Written by : Siska Friestiani
LoCC : 2014
Re-publish Web Novel : 8 November 2020
*siskahaling*
"Kemarilah" ucap Mario begitu datar. Tanpa ekspresi. Pria itu kini tengah duduk bersandar di sofa panjang kamar mereka. Masih menggunakan setelan kerja yang hari ini ia kenakan dengan lengan yang telah di gulung sampai ke siku dan dua kancing teratas telah terbuka menampilkan kaos dalam berwarna putih di balik kemeja.
Tatapan itu begitu mengintimidasi bagi Alyssa, hingga beberapa detik Alyssa tak bergeming namun akhirnya memilih menurut. Tidak pernah sebelumnya Alyssa merasa terintimidasi hanya karena sebuah tatapan. Namun nyatanya sekarang Alyssa merasa tak berkutik karena tatapan seorang Mario.
"Aku menyuruh mu untuk kemari, Al. bukan duduk di sebrang sofa seperti itu" sela Mario tak terima.
Alyssa menggeleng. Menolak. "Tidak, kau nanti memarahi ku lagi" ucap Alyssa begitu pelan, namun masih terdengar oleh Mario yang memiliki pendengaran tajam.
Mario memejamkan matanya begitu mendengar jawaban Alyssa. Apa ia semenyeramkan itu saat marah sampai Alyssa sendiri tidak berani untuk berdekatan dengan dirinya. Ya Tuhan, apa yang sudah ia lakukan pada istri cantiknya ini. Lihatlah bahkan Alyssa saat ini menggunakan kemeja hitam kebesaran miliknya yang begitu kontras dengan warna kulit putih Alyssa menambah kesan seksi kepada istrinya. Stop Mario! Buang pikiran kotor mu itu.
"Demi Tuhan! Aku tidak akan memarahimu, Al. Kemarilah" Mario melembutkan nada bicaranya. Menatap Alyssa yang menunduk di seberang sofa. Rasa bersalah langung memenuhi hatinya, mengumpat betapa brengseknya ia hingga membuat Alyssa ketakutan barang menatapnya sekalipun.
Awalnya Alyssa ragu untuk mendekat kearah Mario. Dan jujur sebenarnya ia ingin sekali berlari dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang itu dan menghirup wangi maskulin yang -selama mengenal Mario- menjadi candunya.
Alyssa menggigit pipi bagian dalamnya. Dengan langkah pelan dan penuh keraguan akhirnya Alyssa berjalan kearah Mario dan duduk di samping pria ber-tittle suaminya itu. Alyssa menunduk menahan tangis begitu ia memposisikan dirinya duduk di samping Mario. Tidak berani menatap wajah Mario yang menurut Alyssa sangat mengerikan saat ini.
Hormon ibu hamil sialan!
Mario mengamati saja Alyssa yang kini duduk tepat di sampingnya. Wajah wanitanya itu pun bahkan masih menunduk seakan ia akan langsung menerkam ketika wanita cantiknya itu mengangkat kepalanya. Memang benar-benar berengsek kau Mario.
Dengan segera, Mario menangkup pipi Alyssa dengan kedua tangannya. Meringis begitu mengetahui seberapa kacau Alyssa saat ini dengan mata bengkak dan wajah pucat. Menatapnya dengan tatapan kecewa sekaligus terluka.
Tidak, jangan menatapnya dengan tatapan seperti itu. Membuat Mario merasa bahwa dirinya benar-benar seorang pria berengsek yang sesungguhnya.
Kau memang sesungguhnya telah menjadi seorang yang berengsek Mario! Batin Mario berteriak.
Tidak tahan melihat kondisi Alyssa, Mario dengan cepat menarik kepala Alyssa dan mendekapnya erat. "Maaf" gumam Mario tulus sembari mengecup puncak kepala Alyssa berulang kali.
Alyssa semakin terisak begitu Mario menariknya kedalam dekapan hangat suaminya itu. Namun Alyssa sama sekali tidak menolak, matanya malah terpejam menikmati hangatnya dekapan Mario yang memang sudah sangat ia rindukan. Tuhan, sudah lama sekali ia rasanya tidak di dekap seperti ini oleh Mario. Menikmati detak jantung Mario yang terdengar begitu merdu di telinganya.
"Ja- jahat. Hiks" cecar Alyssa di sela tangisannya. Tangannya memukul dada dan lengan Mario bergantian. Seakan dengan begitu dapat menyembuhkan sakit di hatinya.
Mario tetap tidak bergerak menjauh sedikitpun dari Alyssa, membiarkan Alyssa menangis menumpahkan semua emosinya. Bila perlu ia bersedia jika Alyssa ingin menamparnya sekalipun.
"Honey—"
"Aku membencimu!" pekik Alyssa namun kini tangannya berhenti memukuli Mario. Beralih memeluk pinggang Mario erat.
