Chereads / Please, Love Me.. / Chapter 56 - Tanda Merah

Chapter 56 - Tanda Merah

Setelah mendapat restu dari orang tua Ara, Dariel bisa bernafas dengan lega meskipun nyatanya dia belum berani mengumumkan secara resmi di kantor jika dirinya dan Ara berpacaran. Teman-temannya yang kaget pun tak henti terus bertanya. Kok bisa?. Hari ini Dariel belum melihat batang hidung Ara dikantor. Dia tak tahu kenapa kekasihnya itu belum juga datang. Daripada penasaran Dariel akhirnya menelpon Ara.

- Halo sayang.

- Kamu dimana?.

- Kenapa? kangen ya?.

- Hm...banyak kerjaan tuh dimeja.

- Siangan aku ke kantor.

- Oh ya udah.

- Kamu mau nanya itu doang?.

- Iya.

- Ih..apa kek gitu, ngomongin yang lain.

- Ini masih jam kerja.

- Terus kenapa kamu telpon kalo tahu masih jam kerja?.

- Aku kan juga soal kerjaan, ngasih tahu kamu kalo laporan pada numpuk.

Dariel sambil senyum-senyum di balik telepon.

- Harusnya Chandra yang telepon aku.

Ara menggoda.

- Oke, aku ga tahan kalo aku ga tahu dimana kamu, harusnya kamu kasih tahu aku dong.

- Aku baru bangun, baru liat Handphone.

- Ini udah jam berapa? masa baru bangun.

- Aku cape banget kemarin.

- Cape? kaya diapain aja.

- Aku ga bisa tidur saking senengnya Daddy tahu.

- Ya udah cepet ke kantor.

- Engga ah lama-lamain aja.

Goda Ara.

- Eh tahu ga menurut aturan, maksimal 4 jam masuk kerja baru ke hitung sehari..

- Aku kan bos, bebas.

- Ga ada aturannya ditulis bos atau siapa.

- Ngebet banget pingin ketemu aku, padahal baru kemarin.

Ara membuat Dariel salah tingkah.

- Udah ah aku tutup teleponnya.

- Ya udah silahkan pak Dariel.

- Awas ya kalo ketemu.

Dariel mengancam dan menutup teleponnya. Dia menatap layar handphone dengan senyuman di bibirnya. Ara..Ara...hanya dia yang bisa menjungkir balikan perasaan Dariel. Dia bisa membuat Dariel sedih, sangat sedih tapi dia juga bisa membuat pria itu senang bukan kepalang. Dilain tempat Ara yang juga senyum-senyum mulai berjalan kebawah. Ara cuek dengan bekas merah dilehernya dan terus berjalan santai menemui Jay dan Kay yang sedang asyik berenang.

"Siang-siang gini berenang bikin item kulit aja."

"Terserah kitalah, komentar aja." Balas Kay yang melihat Ara membuka majalahnya sambil duduk santai dikursi.

"Bukannya kamu ada luka?nanti ketahuan Daddy lagi."

"Ga papa kan kata kakak suruh jujur bilang daddy."

"Ih ga perih apa?"

"Ga cape apa komentar terus?"

"Gimana sama Ran?udah bilang?"

"Belum, ketemu aja belum."

"Kenapa? takut diomelin? iyalah pacarnya ugalan-ugalan.."

"Mending ugal-ugalan daripada tukang selingkuh.."

"Enak aja..."

"Emang aku ga tahu kakak bikin ulah apa."

"Udah dibantuin juga bukannya bilang makasih kek."

"Kan udah kemarin."

"Jay cari pacar sana.." Ara kini mulai mengganggu Jay.

"Aku ga mau pacaran."

"Kenapa?"

"Aku belum nemu yang kaya Tiara." Jay masih teringat-inget mantannya itu.

"Jay Move on dong. Tiara aja udah punya pacar lagi." Perkataan Ara membuat Jay berenang ke tepi.

"Ga papa, mungkin rasa sayang dia ga kaya aku. Aku udah nunggu dia 7 tahun kak masa aku gampang sih lupain dia gitu aja."

"Jay..Kaya ga ada cewek lain aja. Jauh-jauh susulin dia ke Jogja cuman buat diputusin, emang ga sakit hati?" Kay ikut berkomentar.

