Seperti Janjinya Dariel menemani Ara ke acara ulang tahun temannya. Gemerlap cahaya warna-warni menghiasi semua penjuru ruangan dengan suara musik yang kencang. Dariel hanya melangkah kemana Ara akan membawanya. Khusus untuk malam ini Ara absen menjaga ibunya.
"Happy birthday kak..." Ara sambil memberikan sebuah kantung belanja pada seniornya.
"Wah...makasih Ra..." Eris memeluk Ara sebentar.
"Iya sama-sama kak.."
"Kirain ga akan datang, soalnya denger-denger dari Dirga ibu kamu baru lahiran.."
"Iya beberapa hari yang lalu kak."
"Katanya sempet kritis, gimana sekarang?."
"Udah baikan kak Alhamdulillah.."
"Syukur deh.."
"Eh kak kenalin nih pacar aku, Dariel namanya.." Ara menarik pelan tangan kekasihnya.
"Eris.."
"Dariel.."
"Awas...bang sama Ara, galak belum ada yang bisa jinakin.." Canda Eris membuat Ara mencubitnya pelan. Dariel hanya tertawa kecil.
"Gila nih. Mana kak Sera? Aku aduin ya.."
"Lagi sibuk.." Eris menutupi badan Sera dengan dirinya.
"Eh...itu...bukannya..."
"Iya, Sachi.." Eris dengan tahu kemana mata Ara memandang.
"Dia udah bebas?."
"Udah, ada yang jamin lagian diakan lebih butuhnya di rehab. Kakak denger sih doi lagi deket lagi sama David."
"Ih..malesin juga, udah punya yang baru." Ara memandang Dariel.
"Kenal Ara dimana bang?." Eris yang entah kenapa langsung memanggil Dariel dengan sebutan Abang.
"Satu kantor sama Ara.."
"Oh..asyik dong ya, kerja sambil pacaran."
"Ga bisa kak, masih ada Daddy.." Ucapan Ara di sambut tawa kecil Eris.
"Ya udah, takut ada temen-temen kak Eris yang lain. aku keliling dulu deh."
"Ya udah sambil makan sana, habisin kalo perlu."
"Oke.."
"Jangan pulang sampe acaranya selesai."
"Insyallah.." Ara sambil tersenyum. Eris terlihat berjalan pergi sementara Ara dan Dariel mengambil minuman.
"Kayanya kamu terkenal ya, hampir semua orang nyapa kamu dari kita datang."
"Aku ga ngerasa gitu.."
"Sachi itu siapa?."
"Kenapa nanyain? cantik?." Ara malah berpikir yang tidak-tidak.
"Engga, aku pingin tahu aja. Dia punya catatan kriminal ya? kok bahas-bahas dibebasin."
"Dia pernah ada kasus sama Kay dulu sampe Daddy marah. Intinya Kay digrebek sama polisi bareng Sachi sama temen ceweknya juga. Mereka lagi telanjang dan ada barang bukti narkoba gitu."
"Hah? Kay...pecandu?."
"Eh engga, ceritanya dia dijebak. Pulang-pulang dia lagi mabok, sumpah ya kaget banget. Waktu itu aku sempet mikir beneran soalnya Daddy marah banget."
"Aku juga kaget, kirain Kay beneran gitu."
"Ah..dia paling berani ngerokok doang."
"Oh..Kay ngerokok."
"Tapi..ga akut banget, dia takut ketahuan Daddy."
"Daddy kamu galak juga ya."
"Daddy itu bisa jadi apa aja. Jadi baik banget bisa, jadi galak banget bisa, jadi lucu juga bisa."
"Kalau anaknya galak banget." Canda Dariel sambil mengusap pelan rambut Ara.
"Kamu mau makan ga sayang?."
"Aku udah makan dirumah tadi."
"Ya udah ngemil aja yuk.." Ajak Ara membuat Dariel melangkah lagi ke arah lain. Disana mereka melihat-lihat menu makanan yang tersaji bahkan mata Dariel dapat melihat beberapa botol minuman beralkohol disana.
"Lusa aku ada dinas ke luar kota ya sayang.."
"Berapa hari?." Ara sambil mengambil sebuah kue dengan krim diatasnya.
"4 hari aja."
"Kemana?."
"Ke Ambon.."
"Jauh banget.."
"Kita mau ekspansikan sampai sana." Dariel mengingatkan rencana perusahaanya.
"Ara.." Panggil seseorang membuat Ara menoleh.
"Nah...ini nih gw cariin juga.." Ara menyambut kedatangan Muel.
"Maaf telat, biasa...jemput dulu doi.." Muel menunjuk ke arah wanita yang ada disampingnya.
