Chereads / kerasnya Batu Karang / Chapter 3 - Bab 3

Chapter 3 - Bab 3

Butuh waktu yang lama untuk menerima kenyataan. Hari-hari ku habiskan untuk berdiam di dalam kamar dan melamun.

" Bagaiman mungkin aku gagal?" pertanyaan itu yang selalu berputar di kepalaku.

" Nung, kamu nikah saja ya. ibu udah atur pejodohan mu dengan anak juragan Dani." Seketika lamunan ku buyar.

" Apaan si Bu, buat apa kemarin aku pinter di SMA kalo akhirnya steleah lulus nikah."

" Loh apa salahnya, pokonya kamu harus nikah. Ingat pesan ibu, kalo kamu nurut kamu akan jadi orang sukses Nung."

" Ngga mau Bu!"

" Besok mereka akan datang melamar mu, jadi ibu pastikan kamu harus menerimanya."

Cobaan apa lagi ini Tuhan.

" Menikah? di umur 18 tahun, Bu ini bukan zaman nya Siti Nurbaya. Aku bisa memilih sendiri ko. Ibu ngga usah repot-repot menjodohknku."

" Kamu mau jadi anak durhaka?"

Rasanya seperti tersengat listrik mendengarnya. Aku gelisah, bagaiman mungkin aku menikah diumur semuda ini. Aku masih ingin menikmati keindahan dunia. " Aku tidak boleh menerima begitu saja, aku tak ingin mati konyol gara-gara menjadi janda muda"

Akhirnya ku putuskan untuk kabur dari rumah, ku bawa uang tabunganku sebesar 300 ribu untuk pergi ke Solo. Di sana ada rumah pamanku, aku bisa menginap untuk sementara waktu. Sesampainya di sana, ku ceritakan semua kejadian yang menimpaku saat ini. Aku butuh orang yang mampu memahami apa yang ku mau.

Karena tak ada peluang lagi untuk kuliah, ku putuskan untuk mencari pekerjaan di sini.

" Le, golek ke gawean, aku pengen kerja." (le : sebutan paman bagi orang solo.)(paman, Carikan aku pekerjaan, aku ingin bekerja.)

" Kerja apa ndo."

" Apa wae le, seng penting halal."(apa aja paman, yang penting halal)

" Ngko sek tak golek ke." ( Ntar dulu aku cariin)

2 hari kemudian.

" Ndo, umpama ana gawean tapi adoh saka umah Iki piye?"( nak, jika ada pekerjaan tetapi jauh dari rumah ini, bagaimana?)

" Nangendi le?"(dimana paman?)

" Neng konveksi, daerah kutha mulya, kira-kira 3 jam-an kang kene ndo."(Di konveksi, daerah Kutha mulya, kira-kira 3 jam dari sini nak.)

" ora papa le, aku gelem."(ngga apa-apa paman, aku mau)

Keesokan harinya aku diantar ke tempat konveksi itu.

" Niku apa mas larene?"(itu apa mas anaknya?)

" iya."

" oh iya, mriki tak tidoke gawean mu teng mriki."(oh iya, sini aku kasih tau pekerjaanmu di sini)

" Nggih pa."(iya pa)

Pemilik konveksi itu sangat baik pada ku. Dia mengajariku dengan pelan dan penuh kesabaran, dia juga memberi sepetak kamar berukuran 3X2 m untuk melepas lelah ku setelah bekerja. Aku beruntung, setidaknya masih ada yang peduli kepadaku. Teman-teman kerja juga antusias membantu, mereka selalu menjadi mentor bagi ku.

1 Bulan berlalu.

Ada yang aneh dari bos ku. Dia sering memberikan hal manis kepadaku, entah itu coklat, boneka, bunga, dan mengundang ku untuk makan malam bersamanya. Namun aku selalu menolak pemberiannya, karena aku tahu dia sudah berkepala satu. Bahkan banyak dari temanku yang bilang " Sepertinya bos suka sama kamu."

" Ah itu tak mungkin, dia kan sudah beristri,

Aku tak mau dicap menjadi wanita penggoda perusak rumah tangga."

Hingga suatu malam....

Aku sedang beristirahat di dalam kamar setelah lelah bekerja. Terdengar suara dari belakang pintu " Tok tok tok"

" Siapa?"

