"Assalamuallaikum mbak Lika"
"Eh ada yang manggil lu tuh" ucap Raka
Syifa pun mengikuti Lika keluar rumah
"Lu yakin Xa ?" ucak Karin
"Iya"
"Dia mah orang gila Rin, jan didengerin" sahut Raka yang badannya ditimpuk bantal kecil oleh Karin
"Waallaikumsalam mbak, mari masuk"
"Hai Syifa" salam Okta
Syifa yang dari tadi mengikuti Lika langsung mengumpet karena malu dibelakang tubuh kakaknya.
Aku dan Raka yang memang lagi rebahan di karpet depan tv langsung terbangun melihat mbak Okta datang
"Assallaikum semua"
"Wallaikumsalam mbak" aku, Raka dan Karin kompak mengucapkan salam
Suasana ruang tengah terlihat lebih ramai dari biasanya karena kedatangan mbak Okta, tutur katanya yang sopan, bahasanya yang halus, gaya berhijabnya yang simple membuat kami semua senang di dekatnya, apalagi Syifa, ia kini sudah tidak malu lagi dan terang-terangan mencoba menarik perhatian Okta.
Bagiku, Okta juga terlihat cantik, ia sangat cocok menjadi seorang ibu. Tapi bukan ibu dari anak-anakku.
"Oh mbak Okta udeh nikah, yah telat dong aku" ucap Raka menggoda
Kami pun tertawa lagi mendengar suara Raka yang patah hati membuat kami makin bergembira.
---
Kedatangan Okta adalah bermain dengan Syifa, dia mengajak Syifa ke rumahnya, karena Okta belum dikaruniai seorang anak, jadi Okta dan Achmad sangat senang. Mereka berdua memberi bantuan, jika aku dan Lika ke kampus, mereka dengan sangat gembira akan mengajak Syifa, Aden dan Nila main di rumahnya.
Sebenarnya aku dan Lika juga baru saja merencanakan akan menyewa beberapa tenaga baby sitter, tapi karena ku pikir lagi Okta dan Achmad sepertinya adalah orang baik-baik, jadi kami setuju dengan permintaan Okta.
Lagipula Syifa juga sangat terlihat senang sekali.
Karin dan Raka datang kerumahku untuk membawakan beberapa style pakaian yang harus ku kenakan saat akan berangkat ke Jakarta esok lusa.
Setelah dapat ijin dari Lika, Karin membeli motor matic untuk dipakai Lika ke kampus atau sekedar mengantar anak-anak pergi sekolah.
Sebenarnya Lika tidak begitu menyukai jika ia apa-apa harus di persiapkan olehku, dia juga tidak terlalu menyukai hal-hal yang sedikit mewah. Mungkin karena ia terbiasa dengan hidup sederhana.
Setelah agak siangan Karin dan Raka meminta ijin padaku dan Lika untuk menjemput Aden dan Nila.
Tak membuang kesempatan saat hanya ada kami berdua. Aku langsung menggendong Lika ke tempat tidur dan langsung bermain seperti biasa, berapa kali harus kuakui, bermain dengannya di atas ranjang membuatku kecanduan.
Pesona innerbeauty yang Lika pancarkan seolah meracuni seluruh tubuhku, tak bisa aku tidak menyentuhnya jika hanya ada kami berdua dalam satu ruangan.
"Saaayyyaaanngggg kamu kenapa ga pernah pakai pengaman kalo lagi main sama aku" desah Lika yang terbaring diatas tubuhku.
Aku hanya terdiam sambil memeluknya lebih erat.
Terasa sekali dada nya semakin kencang dari hari-hari sebelumnya, dan bagian bokongnya pun agak membesar.
Tubuhnya yang seksi kini semakin berisi yang membuatku semakin hari semakin nafsu melihat postur tubuhnya.
Aku bukan tipe orang yang tidak memikirkan hal kedepannya, aku tidak nyaman jika berhubungan badan dengan Lika harus memakai pengaman.
Lagipula, aku juga harus menyusun rencana dari otak licinnya papa yang hanya memikirkan hartanya sendiri.
"Saaayyyaannngggg mau ditarik kapan justin kamu, aku takut Raka sama Karin pulang" desahnya makin melemas
"Kak ? Kak Lika dimana ?"
"Oh shit baru diomongin udah dateng, panjang umur nih pada" batinku
Lika yang masih lemas kututupi selimut, ia sepertinya sedikit mengantuk, aku lun langsunh memakai semua pakaianku dan langsung keluar dari kamar.
"Lah Xa, rambut lu kok acak-acakan" ejek Raka yang membuat Karin juga tertawa
"Die mah Rin, ditinggal dikit aja mah udah ayok banget itu, ye ga" lanjut Raka
"Om, kak Lika kemana ?" tanya Nila
"Kak Lika lagi tidur, kecapean dia kayanya" sahutku
"Yaiyalah kecapean, orang saban hari di gembyos mulu" timpal Raka
---
Matahari sudah terbenam, dan semuanya telah berkumpul diruang tengah, karena di meja makan hanya ada 4 bangku, jadi kami memilih makan malam lesehan di ryang tengah.
Lika dan Karin menyiapkan makanan di dapur, Syifa dan Nila pun katanya mau membantu mereka di dapur, katanya.
