WARNING!!Dalam cerita ini mengandung muatan dewasa. Harap kebijksanaan pembaca. Bagi pembaca yang dibawah umur atau yang tidak nyaman dengan cerita ini, Dianjurkan untuk tidak membaca bab ini.
Meeting kali ini entah mengapa Dariel dibuat tak konsentrasi oleh Ara. Bukan hanya pemilihan tempat duduk yang membuat mereka bersamping tapi gerakan-gerakan kecil Ara membuat Dariel salah tingkah, untung saja Chandra yang ada didepannya fokus dengan semua materi yang ditampilkan. Dariel yakin dialah yang akan menjelaskan hasil meeting ini pada Ara. Kini Ara menegakkan duduknya sementara tangannya dibawah mulai mengusap pelan paha Dariel. Dariel yang terkejut sempat meliriknya namun Ara berakting seolah-olah sedang fokus. Dia tak mau memandang kearah Dariel. Dia hanya mengangguk-nganggukkan kepalanya seakan menyetujui setiap perkataan sang pemateri. Belum juga usai aksinya. Kini tanpa ragu Ara menggenggam tangan Dariel dibawah meja. Jemarinya dengan lincah menarik tangan Dariel namun cepat-cepat Dariel melepaskannya lagi. Bisa bahaya jika sampai ada orang yang memergokinya. Kelakuan Ara itu berlangsung sampai meeting selesai. Sejujurnya dibanding senang, Dariel khawatir akan tindakannya. Dia benar-benar belum siap jika hubungannya terbongkar di kantor.
"Pak Dariel calon pelamarnya udah ada nanti admin saya kirim berkasnya ya.." Ucap Maya yang merupakan salah satu staf HRD kantornya.
"Oh siap Bu, makasih.."
"Mereka udah kita interview, tinggal interview bapak aja."
"Berapa orang?."
"Hm...kalau ga salah 5 pak. Kayanya kalo mereka tahu bos-nya gini pasti bisa nambah." Puji Maya membuat Ara yang duduk menatapnya tajam. Berani-beraninya dia menggoda Dariel. Ara menekan bolpointnya kuat membuat Chandra sadar pasti ini gara-gara obrolan Maya dan Dariel.
"Saya minta kandidatnya Laki-laki Bu.."
"Waduh 5 itu, 2 nya perempuan pak. Admin saya ga bilang soal itu, kayanya dia keliru."
"Ya udah ga papa. Dicoba dulu aja."
"Kira-kira kalo saya pindah departemen keterima ga pak?." Canda Maya yang disambut senyum kecil Dariel.
"Bisa-bisa.."
"Bisa?!! Tidak semudah itu ferguso." Ara dalam hatinya. Enak saja wanita genit itu mau jadi rekan kerja Dariel.
"Kalo gitu saya duluan ya pak." Maya keluar dari kursinya. Dia juga sempat tersenyum pada Ara dan mau tak mau Ara membalasnya dengan terpaksa.
"Chan, notulennya print simpen di meja saya, saya mau kebawah dulu."
"Siap Bu..." Chandra menutup laptopnya lalu berjalan pergi dibelakang Ara sementara Dariel masih duduk disana. Baru berdiri suara Handphonenya berbunyi.
# Aku tunggu di gudang bawah.
Dariel menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum. Apa lagi yang akan diperbuat Ara?. Apa kali ini dia akan mengamuk karena ulah Maya tadi?. Wanita itu benar-benar selalu bertingkah diluar perkiraan Dariel. Rasanya setiap hari selalu ada kejutan yang Dariel terima. Dariel menyempatkan diri terlebih dahulu menyimpan bukunya kini mulai berjalan lagi menuju gudang bawah yang Ara maksud. Gudang itu sebenarnya masih terpakai, hanya saja digunakan untuk penyimpan barang-barang Bad stok dan juga gagal produksi. Saat sampai, Dariel membuka perlahan pintu besinya yang secara otomatis tertutup kembali. Dilihatnya Ara sedang berbicara dengan seseorang.
"Bapakkan kepala gudang disini, masa saya tanya barang ini ga tahu?."
"Untuk datanya masih di update Bu."
"Saya pingin update sesuai fisik barang. Ini tempat berdebu gini pasti jarang bapak perhatiin. Gimana pun ini barang kita, saya udah ngeluarin cost buat bikin ini harusnya bapak perhatiin dong. Apa pernah ada laporan soal ini ke saya? perasaan saat ga pernah nerima."
"Akan saya laporkan setiap bulannya Bu."
