"Hey!"
"Aku tahu Rexa, ini memang sedikit mengejutkan, ini bukan kemauan ku, aku juga punya kehidupanku sendiri!" air matanya pun perlahan menetes membahasi pipinya.
Kupeluk ia dengan erat.
Aku dan Indah sedari kecil memang sudah di jodohkan oleh papa ku dan keluarganya, bahkan kami sudah menjalani status tunangan. Walaupun ia sedikit lebih tua dariku.,
Aku yang sudah membencinya saat pertama kali bertemu dengannya kini sedikit merubah pola pikir ku terhadapnya, seperti yang pepatah katakan, "semua akan indah pada waktunya".
Kau tahu apa itu cangak ? Itu adalah sebutan ku untuknya dulu, dulu. Cangak itu seperti buah mengkudu yang sudah matang jatuh ke tanah lalu membusuk.
Itu adalah cangak.
Tapi itu dulu, bahkan aku berani bertaruh dengan hatiku jika aku tidak bertemu dengan Lika sebelumnya, aku mungkin akan mengatakan aku akan menikahinya.
Terlebih aku memang sudah tidak menyukai papa, dia lebih keras kepala daripada aku. Aku pun tidak berani jika aku harus berkata "tidak" dihadapannya, selain dia adalah orang tua ku, dia juga yang menghidupi ku selama ini, bukan, uangnya lah yang sudah menghidupi ku.
"Lalu bagaimana Rexa ?" tanyanya lagi.
"Aku juga bingung Indah" jawabku,
"Aku juga ga tau harus ngomong apa buat keadaan kaya sekarang ini"
Dia pun melepas pelukanku dari tubuhnya dan mulai mengusap air mata di pipinya.
"Raka, Karin bisa minta tolong sebentar"
"Iya bu" jawab mereka kompak
"Tolong biarkan saya dan Rexa berdua dulu disini, ada beberapa hal yang harus kami perbaiki!" tegasnya sedikit halus.
"Baik bu" lagi-lagi mereka kompak menjawab bersama.
---
Indah punya posisi yang sangat bagus, ia adalah tangan kanan papa ku. Maka dari itu Raka dan Karin mau tidak mau harus menghormatinya.
Papa ku dan ayah nya Indah memang bersahabat sejak kecil. Mereka pun saling membantu satu sama lain, pernah saat kedua orang tua Indah benar-benar jatuh, papa ku lah yang membangunkan dan membangkitkan usahanya hingga mereka berdua berpikir untuk menjodohkan aku dan Indah agar papaku dan kedua orang tuanya menjalin ikatan keluarga.
"Rexa, kamu mau menikah denganku ?" tanyanya lagi
Ia kini benar-benar membanjiri pipinya dengan air matanya. Sangat ingin aku bersumpah tidak akan membuat ia menangis lagi, tapi hatiku masih mengingat Lika.
---
"Bisa kah kau berbalik membelakangiku Indah ?"
"Untuk apa ?"
Aku pun langsung memutar tubuhnya agar ia membelakangiku.
"Jika aku menghitung sampai 3 kamu bisa berbalik menghadapku"
"1 ... 2 ... 3"
Seketika ia langsung membalikan badannya ke arahku.
"Mmmpphhhhssss"
"Reeexxaaaa ... "
"Mmmpphh"
Ia mengenggam kuat kepala ku. Tak hanya itu, ia juga menjambak bahkan mencakar bagian belakang tubuhku.
Tapi aku tetap saja menciumnya dan melumat bibirnya.
Aku pun sedikit menahan tubuhnya agar ia tidak dapat melepaskan bibirnya dari bibirku.
Setelah ia sedikit melemahkan genggamannya dari pundakku, saat itu lah aku melepaskan pelukanku dari tubuhnya.
"Gimana rasanya ciumanku, apa kamu punya perasaan terhadapku ?" aku pun bertanya kepadanya.
"Jika kamu hanya diam, berarti kamu tidak menyukaiku, artinya pernikahan kita akan dibatalkan!" tegasku.
Kini ia menutup bibirnya dengan kedua tangannya, ia pun tergeletak lemas sambil menundukan kepalanya, ku lihat air matanya sudah jatuh ke lantai.
Aku pun meninggalkannya di balkon dan pergi menuju sofa di ruang tengah.
"Bodoh, apa yang kulakukan ? Harusnya tidak seperti itu, niat ku tadi hanya sekedar memberinya lelucon, bukan untuk menciumnya" batinku.
Tanganku sedikit gemetar, aku pun mencoba menghubungi Lika dengan ponsel genggamku.
Lika Pov
Tak banyak yang bisa ku lakukan selain menunggu Rexa pulang ke rumah dan itu sangat membosankan, aku pun berniat membuatkannya masakanku, lagi pula kami selalu memesan makanan dari luar, mubazir juga kan kalau kompornya tidak pernah dipakai.
Aku pun mempelajari beberapa resep masakan dari social media dan mulai mengikutinya secara bertahap.
Setelah semuanya beres rasa bosan mendatangi ku lagi, entah apa lagi yang bisa ku lakukan, aku pun bingung memikirkannya.
