Max memacu kecepatan mobilnya. Dia sedang mengantar lia pulang malam ini. Pria itu mengangkat tangan dan menyeka rambut lia yang tertiup angin malam, ya mobil itu sengaja di buka, hingga mereka bisa leluasa menikmati suasana malam. Lia tersenyum tipis mendapat perlakuan lembut max.
"Apa kau pernah jatuh cinta?" tanya max kemudian. Lia menaikkan alis dan menjawab dengan gerakan bahu.
"Entahlah."
"Apa belum pernah?" max penasaran.
"Entahlah, aku tak begitu yakin. Aku terlalu sibuk dengan kehidupanku, hingga tak memikirkan masalah cinta" pria itu tersenyum lalu menepikan mobil hingga lia protes.
"Kenapa berhenti?" max tak mendengarkan ucapan lia, dia membuka pintu nya, berjalan cepat dan membuka pintu lia, gadis itu mengerutkan dahi tak mengerti "kau mau apa max?" pria itu hanya menoleh dan tersenyum sambil menarik pergelangan tangan lia.
"Bohong!" ujarnya.
Lia semakin bingung. Max meraih pinggang ramping lia dan menaikkan gadis itu ke atas cap mobil, gadis itu pasrah saja sambil membuat wajah heran. Dia mau apa sih!
Max menatap wajah lia. Dia tersenyum dengan sorot lampu mobil yang terang ke depan sana.
"Katakan kau tak tertarik padaku?" tanya max. Lia menaikkan alis.
"Ayo katakan saja, aku bukan apa apa untukmu!" ujar max lagi dengan sorot mata masih lekat pada wajah lia. Gadis itu memutar bola mata, dia mengangkat kedua tangan, dia tak mengerti mendapati tingkah absurd pria tampan yang menggoda ini.
"Ya.." jawab lia dengan nada tak yakin.
"Apa aku tampan?"
"Ayolah max!"
"Apa kau tak tertarik denganku?"
"Hey!"
"Ayolah lia, aku serius!" lia berusaha menghindari kalimat manis max tapi sikapnya itu tak mencerminkan ucapannya, gadis itu salah tingkah bahkan tak berani membalas tatapan max.
"Jadilah kekasihku"
"Maxx.."
"Aku serius, aku ingin mencobanya!"
"Hey, kau pikir kita apa. Kita bahkan tak begitu mengenal!" sanggah lia. Dia tak tertarik dengan status tapi pria di depannya ini. Lia menenggerkan kedua tangannya ke bahu max.
"Katakan padaku, apa kau menginginkan semua itu, hingga kau terus memintaku menjadi kekasihmu?" max menggeleng dan tertawa kecil.
"Bahkan malam dan jalan panjang ini jadi saksi. Tidak seperti itu lia. Aku bukan pria gatal. Aku hanya ingin menjalin hubungan denganmu. Bisakah kita mencobanya?" mata lia berputar cepat, dia tersenyum dan berpikir.
"Mau?" ulang max mencari jawaban di wajah lia.
"Ayolah max, ini ohio, setengah gadis ohio tak akan menolak jika kau ajak tidur!"
"Sudah kubilang bukan itu!"
"Ayolah, kau tak bisa berbohong"
"Aku tak berbohong saat ini" lia memainkan bibirnya, dia menatap serius wajah max kali ini. Berkali kali dia menyanggah pria ini tetap saja memaksa untuk percaya.
"Max, aku hanya gadis biasa. Bekerja pada mini market dan apapun yang menghasilkan uang."
"Bukankah itu bagus?" Lia memberi raut wajah seakan berkata, ayolah max, kita berbeda.
"Aku tidak bisa max. Hubungan kita tak akan berhasil" max menggeleng tak percaya. Itu bukan batasan.
"Apa kau harus jadi kaya dan aku jadi miskin agar kita bisa bersama?"
"Mungkin. Lagipula aku tak yakin dengan perasaanmu, sama seperti aku yang tak yakin dengan perasaanku" max terdiam tak menjawab. Ternyata membuat gadis percaya tak semua itu.
"Lia, lalu apa aku menurutmu?" lia berpikir cepat.
"Kenalan!"
"Hanya Sebatas itu?"
"Ya, bisa jadi!"
"Apa kenalan bis menciummu?" max mendaratkan bibirnya dengan cepat di atas bibir lia. Membuat gadis iru pasrah saja.
