Carolina yang merasa bahwa tidak ada yang mengikutinya dari belakang, berbalik, dan melihat Ethan yang masih berada di tempat tadi.
"Ngapain lo masih di situ? Ayo sini!" teriaknya.
Ibu ibu tadi yang masih menceramahi Ethan karena Ethan masih ngotot tidak bersalah, menoleh ketika mendengar suara wanita tadi, dia menoleh kembali ke Ethan dan berkata,
"Sana pacarmu sudah tungguin! Jangan selingkuh lagi, ya!" ucap ibu itu menasehatinya lagi.
"Sudah kubilang aku gak salah! Kalau begitu aku pergi dulu, ya," balas Ethan dengan sopan kemudian langsung meninggalkan ibu itu dan berjalan menghampiri Carolina.
Carolina yang melihat bahwa Ethan sedang berjalan ke arahnya, berbalik dan melangkahkan kakinya lagi.
"Wanita ini!" batin Ethan kemudian mempercepat langkah kakinya agar bisa sejajar lagi dengan Carolina.
"Kenapa kamu gak tungguin aku?" tanya Ethan setelah berada di sisi Carolina. Carolina menoleh kesampingnya untuk menatap pria itu.
"Iya iya! Kamu gak bilang bakal tungguin aku!" ucap Ethan lagi sebelum Carolina membuka mulutnya.
"Itu ngerti! Kenapa lo nanya lagi? Dasar aneh!" ucap Carolina membuat Ethan hanya menatapnya dengan tidak percaya.
"Siapa sebenarnya yang aneh?" pikir Ethan yang hanya mengucapkan itu di dalam hatinya dan tak berani untuk mengatakannya.
Tak lama kemudian, Ethan dan Carolina akhirnya sampai di bangsal khusus untuk kamar VIP A, setelah bertanya pada suster yang berjaga di situ, mereka akhirnya masuk ke dalam kamar Yuda.
Kamar itu luas, terdapat AC, sofa, kulkas dan kamar mandi di dalamnya. Jauh lebih baik dari ruangan sebelumnya.
Melihat ada yang memasuki kamarnya, Yuda yang masih menggunakan mesin Ventilator melirik ke arah pintu dan menatap mereka dengan heran.
"Halo pak Yuda," sapa Carolina ketika tatapan matanya bertemu dengan pria itu. Sementara Ethan mulai membuka kacamata hitamnya, topi dan jas yang dia kenakan dan pergi dibawah AC.
Carolina hanya melirik Ethan yang sedang mengademkan dirinya.
Yuda yang hendak mengambil posisi duduk, langsung segera dihentikan oleh Carolina, "Gak apa-apa pak Yuda, bapak bisa sambil tiduran aja,"
"Oh ya, kenalin aku Carolina, anak magang di perusahaan NamTech, aku di tempatkan di tim pak Andi," ucap Carolina memperkenalkan dirinya.
"Terus pria berambut merah di sana itu pak Ethan, CEO sementara perusahaan NamTech," ucap Carolina memperkenalkan Ethan.
"Halo pak, maaf ya aku masih kepanasan, ini gerah karena tadi harus mengejar seseorang," ucap Ethan melirik ke arah Carolina.
Carolina membalas menatapnya dan Ethan langsung segera mengalihkan tatapannya sekali lagi.
Carolina hanya mendengus sebelum akhirnya kembali menatap Yuda.
"Pak Yuda bisa dengerin suara aku, kan?" tanya Carolina ingin memastikan. Carolina kemudian mencoba melihat Yuda menggerakkan kepalanya untuk mengangguk.
"Kalau begitu kita tunggu pak Andi datang kemari, ya! Saat ini pak Andi sedang mengurusi administrasi rumah sakit pak Yuda," ucap Carolina lagi, dia lagi-lagi melihat Yuda menggerakkan kepalanya untuk mengangguk.
Carolina sekali lagi mencoba melihat kamar itu, seperti dugaannya, tidak ada laptop yang berada di situ. Dia tiba-tiba menjadi curiga Andi sengaja mengajaknya itu hanyalah sebuah alasan agar mereka bisa ngobrol berdua dan Andi bisa mengajaknya untuk menonton film.
"Jangan-jangan dia mulai suka sama gue? Yah, akhir-akhir ini dia emang bersikap baik sih, gue juga cans gini, wajar sih kalau dia akhirnya terpesona sama gue!" pikir Carolina mengambil kesimpulan, tatapan matanya tiba-tiba melihat ke arah Ethan.
"Jangan-jangan si apel merah bodoh itu juga mulai suka sama gue? Dia tiba-tiba datang mencari gue, menyuruh gue ke ruangannya, suka ingin jalan sama-sama. Duh… susah emang jadi orang cantik," pikir Carolina lagi sambil tersenyum.
"Kamu kenapa?" tanya Ethan, khawatir karena tiba-tiba Carolina mulai senyum senyum sendiri ketika menatapnya.
"Ah, gak, gak apa-apa," jawab Carolina kemudian berjalan menuju ke arah sofa.
Ethan menatapnya dengan heran sebelum akhirnya dia melihat kembali dirinya saat ini.
Wajah berkeringat, memakai kemeja putih slim fit dengan dasi.
"Apa jangan-jangan wanita itu terpesona sama aku? Hehe, lihat wanita ini! Selalu bersikap kasar tapi tak bisa menyembunyikan perasaannya yang terpesona sama aku!" pikir Ethan sambil senyum senyum sendiri. Dia pernah membaca di sebuah majalah bahwa wanita menyukai pria yang memakai kemeja polos berwarna putih.
