"Kamu masih mau berhubungan sama si brengsek ini Lika!" tegas Eli
Lika hanya menunduk, tangan nya sedikit gemetaran.
"Maaf, bukan maksudku untuk menyakitimu dahulu kala, aku tidak bermaksud mempermainkanmu"
Beberapa bulan yang lalu aku dan Raka sempat bertaruh untuk mendapatkan hati Eli, bagi yang kalah, ia akan mentraktir yang menang dan Karin makan malam kapan pun, dan di belahan bumi mana pun, Karin pun bertugas sebagai saksi pertarungan sehat kami. Alih-alih Karin mengidamkan makan malam di Paris, aku justru yang memenang kan taruhan ini lebih memilih makan malam di angkringan sekitar Malioboro.
Itu lah mengapa sampai saat ini Karin masih sering menceramahi ku tentang makan malam waktu itu.
"Eli, ceritanya ga se simple itu" lanjutku
Eli pun menarik lengan Lika dan menyuruh Lika menjauhiku.
Tapi Lika seakan menolak dan melepaskan lengannya dari genggaman Eli. Ia pun hanya bisa terdiam mematung.
"Kak, maaf, selama ini Lika sering nyusahin kakak" terdengat suara Lika sedikit serak
"Lika selalu nurutin semua apa yang diomongin kakak"
"Tapi, kali ini aja kak, Lika pengen ngerasain kebebasan Lika. Lika juga mau bahagia dengan pilihan Lika sendiri" tangisnya kini mulai terdengar lebih keras
"DASAR ANAK GA TAU DIRI, PANTES AJA KAMU DI BU ... "
"PANTES APA KAK, LIKA TAU LIKA BUKAN ADIK KANDUNG KAKAK!"
"Lika mohon kak!"
"Plaaaaakkkk!"
Tamparan Eli mengenai pipi kanan Lika
Eli pun pergi meninggalkan kami. Ku lihat dari jauh ia seperti mengusap wajahnya deng telapak tangan nya.
Saat aku ingin memeluk Lika, ia pun menolak.
"Stop Rexa, I'm hurt, don't touch me, please!" air matanya pun terkihat semakin deras.
Akhirnya kami kembali ke rumah, aku sengaja berada di ruang tengah depan televisi untuk memberi nya waktu menyendiri.
'Karma its real' Itu adalah kalimat yang membayangiku malam ini, entah dosa apa yang sudah ku lakukan dari dulu, aku selalu menyesal dengan apa yang ku perbuat.
Aku yang gelisah hanya bisa bolak-balik di depan kamar.
"Aku harus ngomong apa ?" batinku
Setelah cukup lama kami bersama, baru kali ini aku melihat Lika begitu kecewa, aku tidak bisa berpikir apa yang ada dipikiran Lika.
Ingin sekali aku melakukan ibadah malam ini, tapi aku takut. Aku selalu takut untuk menghadapNya. Lagi pula sejak mama meninggalkan ku, aku tidak pernah belajar tentang agama lagi. Tapi kali ini, ya Tuhan, rasanya aku benar-benar menyesal.
Aku tidak takut hewan buas, aku tidak takut kegelapan, bahkan aku tidak takut untuk mati. Yang aku takutkan adalah aku tidak bisa bersama lagi dengan Lika. Hanya itu, cuma itu yang ada di dalam kepala ku saat ini.
Sepertinya Tuhan sedang memberiku cobaan, tidak mungkin, tapi Tuhan sedang menghukumku atas perbuatan perbuatan ku sendiri.
---
Sudah mendekati fajar, dan aku masih tetap terjaga, kulihat jam di tanganku menunjukan angka 4.50 wib.
Aku benar-benar harus pasrah, sudah tidak ada cara lagi untuk menyelamatkan hubunganku dengan Lika.
Menjawab tawaran Indah bukan hal yang buruk.
Aaaarrrgggghhhhkkk!!!!
Jadi memang begini rasanya, baru pertama kali bagian dada ku terasa begitu sakit, tidak, seluruh tubuhku merasakan hal yang sama.
Ku coba perlahan membuka pintu kamar tapi hasilnya nihil karena sudah dikunci dari dalam.
Apa Lika melakukan bunuh diri di dalam, tapi aku percaya Lika tidak sedangkal itu cara berpikirnya.
Apa Lika menggoreskan urat nadi nya dengan serpihan kaca, hey ini bukan sinetron, lagi pula Lika tidak sebodoh itu.
Kulihat lagi jam di tanganku yang kini sudah berada di angka 6.30 wib
Jantungku pun berdegup kencang, khawatir dengan apa yang Lika lakukan, aku pun mencoba menaiki kursi dan mengintipnya lewat celah-celah ventilasi tapi tetap saya aku tak dapat melihatnya sama sekali.
Aku hanya bisa berharap kepada Tuhan kalau ia akan menjaga Lika.
---
Aku terbangun dengan selimut yang menutupi setengah badanku.
Aku langsung berlari menuju kamar untuk melihat keadaan Lika tapi ia sudah tidak ada di kamar.
Ku pantau seluruh barang-barang kami masih sama seperti kemarin. Artinya Lika tidak pergi meninggalkan rumah ini.
Sedikit lega rasanya melihat tidak ada tali menggantung atau pun darah berceceran di lantai kamar.
"Lu ngapa Xa ?"