"Apa kenalanmu, mereka bebas memelukmu?"
"Ayolah max."
"Jawabanmu menyakitkan ku!" gusar max. "Kau sudah membuat aku nekad malam ini. Kau membuat aku berbohong pada ibuku, kau membuat aku enggan mengantarmu pulang. Lia, aku masih ingin bersama denganmu!" ujar max jujur dengan Perasaannya. Entah kenapa bagi max, lia gadis yang dia inginkan.
"Aku masih di sini denganmu malam ini." ujar lia menunjuk dirinya dan max, mereka bahkan sangat dekat saat ini.
"Apa mobil lebih baik daripada mini market?" tanya max dengan binar mata penuh harap. Lia tertawa kecil. Persis dugaannya.
"Hahah, aku sudah paham dari gelagatmu. Kau begitu menginginkan diriku kan!"
"Ya! Bolehkah?" tanya max jujur dan penuh harapan. lia berpikir sejenak. Lalu wajahnya merona. Dia tak bisa bilang iya karena malu, tapi juga tak bisa bilang tidak, dia juga tak menginginkan malam ini berlalu begitu saja.
Max kembali menggendong tubuh lia. Dia membawa masuk gadis itu ke jok penumpang. Lia mengangkat kedua tangan pasrah. Dia menerima serangan cepat bibir max yang melahap bibirnya dengan cepat dan sedikit beringas. Dia sudah sejak tadi menahan diri. Oh bukan, bahkan sejak pesta dulu.
Kali kedua jaket terlepas dari tubuh lia, max menekan tombol sunroof dan tertutup sempurna.
Pria itu melucuti helai demi helai benang pada tubuh lia, menyusul dirinya sendiri yang ikut polos, dia mengatur jok agar lebih nyaman. Kali ini lia mulai menikmati gerakan mendesak max. Gadis itu meraih kepala max dan mendaratkan balasan dengan bibirnya. Matanya yang sayu entah karena lelah atau yang lainnya.
"Ini pertama untukku, bisa kau sedikit hati hati" max membalas tatapan lia, dia mengangguk perlahan. Pria itu mendorong rebah perlahan tubuh lia, hingga max bisa memasangkan karet pada senjatanya. Ya, dia sempat mengambil pengaman di mini market tadi. Untuk kapanpun, dia akan menggunakannya, dan ternyata tak menunggu waktu, max memulai percobaan pertamanya dengan lia.
"Aku rasa ini cukup sulit" lia mengangkat bahu mendengar kalimat max. Pria itu kesulitan.mengatur posisi karena ruang sempit dan posisi duduk lia. Untuk orang yang tak berpengalaman mobil bukanlah tempat rekomendasi yang baik.
Lia mendaratkan kecupan sekali lagi. Dia memeluk tubuh panas max.
"Sepertinya tidak malam ini" lirih lia, max mengangguk lemah. Dia meraih pakaian dan menutupi tubuh lia, dia juga kembali menaikkan celana dan duduk di sebelah lia.
"Konyol" ujarnya lirih. Lia melirik sesaat lalu tersenyum tipis.
"Tidak apa, kita akan mencoba lagi" max segera menoleh. Dia tak Percaya.
"Apa kau yakin?" lia mengangguk tanpa ragu. Pria itu tersenyum lebar dan mencubit gemas hidung lia. Max kau menjadi orang lain saat bersama gadis itu.
***
Suara mobil ambulan menggema sepanjang lorong sempit gang menuju rumah padat penduduk. Beberapa orang sudah berkumpul dan bergumul. Tenaga medis segera turun dengan tandu menembus kerumunan orang orang.
"Tolong dok, tolong. Anak dan keponakannya tak ada di rumah…" tetangga yang juga pemilik banyak kontrakan terlihat cemas, dia menuntun tenaga medis memasuki rumah ibu Lexi.
"Apa ada wali nya disini? Seseorang yang bisa ikut?" tetangga kontrakan menunjuk dirinya.
"Tetanggaku yang malang, biar aku yang mengantar ke rumah sakit. Dia hanya hidup dengan dua pemuda pemudi. Mereka bahkan tak ada yang mengangkat panggilan teleponku!" lirih tetangga dengan wajah cemas.
"Baik, silahkan ikut kami!"
----
Malam ini begitu aneh. Seperti janji lia pada max, seperti penyesalan Lexi untuk ibunya. Seperti rahasia yang selama ini di simpan bibi..