Chereads / Setelah Malam Itu / Chapter 18 - 18. Membuat Masalah

Chapter 18 - 18. Membuat Masalah

Malam itu entah mengapa kaki Rafael bergerak ke restoran yang menjual sate di mana Merry ada di sana. Pikiran dan sekelebatan bayangan Merry yang dalam bahaya selalu menganggunya.

Dan malam ini dia datang sendirian tanpa Liam. Dia hanya ingin mengetahui kabar Merry saat ini.

Apakah dia masuk bekerja? Ataukah dia pergi kabur lagi seperti waktu itu?

Terakhir dia melihat, Merry dipaksa masuk ke mobil oleh lelaki itu. Dia siapa? Rafael bertanya tanya dalam hati. Padahal masalahnya dengan Karen belum selesai. Tapi kenapa dia malah memikirkan wanita lain?

"Permisi, apakah karyawan yang bernama Merry masuk bekerja hari ini?" tanya Rafael.

"Oh, dia sudah tidak masuk tiga hari, " jawab karyawan itu.

"Bisakah saya meminta alamat rumah Merry?"

"Anda siapa ya?"

"Saya—saya adalah temannya waktu SMA."

Karyawan itu sepertinya tidak menonton tv karena tidak mengenali Rafael yang sering wara wiri mengisi program tv.

Karyawan itu tampak bingung, tapi akhirnya dia memberikan juga alamat tersebut pada Rafael.

Rafael pun pergi tanpa memesan makan. Langsung ke rumah Merry.

Rumah itu berada di kawasan kumuh. Tapi kenapa Merry tinggal di sana? Apakah dia benar benar tidak memiliki uang sampai harus tinggal di daerah itu?

Hanya membutuhkan waktu lima menit bagi Rafael ke sana menggunakan motor pribadinya.

Kalau sampai manajernya tahu, pasti dia sudah diomeli oleh manajernya.

Motor Rafael berhenti pada gang sempit. Di mana ada got di depannya. Ia pun meletakan motornya di sana. Lalu memasuki gang tersebut.

Suara teriakan itu terdengar lagi. Dan suara Merry yang memekik, meminta ampun pada lelaki itu.

"Maafkan aku! Tapi jangan siksa aku!"

Mata Rafael membeliak.

"Sampai aku kembali, jangan pernah keluar sejengkal pun dari sini!"

Kemudian pintu dibuka, Rafael bersembunyi. Menunggu lelaki itu pergi. Ketika lelaki itu sudah menghilang dari sana. Rafael pun melihat Merry yang hendak menutup pintu.

Wajahnya sangat berantakan. Rambutnya acak acakan. Membuat Rafael tidak tega melihatnya.

"Kau—"

"Aku datang karena mencemaskanmu," kata Rafael.

"Tapi—"

"Ayo pergi dari sini."

"Ke mana?"

"Ke manapun asalkan tidak di sini. Aku mendengar semuanya."

Merry terdiam cukup lama.

"Kita tidak punya banyak waktu. Bawa baju beberapa, nanti setelahnya aku akan memikirkannya."

Merry lalu masuk ke kamar, keluar lagi membawa tas yang berisi baju. Ia mematikan lampu rumah yang hanya memiliki satu ruang tamu dan satu kamar saja.

Lalu Merry pun pergi dari sana. Bersama dengan Rafael, dia naik motor lelaki tersebut.

Setelah seperti ini, Rafael malah bingung akan membawa ke mana Merry ke mana.

Lalu terlintas di pikirannya untuk membawa Merry pulang ke dormnya sebentar.

**

Liam menjatuhkan es krim yang ada di tangannya. Ketika melihat bayangan Merry pulang dengan Rafael.

"Kenapa dia ada di sini?" tanya Liam menatap Merry dingin.

"Kita bicara sebentar," jawab Rafael pada Liam. "Kau duduk dulu di sini ya." Rafael menunjuk sofa yang ada di ruang tamu.

Liam mengikuti Rafael, tapi matanya melirik ke arah Merry yang sedang kebingungan.

"Kau tidak akan membuatnya tinggal di sini kan?" tanya Liam.

"Tentu saja tidak. Aku akan mencarikannya tempat tinggal. Aku tidak tega melihatnya seperti itu."

Liam mendengus kasar.

