Chereads / Istri Supermodel (For Sale!) / Chapter 40 - Jangan Pernah Melakukan Ini Lagi

Chapter 40 - Jangan Pernah Melakukan Ini Lagi

Di lantai teratas hotel itu, terdapat kamar royal suite yang dipesan atas nama Jean Widjaya.

Jean memasuki ruang tamu kamar itu sambil setengah menggendong Lilia. Jas hitam Jean membalut tubuh Lilia, menutupi gaunnya yang terkoyak. Dia mendudukkan wanita itu di salah satu sofa dan mengambil kotak obat. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Jean mulai mengoleskan obat pada memar di pipi dan tubuh Lilia akibat pergulatannya dengan Peter.

Keheningan di antara keduanya membuat Lilia merasa semakin bersalah. Dia menghindari tatapan Jean dengan memandang ke sekeliling kamar.

Dekorasi di kamar royal suite itu terlihat minimalis tapi memberi kesan mewah. Karpet Persia yang tebal dan lembut terhampar menutupi lantai. Kamar yang terbagi menjadi beberapa ruangan berbeda seperti ruang tamu, dapur, dan kamar tidur itu terasa terlalu luas untuk ditinggali seorang diri.

"…kenapa kamu pergi ke kamar itu?" Suara Jean yang datar tidak dapat menyembunyikan amarah di baliknya.

Lilia menggigit bibirnya dan menjawab dengan suara kecil, "Aku hanya ingin memastikan apakah itu benar-benar jebakan atau bukan. Aku sudah berusaha meneleponmu berulang kali, tapi kamu tidak mengangkatnya…"

Mendengar itu, Jean hanya bisa menghela nafas. Dia harus mengakui kalau dia juga bersalah atas kejadian ini. Setelah menemui walikota, dia terlibat pembicaraan panjang dengan salah seorang kliennya. Lima belas menit sudah berlalu saat Jean akhirnya membaca pesan dari Lilia.

"Kamu juga bisa memberitahu Tom dan lainnya. Aku sudah menyuruh mereka untuk menjagamu, tapi lihat apa hasilnya…mereka benar-benar tidak bisa diandalkan." Omelan Jean berubah menjadi gerutuan tentang para sahabatnya.

Lilia makin menciut saat Jean menyalahkan mereka. "…maaf." Gumamnya dengan kepala tertunduk.

Jean selesai mengobati Lilia dan mengembalikan kotak obat itu. Dia menghampiri Lilia dan berhenti di depannya, kedua tangannya bersedekap.

Lilia perlahan mengangkat wajah dan bertemu pandang dengan Jean. Dia kembali merasakan fakta kalau Jean sangat tinggi saat lehernya mulai terasa pegal. Tanpa jas hitamnya, kemeja biru gelap yang dikenakan pria itu menonjolkan dadanya yang bidang dan bentuk tubuhnya yang atletis.

Tiba-tiba Jean mencondongkan tubuh ke arah Lilia. Kedua tangan Jean bertopang di lengan sofa, memerangkap Lilia di antara lengannya. Wanita itu otomatis beringsut mundur saat wajah tampan Jean mendekatinya. Lilia memandang berkeliling dengan panik, tapi pria itu telah menghalangi semua jalan kaburnya.

"Apa yang akan kamu lakukan kalau aku tidak datang tepat waktu?" Lilia bisa mendengar suara Jean bergetar saat mengatakan itu.

Tenggorokan Lilia tercekat. Dia tidak benar-benar memikirkan kemungkinan itu. Lilia hanya berpikir kalau semua akan baik-baik saja selama dia tidak masuk ke kamar itu. Lilia teringat ketakutan dan keputusasaan yang dirasakannya saat pegangannya terlepas dari pintu kamar. Tubuhnya gemetar hebat saat membayangkan apa yang akan diperbuat Peter terhadapnya. Jika Jean tidak muncul pada saat itu…

Setelah Peter selesai dengannya, Lilia mungkin harus dirawat di rumah sakit, dan segala kerja kerasnya selama ini menjadi sia-sia. Baik reputasinya, karirnya, maupun hidupnya akan hancur berantakan. Keluarganya yang tanpa belas kasihan itu tidak akan mengakuinya sebagai putri mereka lagi.

Seperti kata Peter—Lilia lebih memilih mati daripada hidup seperti itu.

Jean melihat tubuh Lilia gemetar hebat dan ketakutan mewarnai matanya. Pria itu menghela napas dan semua amarahnya menghilang. Dengan lembut Jean memeluk tubuh Lilia sambil mengelus-elus punggungnya.

Setelah beberapa saat, kepanikan Lilia mereda dan tubuhnya berhenti gemetar.

"…maaf aku tidak datang lebih cepat." Gumam Jean pelan, tapi Lilia bisa mendengar kata-katanya.

Mata Lilia melebar. Jadi bahkan pria angkuh dan dingin ini pun bisa meminta maaf seperti orang normal…

Dia menggeleng. "Aku tahu kamu pasti datang." Ucap Lilia lembut. "Aku mungkin baru mengenalmu, tapi aku tahu itu."

Lilia bisa merasakan tubuh Jean menjadi kaku karena terkejut. Bahkan Lilia sendiri tidak tahu sejak kapan kepercayaannya pada Jean sebesar ini. Mungkin sejak Jean memihak Lilia saat makan malam itu? Atau mungkin sejak percakapan mereka di taman hotel malam ini?

Saat Lilia tenggelam dalam pikirannya, Jean pun pulih dari kekagetannya. Dia melepaskan pelukannya dan menatap wanita itu selama beberapa detik. Mendengar kepercayaan Lilia kepadanya, rasa cinta Jean terhadap wanita pemberani ini semakin meluap-luap. Tapi dia tidak berani membiarkan emosi itu muncul di wajahnya. Jika Lilia tahu seberapa dalam cinta Jean terhadapnya...wanita itu akan melarikan diri darinya.

Jean tidak sudi membiarkan Lilia terlepas dari genggamannya lagi.

Dia memegang dagu Lilia dan mengangkatnya agar pandangan mereka bertemu. "Jangan pernah melakukan ini lagi, paham?" Tanya Jean tegas sambil mengusap-usap kulitnya yang mulus.

Suara berat Jean yang seksi dan sentuhan tangannya yang lembut membuat wajah Lilia berubah semerah tomat. Selama sesaat, dia lupa caranya berbicara dan hanya bisa mengangguk tanpa suara.

"Bagus." Jean tersenyum lembut, jarinya terus mengelus wajah Lilia.

Jantung Lilia berdebar semakin kencang saat wajah Jean semakin mendekatinya. Tatapan mereka terkunci, dan Lilia bisa melihat wajahnya terpantul di mata biru pria itu.

Waktu seolah melambat saat Lilia menutup mata dan membiarkan Jean menciumnya.

Namun sekali lagi mereka diinterupsi oleh orang yang sama.

Saat bibir Jean hanya berjarak setengah inci dari Lilia, pintu royal suite itu terbuka dan Tom menghambur masuk.

"Bro, bajingan itu sudah menceritakan semuanya!"

Tom segera menyesali kebodohannya saat tatapan tajam Jean terarah padanya. Jika tatapan bisa membunuh, Tom pasti sudah tercincang habis saat ini.