"Hah ? Lah lu kok bisa masuk sini"
"Ya iyalah bisa masuk, orang pintu depan lu ga lu kunci" sahut Raka sembari memakan gorengan yang terlihat masih hangat
"Bagi dong Ka, belum makan nih dari semalem"
"Enggak!" Raka pun menutupi gorengannya di belakang tubuhnya.
"Oh iye Ka, bilangin Karin, udah lama gue ga ngampus, tolong di benahin ya"
"Enak banget lu ya ama Karin ga kuliah, gue doang yang kuliah" ia pun tampak memasang wajah sebal.
"Ya lu ga masuk aja"
"Makanya boss, naekin dong pangkat gue" Raka pun tertawa sembari menyodorkan gorengan yang sedari tadi ia pegang.
---
Aku memaksa Raka untuk tidak berangkat kuliah lalu menjemput Karin dan Nana sebelum jam makan siang karena ada yang ingin ku persiapkan.
Sedangkan aku membeli beberapa peralatan yang akan dibutuhkan, setelah mendengarkan intruksiku, Raka langsung pergi sambil membawa catatan yang ku bagi menjadi beberapa bagian.
Kkrriiiinnngggg krriiinggggg
"Rexa, sore ini aku akan bertolak ke Jakarta lagi, bisa kah kita bertemu sekarang"
"Maaf aku lagi sibuk!"
"Tapi aku sudah berada di depan rumahmu" ucapnya
"Lho kamu tau rumahku dari mana ?"
"Aku dapat mengikuti kemana perginya Raka via GPS, jadi sekarang aku tau dimana rumahmu" lanjutnya.
"Raka sialan!" umpatku dalam hati
"Yaudah kamu masuk aja, pintunya ga dikunci kok, aku lagi sibuk di kamar ga bisa ke depan"
Aku langsung berlari kencang menuju kamar mencari laptop dan mencoba terlihat sibuk diatas kasur.
Tok tok tok
"Rexa"
"Masuk aja ga dikunci" sahutku.
"Lho kamu sedang apa ?"
"Aku ? Aku lagi bakar ayam, ya main laptop lah"
"Kamu kenapa berubah menjadi sedikit galak denganku" lanjutnya.
Ia pun menaikan sedikit rok nya yang ketat dan menurunkan underwearnya dihadapanku.
"Hey, kamu ngapain Indah ?"
"Aku sedang apa ? Aku sedang memanggang sosis, ya tentu saja ingin bermain denganmu" ucapnya manja sembari menutup laptopku.
"Rexa, You're the drug that I'm addicted to, and I want you so bad, guess I'm stuck with you and that's that" desahnya membisik di telingaku
"What the F!"
Ia pun membuka dua kancing bagian atasnya dan memperlihatkan bra yang berwarna merah padaku.
"Indah stop, please" pintaku
Ia malah semakin menggila sekarang, ia membuka seluruh pakaiannya kecuali bra merah nya yang terlihat kesempitan untuk ukuran dada nya.
Memang menyenangkan melihatnya seperti itu, aku juga belum pernah melihat lekuk tubuhnya secara langsung, ternyata ia memang indah, namanya sangat cocok untuk postur tubuhnya.
BODOH!
Baru saja beberapa jam aku menjadi orang baik, sekarang seperti hilang semua kata-kata menyesalku, lagi pula, "kucing mana yang menolak daging mentah"
Ia pun menyodorkan dada nya ke arah mulutku.
Tangan ku yang sudah mulai gemetar melihat nya se seksi langsung membuka bra bagian belakangnya
"Mmmppphhhhh"
"Rexa pelan-pelan sayang"
"Aaaarrggghhhhkkk!"
Jika di ibaratkan buah, Lika berbentuk seperti melon, dan Indah seperti pepaya. Ah sialan, aku lagi-lagi membuang waktu memikirkan hal se bodoh itu.
Bagian ujung pepaya nya yang masih berwarna pink membuat hasrat ku semakin bergejolak. Ku pangku ia di antara kedua pahaku sambil ku lumat semua bagian yang ada di depan matakj
"Aaagghhhhh"
"Reexaaaaaaa mmmpphhhh"
Tak ingin membuang waktu lama aku pun menurunkan sedikit celana pendek ku agar justin bisa bernafas karena sedari tadi ia sudah tak tahan untuk berdiri sendiri.
Tak lupa ku ambil pengaman di sela-selar kasurku, hampir di setiap sudut rumah selalu ada pengaman, hanya untuk berjaga-jaga saja!
Indah pun mengarahkan justin menuju area terlarangnya
"Aargggghhh eennnaaakk"
"Reeeexxxaaaa mmppphhh"
Indah menjambak-jambak rambutku sembari menaik turunkan tubuhnya mengikuti irama desahannya.
Tak kusangka, baru kemarin ini ia merasakan nikmatnya justinku kink sudah seperti pro player. Ia menjadi sangat sangat aggressif.
Setelah lama ia bermain di atas tubuhku, ia pun menggelinjang lalu tergulai lemas diatas tubuhku.
Aku pun ke kamar mandi mencoba melepaskan pengaman yang masih tersangkut di justin.
Tak ku sangka ia malah mengikutiku ke kamar mandi lalu membersihkan justin dengan mulutnya yang kemudian juga ia telan mayonaise nya.