Apalagi saat ini dia sedang memakai kemeja slim fit, tubuhnya yang fit karena sering berolahraga membuat pesonanya semakin bertambah!
"Kenapa lo senyum senyum kayak orang yang kesambet?" tanya Carolina ketika melihat Ethan yang mulai senyum senyum sendiri.
"Apakah maksudnya: Jangan senyum-senyum dong. Nanti aku makin terpesona," pikir Ethan yang mendengar pertanyaan Carolina. Ethan kemudian mengeluarkan senyum menawan yang dia latih ketika bertemu dengan para fansnya sewaktu dia masih menjadi idol.
Fans-fansnya selalu histeris ketika dia tersenyum seperti itu.
Melihat Ethan yang tidak membalas dan masih tersenyum padanya, Carolina hanya menatapnya seperti orang aneh, kemudian mengeluarkan handphonenya untuk membaca manga lagi.
"Lihat dirinya! Pura-pura untuk tidak tertarik! Sudah kuduga dia memainkan trik tarik ulur denganku!" pikir Ethan ketika melihat Carolina mengabaikannya.
"Oh ya, apa hotel A dekat dari sini?" tanya Ethan berjalan menghampiri Carolina untuk duduk di sofa itu.
"Lumayan," balas Carolina tanpa mengalihkan pandangannya dari handphone miliknya.
"Seberapa jauh?" tanya Ethan lagi.
"Lo kenal yang namanya GPS atau Maps, kan? Atau jangan-jangan lo jadi CEO perusahaan IT hanya karena itu perusahaan orang tua lo? Padahal lo sebenernya gak paham sama sekali akan teknologi?" tanya Carolina dengan sinis tanpa melihat ke arah Ethan, manga yang dia baca saat ini lagi seru-serunya tapi si apel merah itu malah menganggu dirinya yang sedang membaca.
"..."
Mendengar tidak ada jawaban dari Ethan, "Apa tadi gue keterlaluan, ya?" pikir Carolina kemudian melirik ke arah Ethan yang hanya diam saja sambil memandangnya.
"Ah, maaf, apa tadi gue kelewatan ngomongnya?" tanya Carolina khawatir sudah melewati batas. Dia sudah merasa dekat dengan Ethan jadi dia hanya mengucapkan apa yang dia pikirkan begitu saja tanpa memikirkannya sekali lagi.
Ethan menggeleng, "Nggak kok, yang kamu katakan memang benar. Aku jadi CEO sementara hanya karena itu perusahaan orang tuaku dan kakak perempuanku sedang sibuk jadi akhirnya aku yang mendapatkan pekerjaan itu. Seperti katamu, aku juga tidak terlalu paham sama teknologi, tidak seperti kamu,"
Carolina tiba-tiba merasa bersalah karena sepertinya dia memang sudah melewati batas, "Lalu bagaimana dengan GPS dan Maps?" tanyanya mencoba untuk bercanda karena Ethan tadi tidak membahas hal tersebut.
Jangan-jangan dia juga gak tahu apa itu GPS dan Maps?
"Te-Tentu saja aku tahu apa itu GPS dan Maps! Ini kan?" ucap Ethan, mengeluarkan handphonenya dan mencari aplikasi tersebut.
"Wah! Pak Ethan ternyata tahu apa itu GPS dan Maps! Pak Ethan benar-benar hebat deh!" ucap Carolina dengan nada bicara yang dibuat bersemangat, dia bahkan menunjukkan senyumannya.
Suasana hati Ethan sedikit membaik ketika mendengar hal itu, "Tentu saja! Aku memang hebat!" jawabnya.
Carolina sedikit terkejut mendengar respon Ethan, "Apa ini? Apa dia anak kecil?" pikir Carolina.
"Yaudah ayo sekarang kita coba lihat berapa lama dari sini untuk ke hotel A," ucap Carolina yang langsung mengalihkan topik pembicaraannya. Dia duduk mendekat agar bisa melihat layar handphone yang dipegang oleh pria itu.
Ethan mengangguk dan mulai memasukkan nama hotel A di pencarian. Tak lama kemudian rute perjalanannya muncul sekaligus estimasi berapa lama mereka akan sampai.
"Hmm… 30 menit, sekarang jam berapa?" tanya Carolina yang lagi-lagi mencoba melihat layar di handphonenya
"11:20," jawab Ethan.
"Kalau begitu kita tunggu pak Andi datang dulu baru kita pergi," ucap Carolina akhirnya, Ethan mengangguk.
Melihat suasana hati Ethan kembali membaik, Carolina menghembuskan nafasnya dengan lega.
"Untung saja dia dibujuknya gampang! Bagaimana jika tadi gue tidak langsung membujuknya dan dia marah? Bisa-bisanya dia gak jadi ngajak gue ke hotel A dan kesempatan gue untuk makan di sana menghilang! Sepertinya gue harus menjaga suasana hatinya sampai kami sampai ke sana," pikir Carolina lagi.
Sementara Ethan tidak lagi memikirkan kejadian yang tadi, dia memang sempat terdiam karena Carolina menyatakan sebuah fakta padanya, tapi sejujurnya dia tidak terlalu tersinggung karena itu adalah memang yang sebenarnya.
Dan karena perkataan wanita itu, Ethan kembali sadar bahwa posisinya saat ini adalah pemberian dan dia jauh dari kualifikasi, tapi dia berjanji akan berusaha lebih keras lagi untuk belajar mengenai teknologi dan bagaimana cara untuk memimpin perusahaan.
"Terima kasih, lagi-lagi aku berhutang padamu," pikirnya sambil menatap Carolina yang kembali sibuk menatap layar handphonenya.