Sementara para aku, Raka dan Aden rebahan sanrai sambil menonton tv.
"Om pelit, aku mau tanya dong om" ucap Aden.
Raka yang sedari tadi menonton tv seketika tertawa ngakak mendengar ucapan Aden.
"Mau tanya apa Aden ?"
"Om peyit, aku juga mau tanya dong" ledek Raka
Aku pun langsung menimpuknya dengan bantal yang ku pakai.
"Om, kalo pacaran itu bisa punya bayi ga om ?"
Mendengar pertanyaan Aden aku menelan ludahku sendiri.
"Enggak dong, kan belum nikah, ga boelh punya adek bayi kalo belum nikah" jawabku
"Yah, kalo gitu om sama kak Lika kapan nikah ? Biar Aden punya adek bayi"
"Gue ga denger, lagi pake earbuds" ledek Raka sambil mencoba sibuk dengan smartphonenya.
"Ehh kalo gitu, gini lho, tanya kak Lika aja, om mau ngerjain tugas di laptop" aku pun segera beranjak dari sofa mencoba mencari laptopku.
"Yeeeaayyy makanan udah jadi" teriak Karin yang disambut sorak anak-anak.
---
"Hati-hati kak Karin yang cantik" ucap Nila
Mereka bertiga pun melambaikan tangannya.
"Yaudah yuk tidur, besok biar om Rexa anter kalian sekolah" ucapku
Mereka pun terlihat senang dan berlari menuju kamar masing-masing.
"Kalo kak Lika bia om Rexa yang tidurin" bisikku di telinga Lika
"Ga ahh kak Lika mau bobo manis" sahut Lika yang beranjak pergi dariku
Kutepak bagian bokongnya. Ia pun hanya menoleh ke arahku sambil mengedipkan mata.
Tok tok tok
"Om Rexaaaaaa, kak Likaaaaa"
Aku terbangun mendengar suara teriakan anak laki-laki itu, entah semalam berapa ronde yang kumainkan, terakhir yang kuingat adalah aku memenjamkan mata saat suara adzan berkumandang.
"Oh shit udah jam 6 lewat" batinku
Tanpa mandi dan hanya memakai celana pendek aku langsung mengantarkan Nila dan Aden berangkat sekolah, karena jam masuknya pukul 7.00 pagi.
"Om Rexa kereennnnnn" ucap Aden
"Iya keren ada gambar mata di dadanya" lanjut Nila.
Kuambil uang 50rb an dua untuk sangu mereka sekolah, karena mereka belum sarapan pagi.
Aku langsung pulang kerumah karena ingat aku lupa mengunci pintu, sementara Lika hanya kubaluti seluruh tubuhnya dengan selimut.
Saat hendak memarkirkan mobil, ku lihat mbak Okta menyalami suaminya.
"Enak kali ya digituin ama Lika" batinku
Aku pun langsung turun dan ingin membuka pagar.
"Mas Rexa, boleh minta tolong ?"
"Kenapa mbak ?" jawabku
"Tolong pasangin gas mas, gas ku habis, aku nggak berani" lanjutnya
Aku langsung kerumah Okta dan mengurungkan niatku memarkir mobil.
Dia bercerita bahwa dulu dia sempat panik karena kompornya pernah meleduk, makanya ia tak berani lagi, ia bilang bahwa ia trauma dengan keadaan seperti itu.
"Tolong ya mas" ucapnya
Aku hanya mengangguk.
Ternyata mbak Okta terlihat segar walau masih pagi. Dia ga kaya kebanyakan emak-emak, dia masih memandang fashion, mungkin karena takut mas Achmad pergi meninggalkannya, atau takut mas Achmad selingkuh, entahlah.
Tapi baru pertama kali aku melihat mbak Okta tanpa memakai hijab dan hanya daster saja.
Setelah memasang gas ia menahanku agar jangan pergi, sebagai imbalannya ia membuatkanku kopi.
Lagi-lagi gairahku meningkat karena melihatnya berjalan membelakangiku.
"Aaahhhhh! Dia udah punya suami, baka"
"Silahkan diminum dulu kopinya mas"
Sesaat ia menundukan badannya sembari memberikan kopinya padaku, terlihat jelas bagian dadanya tanpa ditutupi bra.
Pikiranku pun langsung mengarah ke hal negatif.
Tapi hatiku masih berpikir positif, mungkin, mungkin setelah bermain dengan mad Achmad semalam ia lupa memakai bra nya, sama sepertiku yang tanpa memakai underwear.
"Mas Rexa sering nge gym ya" tanyanya
"Enggak kok mbak"
"Ah bohong, itu buktinya badannya kotak-kotak seperti roti sobek"
"Eehhh!"
"Andai suamiku juga punya tubuh seperti mas Rexa" lanjut Okta
"Mbak, maaf, aku pulang dulu, ga enak kalo keliatan tetangga, lagian aku lupa pake baju, nanti disangka ngapa-ngapain mbak" ucapku
Ia pun hanya tersenyum sambil mengangguk padaku.
Kurasa celanaku semakin menyempit mendengar omongan mbak Okta.
Sabar ya justin, masih ada waktu lain.