Chereads / Indescriptible / Chapter 46 - forty six•Yes or No

Chapter 46 - forty six•Yes or No

"Bisa gila tuh anak lama-lama," lirih Zara.

"Ayo ke kantin! Kenapa masih disitu?" Venus menengok ke arah mereka bertiga yang hanya melihat Venus dan terdiam seperti patung.

"Iya sabar," jawab Zara.

Mereka berempat berjalan menuju ke kantin untuk mengisi perut Mereke semua. Mereka berempat duduk di salah satu bangku yang masih kosong. Entah masing kosong karena Memnag tidak ada yang makan atau masih kosong karena sesuatu.

"Mau pesen apa?" Nada menawarkan pada mereka semua.

"Kita samaain aja Nad," jawab Venus mewakili mereka semua.

"Iya Nad, kita samaain aja deh," sahut Arva yang juga setuju.

"Ok," balas Nada lalu pergi untuk memesan makanan.

"Mbak mau pesan jus strawberry aja empat ya," ujar Nada memesan pada penjual jus.

"Saya buatkan dulu ya," balas sang penjual.

"Iya mbak," jawab Nada sangat sopan.

Tak sampai 10 menit, sang penjual menyodorkan empat jus strawberry pada Nada yang tadi dipesan.

"Ini uangnya ya mbak, makas," ucap Nada memberikan beberapa lembar uang pada si penjual.

Nada berjalan sambil membawa empat jus strawberry yang tadi ia pesan untuk mereka semua.

"Nih jus nya," ucap Nada memberikan jus pada mereka secara masing-masing.

"Makasih Nada," balas Arva sangat manis.

"Makasih Nad," timpal Zara.

"Berapa Nad?" Venus bertanya total semua harga jus.

"Nggak usah Ven, gue aja yang bayarin," jawab Nada tersenyum.

"Yaudah makasih ya Nad," ucap Venus.

Mereka berempat saat ini tengah menikmati jus yang dipesankan oleh Nada tadi. Tak ada perbincangan antara mereka berempat. Sunyi dan hanya ada suara seruput jus yang mereka minum.

"Ven," panggil Zara.

"Hmm," jawab Venus.

"Lo masih mau berjuang buat Aldrich?" Zara bertanya hati-hati karena tak mau membuat hati Venus terluka dengan perkataannya.

"Masih," jawab Venus enteng.

"Lo nggak mau berhenti gitu? Bukan karena apa sih Ven, cuma kan lo udah tahu secara jelas kalau dia udah bilang nggak suka sama lo," tutur Zara.

Venus menyudahi meminum jus nya. Ia kembali menatap Zara dengan tatapan yang penuh arti.

"Zara yang cantik dan baik hati, Venus nggak bisa buat berhenti. Venus nggak bisa berhenti buat berjuang, jadi jangan suruh Venus berhenti. Venus juga nggak peduli kalau Al belum suka sama Venus," ucap Venus sangat santai.

"Tapi Ven, gue kasihan sama lo," sahut Arva.

"Mungkin aja dia nggak mau sama lo bukan karena lo kurang sempurna drh Ven, tapi mungkin lo bukan yang pertama di hatinya. Biasanya kan cinta sejati itu orang yang masuk pertama dalam hidupnya atu hatinya," ucap Nada panjang lebar.

"Nggak peduli juga tuh! Kita nggak perlu jadi yang pertama di hidup orang atau hati orang, tapi kita cukup jadi yang terbaik itu bahkan lebih dari cukup," jawab Venus membuat mereka terdiam.

"Ngomong aja terus kayak gitu, nanti kalau udah capek Anda mbak Venus pasti bakla nangis," ujar Zara pada Venus.

"Ngapain nangis?" Wajah Venus kembali berubah.

"Ya gimana enggak. Sekarang aja dia udah bilang sangat jelas kalau dia nggak suka sama lo, pasti nanti juga sama," tutur Nada.

"Sebentar deh, Venus jadi curiga sama kalian. Sebenarnya kalian itu tuh ada di pihak Venus apa Aldrich sih?" Venus mencurigai mereka ada di pihak Aldrich.

"Nih anak hidupnya harus di servis dulu deh kayaknya. Siapa juga yang ada di pihak Aldrich, ngomong ama tuh orang aja bisa dihitung pakai jari," sahut Arva dengan cepat.

"Tau tuh Venus, nggak ngerti gue sama jalan pikirannya," timpal Nada yang sama seperti Arva.