"Paula.." Wanita itu langsung mengenalkan diri. Seketika Ara menjabat tangannya. Ara pun tak mau kalah mengenalkan Dariel pada Muel.
"Jadi ini yang namanya Dariel? Jay suka cerita tentang lu loh.." Muel langsung bersikap so akrab."
"Riel..Muel ini temennya Jay juga."
"Sahabatnya Jay berartikan?." Tebak Dariel. Bagaimanapun dia sempat mendengar nama Muel disebut waktu itu. Samuel menjawab dengan anggukan. Tidak lama suara terdengar pertanda acara mau dimulai. Orang-orang berhamburan ke tengah ruangan untuk mengetahui apa yang terjadi.
"Ayo.."
"Aku disini aja."
"Yakin?."
"Iya.."
"Ya udah bentar.." Ara meninggalkan Dariel yang masih duduk disana. Dariel hanya memperhatikan Ara dari jauh mencoba memastikan tak ada ada yang menggganggunya terlebih dia tahu Dirga juga hadir dalam acara ini. Dari tamu yang hadir dapat Dariel tebak mereka pasti orang-orang kaya. Tampilannya saja sudah berbeda. Cara bicaranya pun terkesan saling memamerkan apa yang mereka punya. Ara memang punya lingkungan sosial yang berbeda darinya. Apa iya hubungannya akan bertahan? atau...Dirga bisa membuktikan ucapannya jika bisa merebut Ara. Kemarin-kemarin rasanya Dariel pede tapi sekarang nyalinya kembali menciut. Ya...kalaupun memang harus Ara dan dirinya berpisah, Dariel hanya ingin Ara mendapatkan lelaki yang bukan Dirga orangnya. Dia yakin ada orang yang lebih baik darinya apalagi Dirga. Semuanya memang tampak mulus sampai saat ini tapi entah mengapa Dariel merasa sewaktu-waktu itu juga bisa menjadi masalah. Apa kata orang jika mereka tahu salah satu pewaris SC hanya mendapatkan seseorang yang tak jelas seperti dirinya. Itu hanya membuat malu Ara dan keluarganya. Dariel mengambil minumannya. Dia meneguknya dengan pelan. Matanya melihat ke arah lingkaran gelasnya.
"Ra..." Seseorang menyentuh tangan Ara. Seketika Ara menarik tangannya. Siapa lagi kalo bukan Dirga.
"Apa kak?." Ara mencoba tetap bersahabat sambil melihat sejenak ke arah Dariel.
"Datang sama siapa?."
"Sama Dariel." Jawaban Ara membuat Dirga kecewa. Ara kembali melihat kearah depan dimana sang MC sedang berbicara dengan Eris.
"Aku mau ngomong sama kamu.."
"Tentang apa?."
"Ikut aku.." Dirga tak menjawab dia tetap bersikukuh menarik tangan Ara.
"Engga."
"Tentang kita "
"Ga ada yang harus diomongin lagi kak, aku udah kasih tahu kita harus jaga jarak. Aku temenan sama kak Dirga aja kaya dulu."
"Aku ga mau."
"Kak, inget loh sama Tiara."
"Ya makannya diomongin dulu..."
"Ga mau..." Ara bersikukuh. Dia langsung menarik tangannya lagi. Dirga semakin mendekat dan berdiri disamping Ara seolah ikut menyimak dan bertepuk tangan.
"Aku yakin hubungan kita masih ada harapan kok. Mama sama Tante Sica pasti seneng kalo kita bisa bareng." Dirga mengoceh lagi. Ara hanya meliriknya sinis. Seingatnya Ara, ibunya tak pernah memaksakan apapun tentang hubungannya dengan anak teman-temannya. Ara tak menggubris omongannya. Dirga memang sudah gila, bagaimana bisa dia bersama Dirga padahal Dirga sendiri berstatus pacar Tiara. Dirga lupa jika Tiara itu anak Dena yang merupakan sahabat Jesica juga?. Ara menggelengkan kepalanya sekarang.
"Hei.." Sapa Dariel yang sudah ada di belakang Ara. Diam-diam dia sudah menyelinap di kerumunan orang yang begitu ceria mengikuti games yang sedang berlangsung.
"Sini..." Ara menarik tangan Dariel ke arah pinggangnya.
"Ga ikutan games?." Tanya Dariel menghiraukan keberadaan Dirga.
"Engga, tadinya aku mau nyamperin kamu takut bosen."
"Engga, aku ga bosen kok sayang.." Dariel terus bersikap mesra bahkan kini tampak ragu Dariel mengecup pipi Ara mencoba memanasi Dirga. Dia ingin menujukkan jika Ara adalah miliknya. