Chereads / Please Fall For Me / Chapter 12 - Supir Baru

Chapter 12 - Supir Baru

Aku mengerjabkan mataku beberapa kali ketika sinar mentari pagi mengganggu lelap tidurku. Ah, sudah pagi rupanya. Entah mengapa pagi ini aku merasa kantuk masih sangat membuatku enggan beranjak dari ranjang ini. Oh, aku ingat semalam aku terjaga hingga dini hari karena rasa cemas membuatku tak bisa tidur dengan nyaman. Aku melirik ke sebelah tempat tidurku. Sudah kuduga, lagi-lagi dia tidak disana. Aku menggeliat untuk sekedar meregangkan otot-otot sambil mengumpulkan nyawaku. Tunggu dulu, kenapa ruangan ini terlihat begitu menyilaukan? memangnya sekarang sudah jam berapa?

"Sampai kapan kau akan terus tertidur?" aku tersentak mendengar suara kak Alan. Aku terduduk mencari-cari sumber suara. Mataku membulat sempurna ketika mendapatinya berada di sofa empuk depan ranjang kami. Wajah tegasnya melayangkan tatapan dingin menghujam jantungku. Kak Alan bersedekap dengan setelan kantornya yang sudah sangat rapi. Melihatnya seperti itu membuatku tersadar akan keadaanku yang masih naked di balut kemeja kantornya yang kebesaran miliknya ini dengan rambut berantakan. Hal itu membuatku sangat malu dan wajahku terasa panas.

"Maafkan aku kak" aku menggantung kalimat dan mengalihkan tatapanku dari iris mata hitam gelapnya yang seolah menenggelamkanku kedasar lautan yang dingin. Aku hanya bisa mengeratkan selimut dalam genggamanku. Aku sempat berdehem untuk menetralkan suara serak khas bangun tidurku sebelum bersuara lagi.

"Aku akan membuatkanmu sarapan" aku mencoba berbuat sesuatu untuk meredamkan rasa kesalnya yang melihatku bangun kesiangan.

"Tidak perlu" jawabnya mantap sembari membenarkan sedikit letak dasinya. Ia berjalan ke arahku yang masih terpaku tak ingin meihat ke arahnya.

Kak Alan mengambil jam tangan dan ponselnya yang terletak di meja nakas samping ranjang kami. Darahku berdesir ketika indra penciumanku menangkap aroma tubuhnya yang sangat familiar itu. aroma tubuhnya sangat jantan. Aku hanya memejamkan mataku membayangkan kak Alan memelukku sambil membisikkan kata cinta di telingaku. Oh tidak, aku mulai menghayal sesuatu yang mustahil lagi. cepat-cepat aku membuang pikiranku barusan.

Kak Alan mengernyitkan dahi ketika melihatku menggeleng-gelengkan kepala, lalu ia melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti menjauhiku.

"aku tidak membayar kuliahmu hanya untuk membolos" ujarnya berjalan ke ambang pintu dan menghilang dibaliknya. kata-katanya mengingatkanku akan jadwal kuliah pagiku. Astaga, aku hampir melewatkannya! Dengan sangat terburu-buru aku bergegas ke kamar mandi.

***

Setelah selesai menyiapkan diriku untuk berangkat ke kampus aku segera melangkahkan kaki-kaki kecilku berjalan ke luar rumah, aku bahkan melewatkan sarapan pagiku lantaran waktuku sudah tidak banyak. Pagi ini akan ada presentasi penting yang harus kutampilkan. Aku menghentikan langkahku seketika saat bertemu dengan seorang pria bertubuh tegap di depan rumah berpakaian sangat rapi. Kulitnya putih dan memiliki kumis tipis yang membuatnya terlihat manis. Ia berdiri di samping mobil hitam dan tersenyum ke arahku. Aku malah membalasnya dengan senyum kaku. Aku tak mengerti dengan keberadaannya disana.

"nona Lili?" ujarnya lembut.

"i ..iya, om siapa ya?" tanyaku penasaran. kenapa dia ada di depan rumah kak Alan yang notabene-nya memiliki sistem keamanan yang ketat. Pria ini pasti masuk dengan persetujuan kak Alan.

