"Sebenarnya ada apa, Melvin?? Apa yang sedang Kau sembunyikan?? Apa ini ada kaitannya dengan kejadian beberapa tahun yang lalu?" tanya Vian penasaran.
Gadis itu yang awalnya berdiri kini ikut duduk disebelah Melvin. Menuntut penjelasan dari kata-kata yang tidak sempat dituntaskannya.
Melvin bergeming. Pria itu menundukkan wajahnya, dia kebingungan harus menjawab apa.
"Melvin!" Vian terus saja mendesak agar saudaranya mau menjawab.
Pria itu menghela napas panjang lalu mengangguk sebagai jawabannya.
"Ya. Itu juga salah satunya."
Vian mengernyit, "Tunggu dulu, apa maksudmu 'salah satunya' . Apa perusahaan keluarga kita selalu mendapat teror dari orang yang sama. Apa papah sudah tahu tentang masalah ini?. Lalu kenapa kau tidak pernah cerita apapun padaku," tanya Vian.
Melvin kembali bergeming.
"Sebenarnya ada masalah apa di keluarga kalian?" Kania bingung.
"Seperti yang Aku bilang tadi, ini bukan masalah yang harus dibesar-besarkan." Melvin tersenyum menatap gadisnya.
"Oh.. iya, tadi Aku bawa brownies untuk kalian." Kata Melvin mencoba mengalihkan topik. Pria itu berdiri dan mengambil Kue coklat itu.
Melvin kembali duduk, "Cobalah, ini menu spesial dari restoranku," ungkapnya sambil membuka bungkusan yang tadi sempat dibawanya.
Kania menyipitkan matanya. Gadis itu berkata, "Melvin, kau belum menjawab pertanyaan Vian tadi! Siapa orang itu, mungkin aku bisa membantumu."
Melvin menghela napas pelan, "Kalian sungguh ingin tahu."
Kedua gadis itu mengangguk dengan mantap.
_He ... he ..._ Seringai jahilnya muncul kembali. Tuan muda Adipati itu menaruh jari telunjuknya di pipi nya, mengisyaratkan sesuatu. Dia meminta satu kecupan dari Kania.
Kania dan Vian membelalak. "Dasar mesum!!" teriak kedua gadis itu. Mereka memukul-mukul Melvin menggunakan bantal, pun guling yang berada di kamar itu.
"Mati saja kau, Melvin. Dasar Chef mesum!!" pekik Kania berapi-api.
Pria itu tertawa sembari menahan serangan para gadis menggunakan kedua tangannya.
"Ha .. ha .. ha ... kalau aku mati sekarang, bagaimana nanti nasibmu? Apa kau tidak merasa kesepian bila aku nanti tidak ada?" gurau Melvin.
"Hidup ku jauh lebih tenteram bila kau tidak ada didunia ini!!"
Kedua gadis itu menghentikan serangannya dengan wajah kesal. Sedangkan Melvin tersenyum geli menahan tawanya.
_syukurlah mereka teralihkan dari masalah tadi_ Katanya dalam hati.
Melvin melirik kedua gadis itu bergantian. Wajah mereka memerah menahan amarah, dan Melvin tahu itu. Tapi bukan Melvin namanya jika tidak usil.
"Vian, kenapa wajah mu memerah? Aku hanya menggoda Kania bukan kau. Jangan-jangan isi kepalamu itu sedang membayangkan yang tidak-tidak?" ucap Melvin menggoda.
Vian mendelik, dia berkata, "Wajahku memerah karena malu. Malu karena bisa mempunyai saudara kembar seperti dirimu!"
"Aku heran?? Dari mana kau bisa dapat sifat agresif seperti itu. Sedangkan yang aku tahu papah, mamah tidak mempunyai sifat seperti dirimu!" ujar Vian.
"Ah ... memangnya kau tahu bagaimana papah muda dulu? Mungkin saja dia lebih agresif dari pada aku. Karena ada pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Atau jangan-jangan ... mamah yang agresif sewaktu muda dulu?" kata Melvin, mencoba menerka-nerka.