" Buka sebentar Nung, aku mau bicara dengan mu."

Itu suara bos ku, apa yang membuatnya datang kemari selarut ini. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 11 malam.

" Tunggu sebentar pa."

Ku buka pintu kamar, tiba-tiba bos ku masuk dan mendorongku jatuh ke atas kasur.

" Ah.....Apa yang bapa lakukan."

Aku sangat terkejut, dia segera mengunci pintu dan mendekat ke arahku. Dengan cepat aku bangun dari posisiku, namun sayang tangan kekarnya kembali mendorongku hingga kembali terjatuh. Aku sangat takut. Dia memegang kedua bahuku, bosku mencoba menodai ku.

" Kau sangat sombong hingga tak menerima satupun pemberianku."

" Pa lepaskan aku."

" Aku tidak akan melepaskan mu, ini adalah hukuman bagimu."

Dengan setengah terisak ku kumpulkan tenaga untuk mendorong tubuhnya itu. Dia berhasil terjatuh, aku tak ingin melepaskan kesempatan ini, dengan segera ku berlari ke ambang pintu, namun belum sempat ku sentuh gagang pintu itu tanganku sudah di tarik olehnya. Aku kembali di hempaskan, ku ambil vas bunga di dekat meja lakas, ku pukulkan ke kepalanya. Dia meringis kesakitan, aku mencoba membuka pintu kembali dan berhasil kabur dari dekapan pria brengsek itu. Ku berlari ke sembarang arah, hingga ku temui pos penjaga, ku ceritakan semua perlakuan tidak sopan bos ku kepadanya. Mereka segera pergi ke rumah itu. Aku memilih untuk ke rumah mba Susi teman kerja ku.

" Mba, dunia begitu kejam kepadaku." Sambil menangis di pangkuannya.

" Dalam firman-NYA, Allah menjelaskan, Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya QS. Al-An'am:152."

" Tapi aku ngga sanggup mba."

" Nung, Allah menitipkan cobaan ini kepadamu, karena Allah tahu hanya kau yang sanggup. Semua kejadian itu pasti ada hikmahnya, mungkin itu adalah cara Allah untuk mengangkat derajatmu lebih tinggi dari mahkluk-NYA."

" Aku ingin mengakhiri hidupku saja mba."

" Kau ingin menyerah? 18 tahun kau hidup, dan memutuskan mati dalam keadaan yang buruk seperti itu, ku pukul kau. Jangan bodoh, banyak orang diluar sana membayar mahal agar tetap hidup. Dan kau akan menyia-nyiakan hidup mu itu. Bangkitlah, itu bukan akhir dari duniamu."

" Aku sudah tak ada masa depan mba."

" Jangan terlalu memikirkan masa depan, pikirkan saja apa yang harus kau lakukan di masa sekarang untuk masa depanmu, mulailah berusaha kembali. Ketika kau merasa ingin berhenti, pikirkan tentang mengapa kamu memulainya. Pikirkan kedua orang tuamu, mereka lelah mengurusmu, pikirkan ibumu yang telah berjuang mati-matian melahirkan mu. Dan kau memilih untuk mati, aku pastikan sebelum kau mati karena bunuh diri, aku akan membunuhmu."

" Lalu apa yang harus aku lakukan mba?"

" Kau bisa mencari pekerjaan lain di luar sana, atau kau bisa saja melanjutkan sekolahmu. Melihat latar belakang pendidikan mu mungkin kau anak yang pandai."

" Dari mana aku bisa dapat uang mba? aku tak mbawa uang sepeserpun."

" Aku akan pinjamkan untukmu, kau tak perlu kembalikan uang ini, bawa uang ini dan tunjukan pada ku bahwa kau bisa jadi orang sukses di masa yang akan datang."

" Terimakasih mba, aku akan membalas semua kebaikan mba."

" Aku menunggunya. "

Setelah Mba Susi meminjamkan uang, aku segera pergi ke rumah paman untuk berpamitan, aku tak ingin menginjakan kaki di kota ini lagi, aku benci mengingat wajah itu.

Tunggu chapter berikutnya ya๐Ÿ’ž

Makasih untuk kalian yang sudah mbaca cerita ini.

Jangan lupa tinggalkan comen๐Ÿ˜Š