"silahkan nona masuk dulu, kita bicarakan dijalan" pria itu terlihat membukakan pintu belakang mobilnya untukku. Aku masih terdiam dan berpikir keras.

"bukankah kita sedang terburu-buru nona? Saya diperintahkan tuan besar untuk mengantarkan nona tepat waktu" ucap pria itu melihat diriku yang masih terpaku dan tak kunjung beranjak dari tempat.

Aku melirik jam tangan ku. Waktu sudah semakin mepet. Tanpa berpikir lebih lama lagi akupun mengangguk dan langsung melangkahkan kakiku memenuhi ajakannya.

"perkenalkan, namaku Genta. Mulai sekarang aku yang akan mengantarkanmu kemanapun atas perintah tuan besarku itu. nona manis"

"aku tidak mengetahui apa-apa tentang hal ini om, dan aku belum tentu akan menyetujuinya!" ucapku sinis. Aku tak suka dengan nada bicaranya yang genit itu. hei, kenapa tiba-tiba cara bicaranya berubah?

"apakah aku tampak setua itu sampai kau memanggilku om?. Asal kau tahu, aku lebih muda dari suami aroganmu itu!" pria ini memalingkan wajahnya ke arahku. Ia terlihat tidak senang dengan panggilanku padanya. kenapa dia protes? Padahal panggilan itu sangat cocok untuknya.

"tapi kau cocok!" balasku spontan.

"apa kau bilang? Panggil aku kak Genta! Atau aku akan mengadukanmu pada Alan bahwa kau membangkang perintahnya"

Aku menghela napas lelah. Bertambah lagi manusia merepotkan dalam hidupku. Tentu saja aku tidak mau bermain-main dengan emosi kak Alan yang berubah-ubah itu, yang benar saja!

"Terserah kau saja, aku yakin dia tidak membayarmu hanya untuk menjadi supir pribadiku. Katakan, apalagi perintahnya padamu?" Aku melayangkan tatapan penuh selidik meski aku tahu dia tidak terpengaruh sama sekali. Supir macam apa yang berani kurang ajar seperti ini? Sudah jelas dia bukan hanya supir biasa. Pastilah dia memiliki fungsi lain dimata kak Alan. Dia pasti salah satu orang kepercayaan kak Alan. Tapi kenapa? Apa motifnya tiba-tiba memerintahkan anak buahnya? Apa kak Alan sudah mulai membatasi gerakku? Kak Alan pasti mulai mengkhawatirkan pridenya yang menganggapku hanya mempermalukan dia.

"Menurutmu apa?"

"Aku tidak akan menanyakannya jika aku tahu om!"

"Hahahahhaa" ia malah tergelak membuatku melotot. Apa-apaan dia? Apa dia tidak tahu aku sedang sangat kesal sekarang?

"Kenapa tidak kau tanyakan saja padanya? Kau kan istrinya" ia kembali menaikkan sebelah alisnya menggodaku. Oke, aku mulai membencinya sekarang.

"A.. aku?"

"Kau takut ya!??" Tebakannya tepat menusuk di jantungku. Aku menatapnya nyalang yang masih fokus dengan kemudi.

"Uggh, me-memangnya kau tidak takut?. Dia itu sangat menyeramkan tahu!" aku menunduk membayangkan ekspresi marah kak Alan, perlakuan kasarnya bahkan perkataan kejam yang terlontar dari mulutnya. Mendadak suaraku terputus-putus.

"Tentu saja aku tahu Hahahha" ia kembali tergelak melihat ekspresiku yang berubah-ubah. Aku yang terlanjur kesal hanya bisa misuh-misuh membenarkan bajuku yang kusut kuremas-remas kuat. Ah, aku lebih senang naik kendaraan umum dari pada seperti ini. Entahlah, aku selalu senang bertemu dengan banyak orang. Apa aku mulai merasa kesepian? Aku hanya bisa tersenyum kecut.

"terserahmu saja, cepatlah aku sudah terlambat!"