Alex tersenyum pada Lilia dan mengedipkan matanya. "Benar sekali!"
Wajah Lilia seketika berbinar-binar penuh semangat dan kekaguman.
Desainer untuk merek Van merupakan legenda dalam dunia fashion. Baju-baju buatannya mengombinasikan gaya tradisional dan gaya modern, menghasilkan pakaian kontemporer yang elegan dan populer dengan segala kalangan.
Nama Alex menjadi terkenal di seluruh dunia tiga tahun lalu. Sang ibu negara memakai baju buatannya saat menerima kunjungan dari tamu asing. Baju itu dapat menampilkan daya tarik dari pakaian tradisional Jawa tanpa terlihat kuno dan menuai pujian setinggi langit dari tamu tersebut.
Saat ini, pakaian merek Van semakin sulit untuk didapatkan, dan harganya pun semakin naik setiap tahunnya. Orang-orang menyebut Alex sebagai desainer yang berbakat tapi eksentrik.
Sebagai seorang model, Lilia juga mengagumi baju buatan Alex. Dia segera terlibat percakapan yang seru dengan pria itu, sampai Lilia lupa kalau Tom dan Chris masih ada di sana.
Kedua pria itu bertukar pandang dan sama-sama menghela nafas. Mengingat kepribadian Jean yang posesif dan overprotektif, mereka hanya berharap pria itu tidak melihat pemandangan ini.
Untungnya, obrolan Lilia disela oleh pidato Jean dari atas panggung. Suara pria itu yang berat dan penuh wibawa dapat terdengar jelas di aula yang besar ini. Lilia dan para tamu lainnya memusatkan perhatian mereka ke panggung.
"Selamat malam, semuanya. Terima kasih sudah menghadiri pesta perayaan ini di sela-sela kesibukan kalian. Terima kasih juga kepada para staf dan kolega perusahaan ini atas kerja keras kalian selama ini…"
Lilia mendapati dirinya terus menatap figur Jean seolah tersihir. Pria itu memiliki karisma dan wibawa seorang pemimpin alami yang menarik perhatian semua orang. Dia tampak seperti raja yang sedang berpidato di depan rakyatnya.
Isi pidato Jean sangat singkat dan ringkas. Dia memuji orang-orang yang telah bekerja keras selama ini dan meminta mereka menikmati pestanya. Walaupun pendek, Lilia bisa merasakan ketulusan dalam suaranya. Kini dia paham mengapa Jean yang tidak pernah muncul di publik dapat mempertahankan reputasi baiknya.
"Sis Lilia, apa kamu terpesona melihat Jean?" Tiba-tiba Tom mengajak Lilia bicara. Senyum lebarnya terlihat jahil. "Aku bisa melihatnya dari wajahmu!"
Lilia buru-buru menetralkan ekspresi wajahnya. "Oh? Tuan Tom juga ingin berpidato di depan sebagai sahabat dekat Presiden Jean? Aku yakin itu bisa diatur dengan mudah. Permisi…" Lilia bergerak ke arah pelayan terdekat.
"Eh, hei, tunggu, tunggu!" Tom panik melihat keseriusan di wajah Lilia. Dia memegangi lengan Lilia erat-erat. "Sis, aku hanya bercanda, maafkan aku…!"
"Apa yang sedang kalian bicarakan?"
Lilia dan Tom sama-sama membeku dan perlahan menoleh ke arah Jean, yang sudah menyelesaikan pidatonya.
Pandangan Jean jatuh pada tangan Tom yang masih memegang lengan Lilia. Jean melontarkan tatapan setajam pisau ke arah Tom. Pria malang itu buru-buru melepaskan Lilia dan berlindung di belakang Chris, yang hanya bisa tersenyum pasrah.
"Jean…"
Sebelum Lilia bisa menjelaskan, lengan pria itu melingkari pinggangnya. Lilia sekali lagi jatuh ke dalam pelukan Jean di depan semua orang.
"Tunggu…Jean…lepaskan aku! Semua orang sedang memperhatikan!" Lilia mendesis panik, tapi Jean mengabaikannya.
Para tamu yang hadir terkejut melihat keintiman keduanya. Beberapa orang bahkan menjatuhkan gelas mereka. Mereka semua dapat menangkap pesan di balik sikap Jean: ini wanitaku, jadi jangan macam-macam!
Apakah ini benar-benar Presiden Jean yang tidak pernah tertarik pada wanita?!
Saat ini sang walikota sedang menyampaikan pidatonya di atas panggung, tapi tidak ada seorang pun yang memperhatikan. Mereka terlalu sibuk mencuri pandang ke arah Jean, yang berbisik-bisik dengan wanita di pelukannya.
"Kamu kelihatan akrab dengan mereka bertiga. Terutama dengan Alex." Bisik Jean di telinga Lilia.
Lilia terus berusaha melepaskan diri dari Jean, namun usahanya sia-sia. "Yah…begitulah. Omong-omong, pidatomu tadi bagus."
"Apa yang kalian bicarakan?" Jean menepis usaha Lilia mengganti topik pembicaraan dengan wajah tenang.
"…dia berencana meluncurkan produk baru untuk tahun ini, dan dia menawariku untuk menjadi salah satu modelnya." Jawab Lilia sambil mencubit lengan Jean, menyuruh pria itu melepaskannya.
"Hmm…dan kamu menerima tawarannya?" Alih-alih melepaskannya, Jean justru menariknya makin dekat.
Lilia dapat mencium aroma Jean yang jernih dan harum seperti musim semi, tanpa bau rokok seperti biasanya. Wajah Lilia semakin merah dan dia bersiap-siap menyikut Jean sampai pria itu melepaskannya. Walau reputasi Lilia juga akan ikut hancur, setidaknya itu lebih baik daripada menghabiskan semalaman dalam posisi memalukan ini.
Namun sebelum Lilia bisa melakukan itu, dia mendengar suara wanita yang dibencinya.
"Kak Chris!"
Lilia menoleh dan Jean mengikuti pandangannya. Dia membeku saat melihat Sara Hartanto muncul dari antara kerumunan. Dia mengenakan gaun pesta merah yang terlihat mewah, seolah dia tidak pernah mengalami kecelakaan mobil.
"Kak Chris, di sini kamu rupanya! Aku mencarimu dari tadi!" Sara berjalan ke arah ketiga pria di dekat Lilia.
Tatapan Lilia terjatuh pada Chris. Dia tahu mereka dari keluarga yang sama, tapi pria itu adalah kakak Sara?!
Chris menoleh pada Sara dan ekspresi wajahnya berubah jengkel. "Hm." Jawabnya pendek.