Written by : Siska Friestiani
LoCC : 2014
Re-publish Web Novel : 5 November 2020
*Siskahaling*
Mario mengerjapkan matanya, membuka perlahan. Ia menatap jam yang ada di meja kerjanya. Sudah pukul delapan malam. Cukup lama ia tertidur rupanya.
"Aishhh"
Mario memijat pelipisnya yang masih terasa pusing. Tidur tadi rupanya tidak membuat sakit kepalanya menghilang.
Alyssa...
Satu nama yang kini terpikir di pikiran Mario. Dan seketika pertengkarannya dengan Alyssa tadi kembali berputar di kepalanya. Astaga! Bahkan ia meninggalkan Alyssa begitu saja.
Brengsek kau Mario, bagaimana jika terjadi sesuatu dengan Alyssa. Jangan lupakan Alyssa tengah mangandung anaknya saat ini.
Double Shittt!!!
Mario mendorong kursi kerjanya ke belakang. Membuka pintu dengan kasar bahkan tanpa menutup kembali pintu ruang kerjanya. Yang dipikirannya hanya Alyssa. Istrinya.
"Louis!!!" Teriak Mario ketika tidak menemukan Alyssa di kamar. Napasnya tak beraturan, tubuh pria itu sudah berkeringat. Kedua tangannya terkepal menahan getar tubuhnya.
"Saya disini Tuan" Louis datang tak lama kemudian.
Mario menyugar rambutnya. Mengambil napas, agar mendapatkan kembali suaranya.
"Dimana istriku?" tanya Mario dengan nada bergetar.
Sialan!!! Susah sekali ia mendapatkan kontrol tubuhnya.
"Nyonya di dapur, Tuan. Sedari tadi beliau menunggu anda untuk makan malam" jelas Louis membuat Mario semakin murka.
"Kenapa kau tidak membangunkan ku berengsek!" Bentak Mario lalu berlalu begitu saja tanpa memperdulikan Louis.
Mario dengan tergesa menuruni tangga memutar menuju lantai bawah. Berlari, tanpa perduli pijakan kakinya di tangga yang bisa saja membuat pria itu terjatuh nantinya.
Pria itu khawatir, sampai tingkat dimana ia tidak perduli apa pun lagi bagaimana keadaannya. Alyssa, istrinya itu, bahkan lebih penting dari apapun yang ia punya.
"Terima kasih, Tuhan" Mario menghela napas lega. Begitu ia sampai melihat Alyssa tertidur dengan tangan terlipat di meja makan. Mario menumpukan tangannya di kedua lututnya. Tubuhnya masih bergetar, tapi kelegaan memenuhi jiwanya.
Mario mendekat, berjongkok lalu menatap Alyssa yang tertidur dengan masih meninggalkan bekas basah air mata dan juga mata yang terlihat bengkak. Dan ini semua, wanitanya seperti ini karena dirinya.
Mario mengusap pipi Alyssa dengan lembut. Meraih tangan Alyssa dan menggenggamnya erat. Mario takut sekali jika Alyssa benar-benar pergi dari sisinya.
Tidak! Sudah sering ia katakan bukan bahkan Mario akan rela mengulangnya ribuan kali dan mengatakan Alyssa hanya miliknya. Miliknya! Tidak ada ia biarkan Jonathan atau pria manapun memiliki miliknya. Tidak akan!
Mario mengalihkan tatapannya ke meja makan dan melihat menu makan malam yang bahkan belum tersentuh sama sekali. Apa Alyssa menunggunya untuk makan malam? Dan itu berarti Alyssa-nya juga belum makan.
Sial! Kurang berengsek apa lagi dirinya jika sudah membuat Alyssa melewatkan makan malam hanya karena menunggunya yang tertidur di ruang kerja.
Mario menyelipkan tangan kanannya di kedua lutut Alyssa dan tangan kirinya di leher Alyssa. Dengan pelan tanpa ingin mengganggu tidur istrinya, Mario membopong Alyssa, membawa ke kamar mereka.
Mario merebahkan Alyssa dengan lembut seakan Alyssa adalah berlian yang begitu berharga dan tidak ia biarkan lecet sedikitpun. Setelahnya, Mario memilih untuk langsung berbaring disamping Alyssa. Menjadikan salah satu tangannya sebagai bantalan untuk Alyssa. Menggeser posisi tidur Alyssa agar semakin merapat ke arahnya lalu disandarkannya dengan nyaman Alyssa di dadanya. sedangkan Mario sendiri memilih menghirup dalam-dalam harum rambut Alyssa yang selama ini menjadi wangi favoritnya.
Dalam hati Mario mensyukuri Alyssa yang telah tertidur lebih dulu. Dengan begini ia masih bisa melewatkan malam dengan merengkuh guling hidup-nya. Begitu sangsi saat ia membayangkan Alyssa belum tidur sekarang. Ia tidak menjamin Alyssa masih mau menjadi guling hidup-nya atau tidak setelah pertengkaran tadi. Yang pasti ia akan semakin gila saat tidur tidak dengan guling kesayangannya.
@siskahaling
Sang surya telah kembali melaksanakan tugasnya. Menyinarkan cahaya hingga kesebuah kamar mewah melalui celah jendela yang gordennya sedikit terbuka. Tidak menghiraukan sang pemilik kamar yang kini tengah tergugu dengan bersandar di kepala ranjang.
Alyssa, wanita itu kini menangis saat menemukan ia terbangun sendiri tanpa seseorang disampingnya. Alyssa ingat betul jika semalam ia tertidur di meja makan saat menunggu Mario yang tidak juga keluar dari ruang kerja setelah pertengkaran sialan itu. Dan melihat ia terbangun dikamar ia yakin jika Mario yang memboponya dan membawanya ke kamar. Ada senyum di bibirnya saat mengetahui ternyata Mario masih peduli kepadanya.
