Chereads / Istri Supermodel (For Sale!) / Chapter 37 - Lilia Pangestu, Tidak Usah Sombong!

Chapter 37 - Lilia Pangestu, Tidak Usah Sombong!

"Tentu saja aku masih butuh!" Tom buru-buru memprotes.

Dia tidak berani membayangkan seberapa besar kemarahan Jean karena waktunya dengan Lilia diinterupsi, tapi Tom tidak punya pilihan lain.

"Bro, aku tidak akan mengganggu kalian kalau tidak terpaksa, tapi bapak walikota sedang menunggumu di lobi. Dia harus meninggalkan pesta lebih awal karena ada urusan lain." Tom menjelaskan sambil berharap sahabatnya itu akan memaafkannya. Dia takut pada amarah Jean, tapi dia juga tidak bisa menolak permintaan sang walikota.

Jean mengangguk. "Aku akan berurusan denganmu nanti." Katanya dingin.

"Eh?! Serius?! Bro, aku hanya berusaha membantu…!"

Jean mengabaikan pria itu dan menoleh pada Lilia.

Sebelum Jean bisa mengatakan apa-apa, wanita itu mendahuluinya. "Cepatlah ke sana, jangan buat bapak walikota menunggumu."

Jean menatap Lilia selama sesaat sebelum tersenyum kecil. Wanita itu jelas-jelas ingin segera kabur darinya. "Baiklah. Aku akan segera kembali. Jika kamu butuh sesuatu, mintalah bantuan Tom dan lainnya." Jean berpesan.

Setelah memastikan Lilia mengangguk, Jean menghampiri Tom. Dia berhenti di depan pria malang itu dan menatapnya dingin. "Awasi Lilia baik-baik. Jangan biarkan dia terlibat masalah. Kalau kamu melakukannya dengan baik, aku akan melupakan kejadian barusan."

Tom otomatis menegakkan punggungnya dan memberi salam hormat ala militer. "Siap laksanakan!"

Jean menekankan sekali lagi agar Tom menjaga Lilia sebelum meninggalkan taman itu.

*****

Segera setelah Lilia dan Tom kembali ke aula, suasana meriah pesta itu menyapu bersih semua pesan Jean dari kepala Tom. Ini adalah pesta perayaan Keluarga Widjaya dan Lilia adalah tunangan penyelenggara pesta itu. Siapa sih yang cukup bodoh untuk macam-macam dengannya?

Saat Tom baru menemani Lilia selama beberapa saat, mata pria itu menangkap sesosok aktris cantik. Dia mengingatkan Lilia supaya tidak pergi dengan orang asing sebelum mendekati aktris tersebut.

Lilia hanya bisa tersenyum melihat tingkah laku Tom. Dia memandang berkeliling, tapi tidak menemukan Jean di ruangan itu. Lilia mengambil segelas sampanye dan pergi ke pojok ruangan. Dia menghabiskan waktu dengan menyesap minuman itu sambil mengawasi para tamu saling berinteraksi. Walau tanpa Jean, suasana di ruangan itu masih terasa hidup.

Lalu telinga Lilia menangkap suara langkah kaki yang menuju ke arahnya.

"Lilia Pangestu, kamu tidak usah bersikap sombong!"

Lilia perlahan menoleh pada Sara Hartanto, yang menatapnya dengan penuh kebencian. Lilia hanya tersenyum mengejek dan bertanya, "Apa katamu?"

Sara sudah kehilangan semua sikap elegannya dan wajahnya dipenuhi amarah. "Kamu kira kamu bisa memanfaatkan Jean Widjaya untuk mendorong karirmu?! Dia akan segera bosan denganmu dan membuangmu! Sama seperti Will! Lihat saja nanti!"

Sudut mulut Lilia berkedut saat Sara menyebut nama William. Dia sudah melupakan pria itu dan tidak ingin dikaitkan lagi dengannya.

"Kalau kamu punya waktu untuk mempedulikan urusanku, apa ini artinya kamu sudah berhasil mengatasi dampak dari insiden kecelakaan itu?" Suara Lilia terdengar sinis dan malas, menunjukkan kalau dia tidak ingin berurusan dengan Sara.

"Beraninya kamu…!" Sara teringat semua ejekan dan hujatan yang diterimanya lewat internet.

Semua ini terjadi karena Lilia Pangestu! Semakin sering Sara memikirkan insiden itu, makin besar kebenciannya terhadap Lilia.

Perdebatan di antara kedua wanita cantik itu menarik perhatian dari para tamu yang lain. Tatapan mereka terutama tertuju pada gaun sewarna langit malam yang dikenakan Lilia. Ditambah dengan postur tubuh Lilia yang sempurna, dia menarik mata setiap orang di sana.

Saat Sara kehabisan kata-kata untuk membalas Lilia, barulah dia sadar kalau mereka telah menjadi pusat perhatian. Dia merasa frustrasi melihat pandangan para tamu hanya tertuju pada Lilia.

"Aku tidak sabar menantikan hari dimana Jean Widjaya mencampakkanmu! Aku pasti akan ada di sana untuk melihat penampilanmu yang menyedihkan itu!" Sara berteriak marah.

Lilia hanya mengangguk dan tersenyum kalem. "Tentu saja, kehadiranmu akan kutunggu." Jawabnya tenang.

Sara mengibaskan rambut coklat kemerahannya dan pergi dengan gusar. Lilia mengawasinya wanita itu menghilang di antara kerumunan orang sambil menyesap sampanye. Lilia berharap Sara sudah jera setelah rekaman di rumah sakit itu tersebar, tapi sepertinya wanita itu jauh lebih bodoh dari yang dia kira.

Setelah berdiri di pojok aula untuk waktu yang lama tanpa ada tanda-tanda kembalinya Jean, Lilia membuka teleponnya dan mengecek waktu.

"…Aku akan pesan taksi saja." Lilia bosan menjadi hiasan dinding dan dia tidak berani minum sampanye terlalu banyak.

Namun saat Lilia mencapai lobi hotel, seorang staf hotel menghampiri Lilia.

"Nona Lilia Pangestu? Presiden Jean meminta saya memberikan ini pada Anda." Pria itu menyodorkan sesuatu di atas nampan.

"Apa?" Lilia mengerutkan kening dan melihat selembar kartu di nampan itu.

Lilia mengambil kartu itu dan memeriksanya. Itu adalah kartu hotel untuk kamar 3086. Dia memiringkan kepala dengan bingung.