"100 tanda tangan? Buat apa?" tanya Ethan bingung.
Carolina tersenyum dalam hati ketika mendengar pertanyaan Ethan, "Untung saja si apel merah ini bodoh, jadi dia gak bisa menebak ide bisnis yang gue pikirkan,"
"Gak usah banyak tanya! Pokoknya minggu depan harus ada ya! Lo tiap hari senin ada di kantor, kan?" tanya Carolina. Ethan mengangguk.
"Aku bisa sih kasi 100 tanda tangan tapi… itu terlalu banyak," ucap Ethan lagi. Jika dia hanya menandatangani 1 atau 2 tanda tangan sih, tak masalah.
Tapi wanita itu meminta 100 tanda tangan!
"Jadi lo mau narik ucapan lo yang tadi? Wah! Gue gak tau lo tipe pria yang begitu!" ucap Carolina dengan nada mengejek membuat Ethan sedikit tersinggung.
"Aku pria sejati kok! Tapi 100 tanda tangan itu terlalu banyak! Aku bisa memberikannya dengan 1 syarat!" ucap Ethan lagi. Dia tidak tahu untuk apa wanita itu meminta 100 tanda tangannya, yang jelas jumlah itu terlalu banyak.
Mata Carolina menatapnya dengan tatapan curiga, sambil kembali menyilangkan kakinya, dia bertanya, "Apa syaratnya?"
"Kamu bisa bicara dan mendengarkan bahasa Mandarin, kan?" tanya Ethan, mencoba memastikan lagi. Dia sudah tahu bahwa wanita itu bisa menulis dan membaca bahasa Cina tradisional, tapi dia tidak tahu apakah wanita itu bisa bicara dan mendengarkan bahasa Mandarin.
Seperti bahasa inggris, kebanyakan orang memang bisa menulis dan membaca, tapi kemampuan berbicara dan mendengarkan belum tentu semahir menulis dan membaca.
"Kenapa lo tanya soal itu?" tanya Carolina yang masih curiga.
Ethan terdiam sebentar sebelum akhirnya berkata dengan jujur, "Aku nanti siang ada pertemuan dengan Qi Inc di hotel A dan aku ingin kamu menjadi juru bahasa untukku, jaga-jaga seandainya mereka tidak bisa berbicara bahasa inggris,"
Ethan awalnya tidak terpikirkan soal hal itu, tapi setelah melihat Carolina, dia tiba-tiba mengingat bahwa bisa saja mereka hanya berbicara menggunakan bahasa Mandarin, sementara Ethan sudah begitu lama tidak berbicara menggunakan bahasa Mandarin sehingga dia sedikit melupakannya.
"Hotel A? Nanti dapat makanan di hotel itu, gak?" tanya Carolina yang hanya mendengarkan nama hotel tersebut. Ethan mengangguk.
"Ok, deal!" Carolina langsung mengiyakan, dia mengetahui hotel A adalah hotel bintang 5 di Jakarta. Dia dulu berniat ingin me time di hotel tersebut tapi karena jaraknya tidak tidak begitu jauh dari kampusnya, bisa saja ada seseorang yang melihatnya dan mencurigainya sedang menunggu pelanggannya.
Memikirkan hal itu saja membuat Carolina bergedik!
Sementara untuk sebagai juru bahasa atau interpreter, dia belum pernah melakukannya tapi merasa dia bisa melakukannya, tapi nantinya dia akan memberitahukan si apel merah bodoh itu bahwa dia bukan juru bahasa tersumpah, jadi dia tidak bisa menerjemahkan jika ada sebuah dokumen yang memerlukan proses hukum di dalamnya.
Tapi Carolina akan berusaha untuk dapat makanan lebih dulu sebelum mengakui hal tersebut.
"Oke, nanti minggu depan aku akan menyiapkan 100 tanda tangan untukmu," jawab Ethan. Carolina mengangguk.
"Kalau begitu ayo kita pergi, Andi mungkin sudah menunggu kita," ucap Ethan yang langsung mengubah topik pembicaraan agar wanita itu tidak meminta bayaran lain.
Carolina yang sudah tidak sabar lagi ingin makan di hotel A, segera mengangguk.
"Nanti dapatnya makanan western atau indonesia, ya? Atau malah cina?" pikir Carolina.
Melihat Ethan dan Carolina yang keluar bersama dari ruangan itu, membuat Agung kembali berdiri dari tempat duduknya.
"Pak Ethan mau keluar lagi?" tanya Agung yang heran. Dia mengira Ethan akan keluar lagi setelah nanti jam 12 siang untuk pergi menghadiri pertemuannya.
"Iya, aku akan ke rumah sakit," jawab Ethan.
"Apa Ibu Wang masuk ke rumah sakit lagi?" tanya Agung. Mantan ceo sebelumnya itu memang lagi sakit, jadi Agung khawatir jika ibu Wang harus dibawa kembali ke rumah sakit.
"Ah tidak, bukan kok. Keadaan mama baik-baik saja. Sepertinya salah satu karyawan kita ada yang sakit dan aku berencana untuk menjenguknya sekalian mengurus administrasi rumah sakitnya. Biar image aku di mata yang lainnya jadi bagus," ucap Ethan yang sengaja mengucapkan kalimat terakhir sambil melirik Carolina.
Carolina yang merasa si apel merah itu sengaja menyindirnya, hanya bisa menatapnya dan menahan ekspresinya, "Awas aja lo nanti!" batin Carolina.
"Oh begitu, kalau ada apa-apa pak Ethan bisa menghubungi aku," jawab Agung akhirnya. Sebagai pemimpin baru, Ethan memang terlalu misterius. Ini kesempatan yang bagus baginya untuk membuat image bos yang baik agar dia bisa lebih dikenal oleh para karyawan lainnya.