"Aku adukan ke papah, mamah!"
"Dasar cepu!" Melvin membelalak saat Vian menaruh ponselnya di telinga, dia melakukan panggilan telepon, "heh..!! Siapa yang kau telpon!!" ucap Melvin panik.
"Mamah," dengan santainya Vian menjawab.
Dengan cepat pria itu mengambil ponsel milik Vian. Benar saja ponsel gadis itu sedang menghubungi nomor mamahnya. Dengan segera ia memutus panggilan tersebut.
"Melvin kembalikan ponselku!!" teriak Vian sambil mencoba mengambil ponselnya.
Dan perdebatan kedua saudara itu berlanjut dengan drama saling ejek. Kania yang melihat interaksi kakak beradik itu hanya bisa tersenyum dalam hati.
Sejujurnya, gadis itu sedikit iri pada Melvin dan Vian. Walau mereka tidak pernah akur, bukan berarti mereka saling membenci. Justru itulah cara mereka saling peduli. Kritikan-kritikan pedas yang terlontar dari mulut mereka sejatinya karena mereka ingin saling melindungi satu sama lain.
Sesuatu yang tidak dapat Kania rasakan sejak kecil karena dia anak tunggal. Pernah suatu hari, Kania kecil bertanya pada bunda. Kenapa Kania tidak mempunyai kakak atau adik. Namun bukannya menjawab, sang bunda hanya tersenyum sambil mengelus rambut hitamnya.
Sampai sekarang dia pun belum mengetahui apa makna dari senyum bundanya waktu itu.
"Resek banget sih jadi orang. Pergi sana!!" Kata Vian dengan suara meninggi. Kania langsung terhenyak dari lamunannya.
Melvin mendengus kesal. Pria itu melirik gadis galaknya, tatapan mereka pun bertemu. Sorot mata sendu terpancar dari manik coklat terangnya. Dan Melvin tahu kalau gadis galaknya sedang memikirkan sesuatu.
"Ada apa, Kania? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Melvin tulus.
"Tentu saja dia terganggu, dan itu semua karena kehadiranmu, Melvin!" Kata Vian mengejek.
Melvin meliriknya dengan malas, "Dasar cerewet!! Tutup mulutmu!" Melvin menghardik.
Vian mencibir. Gadis itu memakan brownies yang dibawa Melvin tadi.
"Kau, bisa cerita padaku kalau mau."
"Ah ... tidak. Aku tidak memikirkan apapun. Hanya saja, melihat kebersamaan kalian seperti tadi aku sedikit iri. Karena aku anak tunggal jadi aku tidak bisa merasakan seperti yang kalian rasakan," kata Kania jujur.
"Kalau aku malah iri sama kamu, Ka. Punya kembaran kayak dia," Vian menunjuk Melvin dengan dagunya, "Cuma bikin emosi jiwa."
"Beginilah ciri-ciri manusia yang tidak pernah bersyukur!" ejek Melvin tak mau kalah. Dan drama saling ejek pun terjadi lagi.
"Kania, aku pamit pulang ya. Gara-gara ada anak cerewet ini, kita tidak bisa kencan dengan romantis." Ucap Melvin.
"Memangnya siapa yang mau kencan sama kamu, gak usah ke-GR-an, ya. Kalaupun Vian tidak ada disini, aku juga tidak akan mau kencan denganmu!" Melvin menganga mendengar jawaban gadis galaknya.
"Pfftt... hahahaha" Vian terbahak dengan sadisnya.
Pria itu menghela napas kasar. Dia bergegas pergi dari tengah-tengah gadis itu. Namun baru beberapa langkah seringai jahilnya terbit kembali.
'CUP'
Satu kecupan mendarat tepat dikening Kania. Melvin segera berlari dari kamar gadis itu guna menghindari amukannya. Sampai beberapa langkah ia mendengar teriakan.
"MELVIN!!! AWAS KAU. AKAN KU BALAS NANTI!!"
Pria itu tersenyum geli selama perjalanan pulangnya. Membayangkan wajah memerah gadisnya yang sangat menggemaskan.
**********