
[Jean] : "Pergi ke mana?"
Lilia segera membalas pesannya. "Ke kampus adikku."
Wanita itu berpikir kalau Jean tidak akan membaca pesannya dalam waktu dekat dan berniat menutup aplikasi itu. Namun hanya dalam beberapa detik setelah pesan itu terkirim, Jean telah membalas pesannya.
[Jean] : "Ada apa?"
Lilia menatap layar teleponnya selama beberapa saat. Dia tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan pria itu. Perlukah Lilia bercerita tentang masalah yang ditimbulkan adiknya? Tapi dia tidak ingin membebani Jean dengan permasalahan keluarganya. Jika dia terus bergantung pada pria itu, dia takut dia akan berubah menjadi wanita yang lembek.
Mungkin karena Lilia menghabiskan waktu terlalu lama untuk berpikir, telepon genggamnya mulai berdering dan nama Jean muncul di layar. Lilia mengangkat telepon itu, tapi dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia bisa mendengar suara percakapan yang samar di ujung telepon.
Saat Lilia tidak kunjung mengatakan sesuatu, suara Jean yang berat akhirnya mulai berbicara. "Kenapa kamu diam saja?"
Nada Jean yang penuh kelembutan mampu menenangkan pikiran Lilia yang kacau. Dia menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawab dengan nada jahil, "Bukankah orang yang menelepon yang seharusnya bicara duluan? Aku hanya ingin membuatmu bicara!"
Walau Lilia berusaha terdengar santai dengan menggoda Jean, keheningan pria itu menunjukkan kalau usaha Lilia untuk mengecohnya tidak berhasil.
"Di mana kamu sekarang?" Jean bertanya.
"Perjalanan pulang."
"Kalau kamu tidak ada urusan lain, mampirlah ke kantor."
Lilia mengerutkan kening mendengar itu. Saat ini baru pukul 4 sore dan Jean pasti masih sibuk. Mengapa pria itu tiba-tiba menyuruhnya datang? "Apa ada masalah?"
"Datang saja dulu. Kenny akan menunggumu di sana." Jean berkata sebelum menutup telepon.
Wanita itu tidak punya pilihan lain dan hanya bisa meminta supir taksi itu mengantarnya ke kantor Perusahaan Genesis. Di sepanjang perjalanan menuju kantor Jean, Lilia merasa khawatir dan terus menduga-duga kemungkinan terburuk yang bisa terjadi. Untungnya, universitas itu terletak tidak jauh dari kantor Jean. Hanya dalam 15 menit, taksi itu sudah tiba di depan gedung kantor.
Saat Lilia keluar dari mobil, dia melihat Kenny yang mengenakan jas abu-abu. Pria itu berdiri di luar pintu lobi sambil terus mengawasi jalan raya. Lilia merasa sedikit kasihan melihat asisten Jean itu dijemur di bawah sinar matahari.
"Nona Lilia!" Kenny segera berlari menghampirinya. "Silakan masuk! Presiden Jean meminta saya mengantar Anda langsung ke ruangannya."
"Maaf membuatmu menunggu di luar ruangan saat cuaca sepanas ini, Kenny." Lilia berkata dengan rasa bersalah.
"Tidak, Anda tidak membuat saya menunggu. Saya baru saja keluar dari lobi saat Anda datang." Kenny buru-buru menolak permintaan maaf Lilia.
Pria itu mengantarnya ke ruang kantor Jean di lantai teratas sama seperti sebelumnya. Namun kali ini Lilia mendapat banyak tatapan penasaran dari para staf yang berpapasan dengannya.
Dia tidak terkejut karena banyak karyawan Jean yang hadir di pesta perayaan kemarin sebagai tamu. Lilia punya dugaan kalau kabar tentang hubungannya dengan Jean sudah tersebar luas di antara para staf. Semua itu gara-gara Jean yang memamerkan kedekatan mereka selama pesta berlangsung!
Ketika Lilia sampai di kantor Jean, pemilik ruangan itu sedang tidak ada di tempat.
"Rapat yang diikuti Presiden Jean akan segera selesai, silakan Anda tunggu dulu di sini." Kenny memberitahu Lilia.
Sesuai ucapan Kenny, Jean muncul hanya lima menit setelah Lilia datang. Dia membawa setumpuk dokumen di kedua lengannya dan tampak lelah. Namun saat pria itu melihat Lilia, wajahnya menjadi sedikit lebih bersemangat.
"Apa kamu sudah menunggu lama?" Tanya Jean dengan suara hangat.
Lilia menggeleng. "Tidak, aku baru saja sampai." Ucapnya sambil memainkan bantal sofa. Melihat wajah Jean lagi mengingatkan Lilia pada momen saat bibir mereka nyaris bersentuhan. Ingatan itu membuatnya merasa malu dan salah tingkah.
Tiba-tiba wajah Jean muncul tepat di depan Lilia. "Apa kamu baik-baik saja? Wajahmu merah." Tanya pria itu khawatir.
Lilia terlonjak kaget dan buru-buru menjauh. "A-Aku baik-baik saja. J-Justru aku yang harusnya menanyakan itu padamu! Kenapa kamu memanggilku ke sini saat kamu sedang sibuk? Apa ada sesuatu yang terjadi?"
Lilia teringat suara percakapan yang dia dengar saat Jean menelepon. Suara itu pasti berasal dari rapat yang baru saja diikuti Jean. Jika pria itu sampai menelepon di tengah rapat, pastilah ada hal penting yang harus disampaikannya pada Lilia. Tapi…
Lilia menatap wajah Jean yang tenang dengan kening berkerut. Pria itu tidak tampak terburu-buru atau panik, justru dia terlihat sangat santai. Dia membuat Lilia merasa bodoh karena sudah mencemaskan yang tidak-tidak.
Jean hanya tersenyum melihat tatapan kesal Lilia. Dia menaruh dokumennya di atas meja kerja sebelum membuka salah satu laci mejanya. Pria itu mengeluarkan sebuah kotak yang dibungkus rapi dengan kertas kado. "Untukmu."
Lilia menatapnya dengan terkejut. "Ada acara spesial apa ini?"
Perasaannya campur aduk melihat hadiah itu. Dia merasa ingin marah karena semua kekhawatirannya barusan menjadi sia-sia. Namun di sisi lain, Lilia juga tersentuh karena Jean masih menyempatkan diri memberinya hadiah di sela-sela kesibukannya.
Jean duduk di sebelah tunangannya dan meletakkan hadiah itu di tangannya. "Terakhir kali kamu datang ke sini, kamu kelihatan sangat tertarik dengan pigura yang berisi fotomu. Jadi aku membelikanmu pigura yang sama." Ucap Jean sambil tersenyum jahil.
Mata Lilia melebar saat dia melihat pigura berisi foto Jean. Pria itu memang terlihat sangat tampan dalam fotonya, tapi pria macam apa yang menghadiahkan fotonya sendiri?! Ini pertama kalinya Lilia mendapat hadiah seunik ini!
Jean mengangkat alisnya yang tebal saat melihat Lilia tidak tampak gembira oleh hadiahnya. "Ada apa? Kamu tidak menyukai foto calon suamimu sendiri?"
"Hah? Tidak kok, aku hanya sedikit kaget saja. Um…terima kasih." Lilia menutupi kekagetannya dengan senyuman lebar. Ini pasti bentuk balas dendam pria itu!