"Ya udah besok saya tunggu laporannya dan harus detail kondisi barang dan kuantitinya."
"Iya Bu."
"Bapak boleh balik lagi keruangan."
"Makasih Bu." Ucap pak Agus yang merupakan kepala gudang BS disana. Rasanya aneh juga jika dia tak tahu menahu soal barang-barang di gudang ini. Pak Agus sempat melihat Dariel dan menyapanya. Dariel hanya membalas dengan senyuman.
"Kenapa Bu?."
"Masa barang-barang SC diginiin." Ara protes dan berjalan menuju lorong-lorong yang diapit beberapa rak tinggi dan besar. Rak-rak itu menyimpan semua produk SC.
"Tapi langkah kamu udah tepat panggil kepala gudangnya, tunggu data dari dia, kita cari mana barang yang bisa diperbaiki dan dijual mana yang engga."
"Ini tuh barang-barang dead stok atau bahkan udah stop produksi mau dijual gimana?."
"Bisa, coba nanti koordinasi sama Gio. Biasanya suka dijadiin gimmick gitu atau dijual di bazzar juga bisa nanti."
"Untung pacar aku pinter." Ara mulai tersenyum.
"Jadi...kalau panggil saya, belum nyambung Bu.." Dariel mulai berbicara formal kembali.
"Saya panggil kamu ada urusan lain." Ara kini bersandar disalah satu rak dan melipat tangannya.
"Ada apa bu Ara?." Dariel berdiri tepat dihadapannya.
"Besok...kamu pergi, hari ini...kita ga bisa main. Mommy pulang dari rumah sakit." Ara memainkan dasi Dariel.
"Terus?."
"Ya makannya aku ajak kamu kesini, biar bisa ngobrol bentar." Ucapan Ara membuat Dariel melihat kearah jam tangan. Ara segera berdiri tegak lagi lalu menurun tangan Dariel.
"Kenapa sih liat jam? bentar doang Riel. Aku ijin pulang cepet nanti jam 1."
"Aku cuman bentar kok disana sayang..." Dariel mengalah. Dia mengerti jika Ara selalu manja ketika akan ditinggalkan Dinas.
"Kalau bukan karena mommy aku udah ikut."
"Ra..aku udah bilang, coba bersikap profesional. Ga semua pekerjaan kita ada sangkut pautnya. Kaya gini nih. Orang pasti heran liat aku disini tapi kalo kamu, ya wajar-wajar aja.."
"Cuman tempat ini yang paling aman.."
"Aman darimanannya? bisa bahaya kalo ada orang masuk mergoki kita."
"Ish..ya udah-ya udah aku balik lagi.."
"Eh gitu aja marah.." Dariel menahan tangan Ara. Wajah kekasihnya itu kini cemberut. Dariel melihat-lihat keseliling takut-takut ada CCTV didalam sini tapi...dia ingat kalo gudang bawah CCTV hanya disimpan di akses jalannya saja. Dengan penuh kelembutan Dariel menarik Ara dalam dekapannya. Satu tangannya menarik wajah Ara agar mendekat kearahnya. Kini dapat bisa ditebak apa yang Dariel tautkan. Ya...itu bibirnya. Dia mencium Ara. Ini adalah hal ternekat yang pernah dia lakukan di kantor tapi siapa sangka dalam ketegangan ciuman itu semakin memikat. Ara tentu saja membalasnya. Ini yang dia inginkan. Bibirnya mencoba terus mengimbangi gerakan bibir Dariel. Tangannya yang semula bebas bergerak kini di sangkutkan di pinggang dan lengan Dariel. Dariel semakin menarik Ara. Menyandarkan tubuhnya di rak. Dia yakin rak itu cukup kuat untuk menahan bobotnya. Ciuman ini rasanya panas dan menggelora. Permainan lidah Ara membuat Dariel tak mau melepaskannya. Tentu saja hal itu tak mungkin dia lakukan. Bagaimanapun dia dan Ara membutuhkan oksigen.
"Bibir kamu ada lipstiknya." Ara senyum-senyum.
"Nakal sih kamu."
"Siapa yang cium duluan."
"Udah jangan kesel. Aku ga suka aku mau pergi kamunya bete."
"Iya engga."
"Ya udah, udah aku kasih bonus nih bolos di jam kerja. Kita balik lagi aja ya sayang, pas aku pulang kita puas-puasin deh ketemunya."
"Sini aku lap dulu.." Ara dengan manis mengusap bibir Dariel. Dia mencoba memastikan tak ada sisa-sisa lipstik yang terlihat mengkilat.
***To Be Continue