"Aneh? Tapi nyata," ucap Arva menggelengkan kepala
Mereka masih menatap Venus dengan tatapan yang aneh. Tak biasanya Venus bersikap seperti itu. Biasanya saja untuk tersenyum atau mengucapkan satu huruf saja itu adalah hal yang langka dari diri Venus. Kali ini mereka bisa melihat hal langka itu dengan waktu yang atau bahkan lama.
"Hahhh! Udah nggak haus lagi deh," ucap Venus menutup tutup botol minumnya.
"Ven gue boleh tanya nggak sama lo?" Zara mulai bertanya namun tatapannya untuk Venus masih tetap sama seperti tadi.
"Tanya apa Zar?" Venus beralih menatap Zara yang tadi sempat mu bertanya.
"Lo kesambet apa? Atau mungkin ini memang diri lo yang sebenarnya tapi isinya roh halus?" Zara berlengan tatapan yang semakin lekat.
"Maksudnya?" Venus tak mengerti maksud dari Zara.
"Lo nggak lagi kerasukan ala gitu kan? Iya Ven," ucap Zara memastikan.
"Nggak lah Zar! Masih sehat wal afiat kok," jawab Venus enteng.
"Nih anak gue rasa emang lagu kerasukan mbak Kunti yang ada di pohon belakang deh," lirih Arva pada Nada.
"Gue juga mikir gitu Va," Sahut Nada.
"Kenapa lihat Venus kayak gitu?" Venus bertanya pada mereka karena mereka menatap Venus dengan tatapan intens.
"Lo yang ngapain?" Jelas Zara dengan nada yang sedikit kesal.
"Lo kenapa sih jadi gitu? Lo udah capek jadi orang dingin? Apa gimana sih? Gue nggak paham deh," timpal Arva yang juga tidak paham dengan tingkah laku Venus.
"Tadi Venus cuma lari-larian doang, ya wajar lah kalau minumnya banyak," ujar Venus membela dirinya.
"Otak lo kayaknya perlu di kosongin deh Ven dari pelajaran. Soalnya lo lama-lama jadi aneh," tutur Nada.
"Nanti gue anterin ke tukang servis deh. Gue ikhlas kok, yang penting lo sehat," Ujar Zara.
"Gue juga ikhlas kok Ven, sangat ikhlas bahkan," sahut Arva.
"Kalian apa-apaan sih, orang Venus nggak kenapa-kenapa kok," ungkap Venus karena mereka bertingkah seperti itu.
Bel berbunyi pertanda jam pelajaran akan segera dimulai. Venus, Zara, Nada, dan Arva serta lara murid dengan cepat duduk di tempat mereka masing-masing. Tak banyak bicara, mereka semua dengan kecepatan yang tinggi mengeluarkan buku serta tempat pensil mereka di atas meja. Mungkin ini yang membedakan antar kelas Ipa dan Ips. Mereka semua tanpa ada suruhan atua aba-aba sudah langsung membuka buku mereka dan membaca buku itu.
Ini hal yang setiap hari mereka lakukan. Bukan hal tabu lagi dari diri mereka. Itu memang keseharian mereka ketika bel berbunyi namun guru belum datang.
"Ven ke perpus yuk," ajak Zara pada Venus.
"Nggak bisa," jawab Venus namun tetap membaca pada buku di depannya.
"Kok nggak bisa? Kenapa?" Zara bertanya karena tak biasanya Venus menolak ketika diajak ke perpustakaan.
"Belum selesai baca ngerjain disini Zar," Ujar Venus yangasih fokus dengan buku fisikanya.
"Ah lo mah nggak seru! Lagian itu juga bukan pr kan," tutur Zara tetap bersikukuh.
"Sama Nada ala Arva kan bisa," ucap Venus tetap tak berpaling.
Tak ada yang lebih sejati dan dekat dengan Venus selain para buku-buku indah itu.
"Gue kan ngajak lo bukan Nada atau Arva," ucap Zara tetap tak mau pergi jika bukan dengan Venus.
"Udahlah Zar, lagian kan bisa besok apa kapan-kapan," jelas Venus namun Zara tetap tak mau.
"Nggak seru lo," ejek Zara.
"Terserah," jawab Venus.