"Mandi, iya mandi aku harus mandi, agar nanti begitu Rexa menyentuh tubuhku, ia akan semakin sayang padaku" batinku.
Tak lupa setelah mandi aku membersihkan bagian terlarang ku dengan ekstra hati-hati agar nanti Rexa nantinya semakin bergairah menyentuh seluruh tubuhku.
Aku pun sengaja tak memakai bra dan underwear biar Rexa tau kalau aku sedang ingin bersamanya semalaman seperti kemarin.
Rexa Pov
Ku lirik ke arah balkon, Indah sedari tadi tetap berada di posisinya seperti itu.
Aku juga laki-laki yang mempunyai hati, lagipula mana ada yang membiarkan wanita secantik dia menangis terluka karena perbuatan brengsek ku.
Aku pun mendekatinya secara perlahan, kupeluk dia dengan pelukan hangatku, kali ini dia tetap tak bergerak
"Indah, maaf bukan maksudku tadi ngelakuin itu sama kamu"
Ia pun hanya diam dan tak memperhatikanku, bahkan dia tidak melirik ku sedikit pun.
"Re-Rexa, tinggalkan aku sebentar saja" desahnya tersenggak
Tak peduli dengan perkataannya, aku pun menggendong Indah menuju kamar Karin, ku rebahkan ia secara perlahan.
Lalu aku pun duduk di sampingnya.
"Rexa, yang kamu lakukan tadi itu" ia pun masih berbicara dengan terbata-bata
"Sssssstttttttt!"
"Kamu istirahat aja dulu, nanti kalo emang udah selesai baru kita ngobrol lagi, aku tetep disini kok nemenin kamu" ucapku
Lika Pov
"Rexa kemana aja sih, aku kan kangen" batinku.
Aku sedikit mulai benar-benar mencintainya, ta peduli omongan orang lain seperti apa, banyak yang bilang Rexa playboy, bagiku yang terpenting, ia tau caranya memperlakukanku seperti wanita.
"Mau telepon dia tapi nanti takut ganggu, tapi kalo ga di telepon nanti aku yang khawatir" batinku lagi
"Permiisiiiiii" teriak seseorang di depan pintu
Aku pun menghampirinya dan membuka setengah pintunya.
"Yeeaayyy adek, mampir dulu sini sayang" ucapku setelah mengetahui bahwa yang datang adalah adik Rexa, yaitu Maudy.
Ia hanya tersenyum kepadaku.
"Kak Lika, aku masuk boleh"
"Boleh banget dong, anggap aja ini rumah kamu sendiri, tapi kak Rexa nya belum pulang Maudy"
"Gapapa kok kak, tapi aku juga bawa kakak aku kak"
Ia pun menarik lengan kakaknya dan menjabatkan tangannya ke arahku.
"Hai kakaknya Maudy, aku Lika"
"Oh, kamu Lika. Aku Renata" ucapnya sambil sedikit memaksakan tersenyum.
Entah hanya aku dan pikiranku saja atau memang ada perasaan yang membuatku sedikit gelisah ketika mereka datang.
"Rexa kapan pulangnya" tanya Renata
"Aku kurang tau mbak, tadi katanya ada urusan sama temannya"
"Jangan panggil aku mbak say, kesannya aku udah tante-tante, padahal kan kita sepantaran, panggil nama aja" sahut Renata.
"Iya Renata" aku hanya tersenyum.
"Lika, ada yang mau aku omongin penting banget nih"
Maudy pun tiba-tiba berdiri dan melangkah ke luar rumah.
"Iya Renata, ada apa ya ?"
"GA USAH SOK- SOK POLOS DEH, GIMANA RASANYA NGEREBUT REXA DARI GUE ?!"
"APA KELEBIHAN LU SIH SAMPE REXA TERTARIK BERHUBUNGAN SAMA LU!"
"CEWEK GAMPANGAN LU, LU TUH CABE, GA USAH BELAGA KAYA LU UDAH MENANG KARENA NGEREBUT REXA DARI GUE, DASAR LU ... "
Semua kata-kata kasar keluar dari mulut Renata, dari hewan peliharaan hingga hewan yang berada di kebun binatang. Aku yang tak tahu apa-apa dan tak tahu dia siapa kini ia malah memaki dan mengataiku seenak mulutnya.
"Kak, aku ga ngerti, kenapa kakak tiba- tiba marah sama aku"
"Jangan panggil gue kakak!" ucap Renata
Semakin jadi dibuatnya, ia terus-menerus memaki-maki diriku, tanpa tahu sebab yang jelas, aku pun hanya memegangi kedua telingaku dan menundukan kepala.
Aku benar-benar tak tahan mendengar semua omongan kotor Renata, ingin sekali rasanya aku melangkah pergi, tapi kaki ini serasa membatu, sangat berat untuk berjalan.
Rexa Pov
"Indah" aku pun tersenyum sambil menghapus air mata di pipinya.
"Kamu itu lebih indah dari sebuah kata" aku pun memegang telapak tangannya yang dingin.
Ku coba bangunkan dia, dan ku peluk dia dalam posisi duduk.
"Rexa, ada sesuatu yang aneh"