Jadi Agung sama sekali tidak keberatan dengan apa yang akan dilakukan oleh Ethan. Kalaupun dia keberatan, dia hanya bisa memberikan saran kepada bos barunya itu. Keputusan terakhir tetap berada di tangan Ethan.
"Oh ya, aku lupa mengambil kacamata hitamku dan topiku. Kamu tunggu di sini, ya!" ucap Ethan lagi. Dia memang menyimpan alat penyamarannya di dalam tas yang dia bawa ke ruangannya
"Apakah jasku sebaiknya dipake atau tidak, ya?" pikir Ethan lagi yang masih memakai jasnya dan memikirkan apakah dia harus memakainya atau tidak.
"Pikirkan nanti pas udah di rumah sakit, deh," Ethan akhirnya mengambil keputusan dan langsung mengambil tas yang dia bawa.
Setelah keluar dari pintunya, Ethan tampak kebingungan karena di situ hanya ada Agung.
"Ke mana wanita itu?" pikir Ethan yang tidak melihat sosok wanita itu.
"Ada apa, pak Ethan?" tanya Agung yang melihat Ethan tampak kebingungan.
"Ke mana anak magang tadi?" tanya Ethan akhirnya karena tidak menemukan wanita itu.
"Dia sudah kembali turun, ada apa?" tanya Agung bingung.
"Wanita itu, benar-benar!" batin Ethan yang kesal karena lagi-lagi wanita itu mengabaikannya. Bukankah dia tadi sudah menyuruh wanita itu untuk menunggunya?
"Ah tidak kok. Kamu bisa kembali bekerja," ucap Ethan akhirnya kemudian kembali melangkahkan kakinya menuju ke arah lift.
Sebelum lift itu akhirnya terbuka, Ethan kembali memakai kacamata hitam miliknya dan topi
Sesampainya di lantai bawah, dia melihat Carolina dan Andi sedang duduk di kursi lobby sambil berbincang-bincang.
"Itu pak Ethannya udah datang," ucap Carolina sambil menunjuk ke arah Ethan. Andi yang melihatnya langsung berdiri dan berjalan ke luar dari kantor untuk menuju ke arah parkiran.
"Kenapa kamu gak menungguku?" bisik Ethan yang berlari menghampiri Carolina.
"Kapan gue bilang gue bakal nungguin lo?" bisik Carolina sengit.
Ethan hanya terdiam.
"Iya sih, dia gak bilang bakal nungguin aku," pikir Ethan lagi.
"Mau beli sesuatu lagi, neng Carol?" setelah keluar dari pintu, satpam yang berjaga di situ menyapa Carolina. Biasanya jam segini Carolina memang selalu di suruh untuk pergi ke BetaMart. Jadi satpam itu sudah terbiasa akan jadwal Carolina.
"Ah nggak kok pak. Ini mau keluar bareng pak Andi," tunjuk Carolina kepada Andi yang telah berada di depan, "sama pak Ethan," ucap Carolina menunjuk Ethan yang berada disampingnya.
"Oh begitu, karena ngefans sama pak Ethan sampe-sampe nempel terus, ya! Kasian pak Andinya jalan sendiri," goda satpam itu. Ethan hanya tersenyum geli ketika mendengarnya sementara Carolina hanya meng hehe kan satpam itu.
"Tapi kan kita akan pergi ke tempat yang sama. Tidak apa-apa kan untuk tungguin aku dan pergi sama-sama?" tanya Ethan lagi setelah cukup jauh dari satpam itu.
"Waktu gue berharga buat dihabiskan untuk bengong doang! Lo gak tau ya gue itu pemalu sama orang yang gak dikenal?" tanya Carolina gak nyambung.
"Maksudnya?" tanya Ethan bingung.
"Ya gue malu lah harus sama-sama dengan sekretaris lo itu," ucap Carolina.
"Oh berarti sama aku, kamu gak malu ya? Yah… kita sudah pernah, aw!" jerit Ethan tiba-tiba karena ada sebuah tangan yang tiba-tiba mencubit pinggangnya. Dia awalnya hanya berencana untuk menggoda wanita itu, tapi dia tidak menyangka wanita itu tiba-tiba mendekat ke arahnya dan mencubit pinggangnya.
"Ada apa pak Ethan?" tanya Andi yang membalikkan badannya untuk melihat ke arah Ethan yang sepertinya sedang kesakitan.
"Pak Ethan gak apa-apa?" tanya Carolina yang memasang wajah khawatir dan telah berdiri tak jauh darinya.
"Wanita ini…!" pikir Ethan sambil menatapnya. Carolina yang ditatap oleh Ethan hanya mengangkat dagunya seolah-olah menantangnya.
"Rasain lo!"
"A-Aku gak apa-apa kok!" balas Ethan akhirnya sambil memegang pinggang kirinya yang dicubit oleh Carolina.
"Sepertinya pak Ethan sedang kesakitan, pak Ethan yakin gak apa-apa? Mungkin maag pak Ethan sedang kambuh?" tanya Andi. Sebagai orang yang pekerjaannya sangat memakan waktu, Andi memang sering lupa makan sehingga memiliki penyakit maag. Jadi ketika melihat Ethan memegang bagian kiri tubuhnya, Ethan menduga Ethan juga memiliki penyakit maag.
"Iya, aku gak apa-apa," ucap Ethan lagi.
Andi hanya mengangguk kemudian menyalakan mobilnya dengan kunci mobilnya.
"Ayo, carol," ucapnya membukakan pintu penumpang pada mobilnya.
Ethan yang melihat bahwa Carolina akan segera memasuki mobil Andi, berkata,
"Kamu! Ikut denganku!" tunjuk Ethan lagi pada Carolina sambil menyalakan mobilnya.