"Ya kan siapa satu aja," jawab Venus kembali meminum jus nya.

"Balik yuk, udah mau masuk nih," ucap Zara setelah melihat jam tangannya.

"Yuk," sahut mereka semua setuju.

Mereka kembali setelah cukup lama menghabiskan waktu di kantin untuk minum jus dan sekedar berbincang-bincang seperti biasanya. Tak banyak yang mereka bicarakan, hanya membahas Venus saja tidak yang lain.

"Eh bentar ya, Venus mau ke kamar mandi," ucap Venus.

"Ok," jawab mereka serempak.

Venus pun segera berjalan keluar untuk pergi ke kamar mandi. Pasti kalian mengira kalau dia akan buang air kecil kan? Salah, dia tadi tak sengaja melihat Titan yang tengah berjalan menuju kamar mandi. Terlintas di pikiran Venus untuk merencanakan sesuatu.

"Titan," panggil Venus seperri orang berbisik.

"Sssstttt... Titan," panggil Venus lagi namun Titan tak mendengar.

"Eh Venus, ngapain disitu?" Titan berhenti ketika ia samar-samar mendengar ada yang memanggilnya.

"Aduh suara Venus ya Tuhan! Titan dipanggil nggak kedengeran apa gimana sih?" Venus mengelus tenggorokannya yang terasa sangat kering.

"Lagian lo manggil udah kayak manggil setan aja bisik-bisik, ya nggak denger lah Ven," jawab Titan sambil tertawa kecil.

"Ya gimana, Venus kira Titan bisa denger Venus bisik-bisik," ucap Venus menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal.

"Mau ngapain manggil gue?" Titan kembali bertanya ke awal pembicaraan.

"Punya nomornya Aldrich nggak?" Venus mulai melancarkan aksinya.

"Punya lah, yakali nggak punya nomornya si manusia itu," jawab Titan.

"Venus boleh minta nggak?" Venus kembali berbisik pada Titan agar tak ada yang mendengarnya.

"Buat apa?" Titan mengerutkan keningnya.

"Buat sesuatu, Titan nggak perlu tahu," jawab Venus.

"Nih nomornya udah gue kirim ke nomor lo," ucap Titan memasukan kembali handphonenya.

"Makasih Titan! Venus doain semoga nanti Titan bisa jadi CEO ya," ujar Venus senang.

"Tapi gue nggak mau jadi CEO," jawab Titan.

"Yaudah jadi Produser aja deh," sahut Venus.

"Nggak pengen juga," jawab Titan.

"Terus pengen jadi apa? Pengemis? Pengamen? Jangan deh Tan, nggak baik," ujar Venus menyarankan.

"Pengen jadi arsitek. Ya siapa juga sih Ven yang mau jadi kayak gitu, nggak ada kali," timpal Titan tersenyum manis.

"Yaudah Venus mau balik ke kelas dulu ya, makasih Titan sekali lagi," ucap Venus sangat bahagia.

"Dasar perempuan unik. Tiba-tiba dingin, tiba-tiba jadi ceria banget, terus tiba-tiba bisa jadi cewek yang hiperaktif juga," lirih Titan juga mengakui hal itu.

Venus berjalan sembari tersenyum sendiri sangat bahagia. Hanya mendapatkan nomor Aldrich saja sudah bisa membuat dirinya menjadi sangat bahagia apalagi mendapatkan hatinya, bisa tersenyum tanpa henti mungkin dia.

"Lo lama banget habis dari mana sih Ven?" Zara menatap Venus.

"Ya antir lah Zar, masa Venus main nyelonong aja nggak antri," jawab Venus bohong yang padahal dirinya tidak pernah sedikitpun melangkah ke kamar mandi.

"Emang ramai ya?" Nada bertanya.

"Lumayan," jawab Venus tersenyum.

"Mulai lagi nih gue rasa, nih anak kerasukan setan apaan sih?" Curiga Zara ketika melihat Venus tersenyum tanpa henti.

Belakangan ini Nada, Arva, dan Zara melihat Venus tak seperti biasanya. Venus yang biasanya hanya diam seperti es dan membaca novel ketika jam seperti ini, tapi sekarang Venus bisa dibilang berubah walaupun tak 180° atau bahkan 360°.

"Ngirim pesan nggak ya?" Venus bingung harus bagaimana.

"Yes or no," ucap Venus bingung.