Demi Tuhan, Alyssa terlihat begitu manis dengan sikapnya saat ini. Membenci tapi memeluknya begitu erat. Apa hormon ibu hamil memang seperti ini? Membuat Alyssa semakin terlihat manis dimatanya. Sikap manja Alyssa selama hamil juga membuat Mario merasa dibutuhkan. Alyssa-nya itu bahkan bukan tipe wanita yang manja, tapi semenjak hamil sikap manisnya itu Mario temukan.
Mencoba menyamankan posisi Alyssa yang kini tengah memeluknya, Mario mengangkat Alyssa kepangkuannya. Dan refleks membuat Alyssa menyerukkan wajahnya di lekukan leher Mario.
Mario masih mengusap punggung Alyssa menenangkan. Seketika ia teringat jika Alyssa belum menyentuh makanan sampai saat ini.
"Kau tidak menyentuh makanan mu, Hon?" tanya Mario hanya sekedar untuk berbasa-basi yang sebenarnya ia sendiri sudah mengetahuinya dari Margareth. Mario hanya ingin mendengar alasan Alyssa kenapa tidak menyentuh makanannya.
"Bagaimana aku bisa memakan makanan ku jika kau sendiri sedang marah padaku" Alyssa cepat melakukann pembelaan diri sebelum ia kembali mendapatkan tatapan dan wajah datar dari Mario.
"Itu bukan termasuk alasan, Nyonya Calvert" sela Mario tak kalah cepat dengan jawaban yang Alyssa berikan tadi.
"Aku- aku tidak memiliki selera untuk makan, kau sendiri bahkan tidak membuatkan susu untuk ku. Kau saat itu marah, dan kau juga menjauhi ku. Katakan padaku bagaimana aku bisa makan jika kau sendiri penyebab kenapa aku tidak menyentuh makananku!" alyssa kembali terisak dan dengan cepat pula Alyssa menghapus air matanya yang tak juga lelah setelah seharian mengeluarkan air mata.
Kenapa ia cengeng sekali sekarang?
Mario tercengang mendengar penjelasan Alyssa barusan. Astaga, bagaimana mungkin ia bisa begitu bodoh tidak mengetahui penyebab Alyssa kehilangan nafsu makannya. Sudah jelas ia sendirilah penyebabnya. Bodoh, bodoh, bodoh. Kau benar-benar bodoh Mario. Sangat!
"Baiklah, kalau begitu kau harus makan sekarang"
Mario menggeram ketika merasakan gelengan Alyssa di lehernya. Oh, ayolah, tolong Mario saat ini untuk membujuk istrinya yang bahkan satu harian perutnya belum terisi oleh makanan sama sekali.
"Demi Tuhan, Al. aku tidak menerima penolakan saat ini. Apa pun alasannya kau harus tetap makan!" suara tergas Mario membuat tubuh Alyssa kembali menegang di pangkuan Mario. Apa Mario akan marah lagi kepadanya?
Sabar Mario, sabar. Jika kau menggunakan bentakan mu lagi. Kau akan membuat Alyssa kembali takut kepadamu. Mario menghela nafas panjangnya
"Hon, kau tidak sendirian sekarang sayang. Ada anak kita yang juga membutuhkan makan" Mario melembutkan nada bicaranya. Mengusap puncak kepala Alyssa dan memerikan kecupan disana.
"Kau ingin sesuatu, Hon? Katakan sayang apa yang kau inginkan" tanya Mario pelan.
Alyssa kembali menggeleng sebagai jawaban. Bukannya ia tidak ingin makan. Lagi pula juga ia tidak menginginkan apa-apa. ia sudah cukup berada di posisi ini bersama Mario. Ia tidak membutuhkan lainnya.
"Jangan seperti ini, Hon, ada anak kita sekarang yang begitu tergantung dengan mu. Kau harus makan agar ia bisa tumbuh dengan sehat disini" Mario mengusap lembut perut Alyssa yang sudah terlihat sedikit mengembung. Menandakan bahwa memang ada nyawa yang sedang tumbuh disana.
Alyssa terdiam. Mario benar. Di dalam perutnya saat ini ada nyawa yang membutuhkannya. Yang berbagi makanan dengan dirinya. Bagaimana mungkin ia melupakan fakta yang satu itu.
"Sup ayam" bisik Alyssa hampir tanpa suara.
"Apa, Hon? Katakan sekali lagi kau ingin makan apa" tuntut Mario meminta Alyssa mengulangi ucapannya. Ah, mungkin mengulang bisikan lebih tepatnya.
"Sup ayam" ulang Alyssa dengan bisikan yang bisa didengar oleh Mario.
"Sup ayam? Kau ingin memakannya untuk si kecil?" tanya Mario memastikan.
"Sup ayam dengan potongan sosis di dalamnya" Mario mengangguk antusias begitu Alyssa mengatakan makanan yang ingin dimakan tersebut.
"Baiklah, Hon. Aku akan menyuruh Margareth membuatkan sup ayam dengan potongan sosis yang kau inginkan" ucap Mario lalu meraih intercom yang berada di atas nakas di samping sofa.
***
Aku yang nulis aku sendiri yang gemes. Wkwkwkw