Akhirnya dengan terpaksa, Zara pun tak jadi pergi ke perpustakaan karena Venus tak mau. Zara saat ini hanya diam sambil membaca novel yang ia suka. Sedangkan Arva dan Nada tengah bermain make up pan di bangku mereka masing-masing. Mereka Memnag terlihat sudah dewasa, namun terkadang sifat kekanak-kanakan mereka masih menempel pada diri mereka masing-masing.
Kriinggggg...
Para siswa yang semula sibuk dengan pekerjaan masing-masing kini sudah mulai berhamburan keluar untuk mengisi perut kosong mereka di kantin. Venus, Nada, Zara, dan Arva pun tak mau kalah dengan mereka. Mereka berempat pergi keluar untuk menuju ke kantin.
"Nih kotak makan lo," ucap Aldrich menyodorkan kotak makan Venus.
Venus menatap Aldrich dengan tatapan bingung. Kenapa sih Aldrich tak suka padanya? Apa kurangnya Venus dimata Aldrich?
"Gue udah bilang berkali-kali sama lo, gue nggak suka sama lo dan gue nggak ada perasaan sama sekali buat lo," tegas Aldrich yang membuat Venus terdiam.
"Tapi Venus suka sama Aldrich," ucap Venus tetap pada pendiriannya.
"Gue selama ini cuma peduli sama lo, nggak lebih bahkan suka sama lo aja gue nggak kepikiran," tegas Aldrich lagi.
"Tapi Venus suka sama Aldrich! Venus peduli sama Al, dan Al nggak bisa nyuruh Venus buat nggak suka sama Al," tegas Venus tak kalah keras dengan Aldrich.
"Terserah lo! Pergi dari hidup gue, jangan ganggu lagi atau muncul dihadapan gue. Gue tegaskan sekali lagi, gue nggak suka sama lo," ucap Aldrich lalu pergi meninggalkan Venus yang masih diam membeku.
"Udah Ven nggak usah di masukin ke hati. Aldrich pasti bercanda doang kok," ucap Zara menenangkan Venus.
"Nggak apa-apa kok Zar, Venus nggak sedih," ucap Venus malah tersenyum seakan-akan tak ada masalah satupun yang terjadi.
"Gue mohon sama lo Ven, udah lo lupain aja si Al. Toh dia juga udah bilang berkali-kali sama lo kalau dia nggak suka kan sama lo," tutur Zara tetap tenang.
"Iya Ven! Gue nggak bisa lihat lo kayak gini terus. Seharusnya itu lo yang diperjuangkan bukan lo yang memperjuangkan Aldrich," sahut Arva.
"Gue setuju," timpal Nada ikut-ikutan.
"Aldrich bukan nggak suka sama Venus, tapi Aldrich masih belum suka sama Venus. Dan buat Zara, jangan pernah suruh Venus untuk berhenti suka atau berjuang buat Aldrich," ucap Venus pada Zara.
"Tapi lo udah denger sendiri kan Ven kalau Aldrich itu nggak suka sama lo. Buka mata lo Ven, masih banyak laki-laki yang suka sama lo," sahut Zara masih mencoba meluluhkan hati Venus.
"Lupain Aldrich dan coba buka hati Venus buat orang lain. Arva yakin kok kalau Venus pasti bisa," sahut venus.
"Nggak mau! Sampai Venus amnesia pun, nama Aldrich nggak bakalan bisa hilang dari pikiran Venus Arva. Sekalipun juga Venus paksa buat lupain, bukannya malah lupa tapi malah inget terus," jawab Venus menjelaskan pada mereka.
"Gue heran deh sama Venus. Gue rasa dia bukan manusia deh tapi makhluk halus. Secara hati dia kayak nggak ada rasa sakit gitu. Kau gue jadi Venus sih pasti udah nangis banget deh," lirih Arva pada Nada.
"Sama Va. Hatinya Venus tuh gue rasa bukan terbuat dari baja lagi deh, tapi udah dari lahar letusan gunung Merapi tuh, air aja nggak bisa buat laharnya dingin," sahut Nada tak kalah lirih.
"Udah ya, mulai sekarang jangan suruh Venus buat lupain Aldrich. Karena apa? Semakin Venus mencoba melupakan, disitu Venus merasa nama Aldrich semakin lekat dipikiran Venus," ucap Venus lalu berjalan mendahului mereka bertiga.
"Bisa gila tuh anak lama-lama," lirih Zara.