"Coba deh kamu pikir dari sisi kejamnya. Tiara juga tahu kan kamu suka dia dari dulu tapi dia bisa mutusin kamu dengan gampang, Tiara tahukan kamu temenan juga sama Kak Dirga tapi dia malah pacarin. Kamu ga ngerasa kesel gitu?kali ini kakak setuju sama Kay." Ara membuat Jay terdiam sejenak.

"Karena aku sakit makannya Tiara gitu. Coba kalo aku kaya cowok lain Tiara pasti suka." Jay melakukan pembelaan kali ini membuat Ara menutup majalahnya lalu menghampiri adiknya itu. Menarik wajah Jay yang basah dari atas agar menatapnya.

"Kamu ga sakit. Jangan ngomong gitu lagi kakak ga suka dengernya." Ara dengan tatapan tajam membuat Jay takut.

"Iya Jay, Tiara nanti pasti nyesel tuh udah putusin kamu." Kay langsung menyerbu Jay dari belakang memberikan semangat pada adiknya.

"Makannya kamu rubah penampilan kek bikin Tiara pangling kalo perlu."

"Emang ada cewek lain yang mau nerima aku?"

"Ada banyak." Kay langsung menjawab dengan cepat.

"Udah ga usah dipikirin, kamu pasti bakalan ketemu sama cewek yang jauh lebih baik dari Tiara."

"Iya kak.."

"Iya kaya aku ketemu Ran."

"Kalo itu untung dikamu rugi di Ran."

"Kakak bisanya ngeledek."

"Kak?kenapa lehernya?kok merah?"

"Ah masa sih?" Ara langsung menyentuh lehernya.

"Iya disini kak." Jay menunjuk ke arah leher Ara yang merah.

"Ah kena serangga nih paling, harus cepet-cepet pake salep." Ara yang semula berjongkok kini berdiri.

"Serangga apaan tuh?serangga kepala besar?" Kay menggoda karena tahu itu bukan gigitan serangga.

"Ya mana kakak tahu.."

"Palingan serangga bermobil." Kay menggoda lagi.

"Apaan sih kamu.."

"Cepet obatin nanti infeksi kak." Jay yang polos malah khawatir atas bekas itu.

"Yang begitu ga usah diobatin Jay ntar juga ilang."

"Kay diem deh.." Ara tampak malu.

"Daddy sama mommy kemana sih tumben belum turun." Kay aneh karena hari sudah mulai siang namun orang tuanya belum terlihat turun dari kamarnya.

***

Dariel melihat kearah jam tangannya. Sudah hampir pukul 3 sore dan Ara belum juga datang ke kantor padahal tadi jelas-jelas dia bilang akan datang di siang hari. Pesan-pesannya pun belum Ara balas. Dariel jadi berpikir lain-lain lagi.

"Kenapa Riel?." Tanya Gio yang kebetulan ikut meeting dengannya.

"Ga papa."

"Yuk udah selesai, balik lagi keruangan." Gio bergegas membereskan notebooknya.

"Iya Gi..." Dariel ikut bergerak mengikuti Gio.

"Bentar lagi ulang tahun Sonya, katanya mau bikin surprise gitu Riel.."

"Iya, Chandra udah heboh dari kemarin sama Mia.."

"Mereka berduakan kalo ada acara begitu pasti yang paling semangat. Mau diapain emang?."

"Katanya mau dikerjain, mau dibikin marah."

"Nanti ketahuan lagi."

"Kan seharian ini terus kita udah ngucapin juga dari awal jadi dia ga curiga."

"Oh...oke."

"Lu suruh Bu Ara dong marahin dia."

"Ya kali buat apa?."

"Supaya terkesan beneran gitu, lu kan pacarnya pasti Bu Ara mau.."

"Sst.....jangan ngomong keras-keras kalo ada orang yang ngomong bahaya." Dariel segera melihat ke kiri dan ke kanan takut-takut masih ada karyawan yang lain. Tidak lama suara Handphonenya berdering. Itu Ara.

- Halo..

- Riel...

Suara Ara dengan terisak.

- Halo, kamu kenapa? kok suaranya gitu?.

Dariel cemas mendengar suara tangisan Ara dibalik telepon. Dia menyempatkan diri melambaikan tangan pada Gio lalu bergegas masuk kedalam ruangannya.

***To be continue