"Yang kemarin sempat heboh, jika mereka berdua itu ternyata target pembunuhan CEO dari agensinya."
Kasus itu ternyata belum selesai karena CEO mereka menginginkan sidang ulang. Karen sempat membaca berita itu semalam tanpa sepengetahuan Ruri. Untuk saat ini Karen tak boleh mengatakan hal yang aneh dulu padanya.
'Rafael pasti sedang dalam kesulitan sekarang,' ucapnya dalam hati.
Tapi meskipun ia dalam masalah Karen tak boleh terlalu lama menunda untuk memberitahu Rafael tentang hal ini.
"Tapi aku penasaran?" Ruri masih sibuk dengan layar ponselnya.
"Penasaran dengan apa?"
"Kau tau kan, kalau Flower Boy belum lama ini datang ke pulau kita. Apa kau tidak tahu mereka tinggal di mana selama di sana?"
Karen hanya bisa menatap Ruri dan tak tau harus menjawab apa. Jika Karen mengatakan kalau ternyata selama ini dia ke hotel berdua dengan Rafael. Tapi apakah dia langsung percaya?
" Ah, sudahlah. Aku yakin kau tidak peduli dengan berita itu. Karena fonyas dengan masalahmu sekarang."
**
Sudah dua jam Rafael dan Liam di periksa di kantor polisi. Meskipun menjadi korban tapi interogasi saat ini berbeda dari sebelumnya. Semua pernyataannya di putar balikkan oleh polisi seakan apa yang pernah Rafael katakan itu hanya pendapatnya saja. Namun anehnya dengan menghilangnya manajer mereka saat itu sama sekali tidak dipertanyakan oleh mereka. Karena kunci dari masalah ini ada di mantan manajernya. Rafael sangat yakin jika dia disuruh oleh CEO mereka untuk menaruh minuman yang membuat Rafael dan Liam menjadi hilang kesadaran. Hingga menimbulkan kecelakaan. Karena tak mungkin bagi mereka untuk mencurigai manajer sendiri, untuk mencelakakan artisnya.
Dan setelah kecelakaan itu terjadi. Manajernya hilang.
Beruntungnya mereka berdua. Kecelakaan itu hanyalah kecelakaan yang tak sampai merenggut nyawa mereka. Hanya Liam saja yang merasakan sakit di kakinya.
**
Akhirnya Rafael dan Liam diperbolehkan pulang setelah bersama dengan polisi selama tiga jam lebih.
Di depan halaman kantor polisi sudah banyak terdapat wartawan yang menunggu Rafael dan Liam untuk menjawab pertanyaan mereka. Namun manajer mereka yang di agensi barunya tidak memperbolehkan mereka untuk menjawabnya, karena bisa saja itu menjadi jebakan untuk mereka.
Yuna terlihat sudah menunggu di dalam mobil van yang akan membawa kami kembali ke asrama. Ia mengenakan celana pendek dan kaos hitam casual.
" Kau tak apa-apa kan?" tanyanya, yang Rafael pikir itu hanyalah dibuat-buat.
" Kau kenapa ada di mobil ini?!" Liam yang memang tak menyukai Yuna sejak awal langsung duduk di tengah-tengah diantara Rafael dan Yuna.
Yah, Yuna si drama queen. Ia berlagak seperti malaikat jika ada kamera menyorotnya. Namun saat seperti ini sifat aslinya akan keluar. Tapi itu tidak berlaku padanya. Ia sangat agresif, bahkan kadang Rafael melihat Yuna menjatuhkan harga dirinya di padanya. Yuna pernah mengatakan jika ia tertarik pada Rafael. Perlakuannya sangat berbeda jika menghadapi Liam. Rafael bisa merasakannya.
" Kenapa kau duduk di tengah?! Minggir, aku ingin duduk di sebelah Rafaeli." Tangan Yuna memukuli paha Liam karena kesal ia merebut kursinya.
"Kau yang minggir. Ini kan mobil untuk kami. Lagi pula ini bukan saatnya kau berduaan dengan Kak Rafael. Tolong jangan membuat skandal untuk grup kami."
Rafael lega mendengar Liam mengatakan hal tersebut. Seakan semua yang ingin dia katakan sudah di wakilkan olehnya.