"Setiap orang kau kasihi, tapi kau tak pernah kasihan padaku, sudah banyak ulah yang kau buat. Tapi—"

"Maafkan aku tapi dia sangat—"

"Lalu bagaimana dengan perempuan pulau itu? Bukankah kau seharusnya mencarinya sekarang?"

Rafael terdiam, dia melupakan Karen. Melupakan janjinya. Padahal yang seharusnya dia temui adalah Karen bukan Merry.

"Jangan buat masalah lagi, aku mohon," pinta Liam.

"Hanya malam ini, aku akan menyewa ruangan kecil untuknya."

"Aku tak yakin."

**

Malam itu, akhirnya Merry tidur di dalam kamar Rafael. Sementara Rafael akan tidur sementara di ruang tamu. Di sana dia berbaring sambil mencarikan tempat tinggal untuk Merry.

Matanya merah.

Kemudian dia melihat ponselnya lagi.

"Aku bisa menghubungi Karen tidak hanya dengan social media itu, aku bisa menggunakan cara lain kan?" gumam Rafael yang tiba tiba teringat dengan Karen.

Akhirnya dia mencoba mencari social media Karen yang lainnya. Dan setelah dua jam lamanya, dia bisa menemukan akun milik Karen.

Dia menggunakan akun baru untuk menghubungi Karen. Dan perempuan itu sedang aktif di sana.

Kenapa tidak terpikirkan sejak kemarin sih? Rafael menggerutu.

Rafael: Ini aku, Rafael. Maafkan aku. Karena ponselku hilang malam itu.

Lama tak mendapatkan balasan. Merry keluar dari kamar dengan merintih.

Rafael bangkit dan menghampiri Merry.

"Ada apa?" tanya Rafael cemas.

"Kakiku—"

Rafael melirik ke bawah. Paha Merry lebam, tak hanya di sana. Tapi di kedua kakinya ada luka seperti cambukan.

"Kenapa—kenapa begini? Tadi aku tidak melihatnya."

Rafael teringat jika tadi Merry mengenakan celana panjang. Makanya tidak melihatnya.

"Perbuatan lelaki itu?"

Merry mengangguk.

"Kenapa—apa dia melakukan ini padamu setiap hari?"

Merry mengangguk. "Setiap malam."

Mata Rafael membulat sempurna, apakah ini artinya—Merry juga telah mendapatkan kekerasan di atas ranjangnya?

"Duduk di sini, aku akan mengobatinya." Rafael menuntun Merry ke sofa. Mendudukan wanita itu kemudian mengambil obat obatan dari kotak obat.

**

Karen sudah sangat senang melihat Rafael mengirimkan pesan padanya. Namun setelah dia membalas kenapa lelaki itu tidak membalasnya lagi?

Dia juga tidak mengirimkan nomor yang baru. Kenapa?

Apa dia ketiduran? Karen tak ingin berpikir buruk, jadi dia lebih memilih untuk percaya pada Rafael. Kalau lelaki itu mungkin saja sudah tidur malam ini.

**

Wajah Karen memucat apalagi ketika tadi pagi dia mengalami mual mualnya lagi.

Ruri sempat menyarankan padanya untuk menggugurkan kandungannya saja. Namun Karen tidak mau. Karena anaknya itu tidak salah.

"Tapi kau akan kerepotan jika terus seperti ini?" kata Ruri yang tidak tega melihat Karen seperti itu.

"Tidak, anak ini akan kupertahankan karena dia tidak bersalah."

"Apakah ayah dari anak ini sudah ada kabarnya?"

"Sudah. Tapi—"

"Tapi kenapa?"

"Ah, aku harus segera berangkat." Karen akhirnya lebih memilih untuk melarikan diri dari percakapannya dengan Ruri.

**

Rafael terbangun setelah mendapatkan telepon dari manajernya. Katanya ada jadwal dadakan yang harus ia hadiri sendirian tanpa Liam.

"MV Yuna, kau akan menjadi modelnya. Aku akan ke sana, sebentar lagi sampai."

Rafael terperanjat, dia melihat kamarnya. Kalau sampai manajernya tahu ada Merry di sana dia bisa bisa mendapatkan masalah.

"Aku akan menunggu di bawah," sahut Rafael buru buru.

"Baiklah."

Karena masalah beberapa waktu yang lalu. Jadi Rafael memiliki jadwal yang lebih banyak dari Liam. Bahkan besok akhir pekan dia harus syuting ragam acara bersama dengan idol lainnya.