Namun saat ia bangun tadi dan mengetahui Mario yang telah pergi ke kantor dari Margareth yang mengantarkan sarapan dan segelas susu untuknya, Alyssa semakin menangis, lihat! Bahkan Mario pergi ke kantor sebelum ia bangun dan tidak mau repot-repot lagi untuk membuatkan susu untuknnya.
Mario marah. Mario menghindarinya. Itu yang ada didalam fikiran Alyssa saat ini. Dan entah kenapa membayangkan itu membuat air matanya semakin deras mengalir di pipinya.
@siskahaling
Sivia bangun karena sengatan cahaya matahari yang mau tak mau membuka kedua matanya dari tidur nyenyaknya. Sivia mengerut heran merasakan sesuatu yang berat di perutnya. Ia melihat kearah perutnya yang terasa seperti tertindih. Menemukan sebuah tangan diatas perutnya.
Sivia tersenyum seketika ia menoleh menemukan Oliver tertidur pulas disampingnnya. Wajah pria-nya itu benar-benar seperti bayi jika sedang tertidur seperti ini. Tidak menunjukkan raut wajah mesum sedikitpun. Benar-benar menipu ketika pria-nya ini sedang terangun dan tertidur.
Pipi Sivia memerah begitu mengingat malam panas mereka tadi malam. Malam yang membuatnya melayang ketika kenikmatan itu begitu terasa mengobrak-abrik seluruh tubuhnya. Dan malam yang menjadi saksi ia telah memberikan mahkotanya kepada Oliver dengan suka rela.
Selama ini Sivia memang berhubugan dengan banyak pria. Namun sama sekali Sivia tidak melakukan hal lebih lainnya. Karena Sivia selalu menjaga mahkotanya untuk pria yang memang ia cintai.
Dan tadi malam Oliver benar-benar memberikan pengalaman yang indah. Ia bahkan tidak menyangka akan senikmat itu saat milik Oliver memenuhi miliknya. Menghujam dengan ritme cepat. Membuat Sivia kesulitan untuk bernafas. Sampai akhirnya malam itu mengantarkan dirinya dan Oliver kepada puncak kenikmatan yang membuat keduanya kehabisan tenaga dengan nafas terangah.
Sivia malu, ia benar-benar malu mengingat kejadian yang begitu nikmat tadi malam. Seberapa menjijikkannya ia meminta Oliver untuk semakin mempercepat ritme hujaman di dalam miliknya. Oh Tuhan! Oliver pasti akan menertawakannya setelah pria itu bangun nanti.
Tidak, tidak! Itu sangat memalukan!!
Ia merapatkan kembali wajahnya di dada Oliver. Menghirup aroma Oliver yang begitu memabukkan. Membuatnya betah berlama-lama di posisi seperti ini.
Apalagi di tambah dengan mendengar detakan jantung Oliver yang terdegar begitu merdu di telinganya. Okey! Ini sangat berlebihan.
"Jangan banyak bergerak sugar. Kau membuatnya terbangun" gumam Oliver terdengar serak dengan mata yang masih tertutup.
"Aku suka jika ia terbangun. Terlihat begitu gagah dan menantang" bisik Sivia sensual sembari mengeratkan pelukannya di tubuh Oliver.
Oliver tersenyum melihat kelakuan Sivia. Terlihat begitu berbeda dengan Sivia yang tadi malam yang bahkan agak malu-malu begitu tak percaya diri dengan tubuh indahnya sendiri. Dan demi Tuhan! Sivia saja yang tidak menyadari betapa indahnya tubuhnya itu. Ditambah rasa bangga Oliver saat mengetahui ia yang pertama kali memasuki wanitanya. Memasuki, bukan menyentuh. Bagaimana pun Oliver tau bagaimana kehidupan Sivia sebelumnya. Dan untuk saat ini, detik ini. Hanya ada Oliver yang akan meghangatkan malam Sivia. Wanitanya.
"Aku sebenarnya ingin melanjukan yang semalam sugar. Namun aku harus ke Calvert Corp pagi ini untuk mengantarkan berkas proyek pembangunan hotel dan rapat lanjutan" Oliver mengatkan dengan tatapan sedihnya. Sivia tersenyum lalu mengusap puncak kepala Oliver.
"Kau sudah bekerja sama dengan sepupu ku itu?"
"Ya, setidaknya aku harus mengambil keuntungan dengan bekerja sama dengan perusahaan besar itu" Oliver menggerlingkan matanya.
Sivia tertawa, lalu menganggukkan kepalanya.
"Yayaya. Kau benar Oli sepupu ku itu aku rasa beruntung telah melakukan kontrak kerjasama dengan mu" gemas, Oliver mengacak puncak kepala Sivia.
"Baiklah, apa kegitan mu hari ini?" tanya Oliver. Sivia berfikir sejenak.
"Aku tidak tahu. Mungkin aku akan ke café lalu setelah selesai aku akan menyusulmu ke kantor"
"Aku dengan senang hati menunggumu sugar. Kalau begitu kita harus mandi sekarang" sebuah ajakan yang membuat pipi Sivia bersemu merah.
Ya Tuhan pria ini.....
***
Hayoooo, Oliver-Sivia akhirnyaaaaaa.... Muweheheh....
Waktu dan tempat di persilahkan di kolom kementar, Wkwkwkw.
Jangan lupa Vote, Review sama Komentarnya ya, Biar aku makin semangat.
Sampai ketemu di part selanjutnya.....