"Jangan berisik. Aku ingin tidur, " ucapnya, lalu Rafael menyandarkan kepalanya di nyarsi dan menikmati jalanan di luar jendela.
Kerumunan penggemar di depan kantor polisi membuatnya mengedarkan pandangannya, berharap bisa menemukan sosok gadis itu. Namun karena banyaknya mereka Rafael tidak bisa melihatnya dengan jelas. Tapi, ini di kota. Tak mungkin jika dirinya ke sana hanya untuk menunggunya keluar dari kantor polisi.
Bagaimana ya kabarnya? Apakah dia baik-baik saja saat ini? Kenapa perasaannya sangat tidak enak tiap kali mengingatnya.
"Kak, tak bisakah aku melihat akun instagram milikku sebentar?" tanya Rafael pada manajer yang duduk di kursi kemudi.
"Tak boleh?! Ada apa? Apa ada hal yang ingin kamu cek di sana."
Liam langsung meliriknya, " Ingat perjanjian kita Kak."
Yuna pun ikut meliriknya dengan mimik penasaran, "Kak, apa kau ingin mengecek akun mantan pacarmu?"
" Bukan seperti itu." Rafael langsung menjawabnya dengan cepat agar dia tidak salah sangka dan mengadukan hal ini pada pamannya.
"Baguslah kalau begitu."
"Apanya yang bagus?!" Liam mendorong sedikit badan Yuna yang terus menggeser tubuhnya ke arahnya.
"Karena kak Rafael, hanya untukku."
Liam menarik napas kesalnya. Kemudian menutup kedua telinganya dengan earphone yang ada di dalam tas.
"Aku tak ingin mendengarkan omong kosongmu lagi." ujarnya, kemudian ia menyandarkan punggungnya ke belakang.
Dia pasti juga lelah karena jadwal hari ini. Lalu tak berapa lama matanya berat dan tubuhnya melemas. Rafael juga mengantuk, karena hanya tidur tiga jam kemarin malam.
**
Ruri malam itu menyiapkan makan malam sederhana untuk mereka berdua. Hanya dengan telur gulung, orak arik dan sup ayam.
Ruri mendapatkan sup tersebut dari pemilik rumah yang mereka sewa.
Sore itu saat mereka kembali dari dokter, ibu pemilik rumah memberikan semangkok sup untuk mereka makan. Ia mengatakan jika dia terlalu banyak memasaknya, jadi akan lebih baik bila berbagi dengan mereka berdua.
Sup yang sudah di panaskan oleh Ruri nampak mengepulkan asap dan aroma yang membuat Karen mengalihkan perhatiannya.
"Wah.. Kita beruntung sekali hari ini." Karen sudah duduk di sebuah meja kecil yang sudah ia siapkan sebelumnya.
Karena Ruri yang menyiapkan makan malam. Maka Karen yang bertugas untuk mencuci piring. Mereka berdua sudah membuat kesepakatan bersama mengenai tinggal satu rumah. Kebersihan rumah adalah tanggung jawab mereka berdua, namun untuk urusan memisahkan sampah dan membuangnya hal itu di lakukan bergantian setiap hari.
"Kau makanlah yang banyak," ucap Ruri ia mengambilkan banyak nasi untuk Karen.
"Ah, terimakasih." Karen sangat beruntung bertemu dengan Ruri yang sangat perhatian kepadanya.
Uang untuk membeli beras dan bahan makanan mereka kumpulkan dari uang masing-masing. Kecuali untuk makanan pribadi, seperti cemilan, vitamin ataupun susu.
Besok mereka Ruri harus segera mendaftar ke kampus. Sementara Karen harus datang melakukan walk interview yang terletak tak jauh dari tempat tinggal mereka. Ruri dan Karen hanya perlu naik bus sekali agar sampai ke kampus dan tempat kerja tersebut.
"Oh ya, kau belum mengatakan akan bekerja di perusahaan apa," ucap Ruri ia belum mengetahui jurusan Karen yang akan ia pilih.
"Sebelumnya aku bekerja menjadi bagian administrasi gudang di sebuah supermarket di pulau itu. Mungkin nantinya aku akan melamar posisi yang sama karena di sana ada lowongan untuk itu." Karen tersenyum. Pokoknya dia harus bekerja. Sebelum melahirkan.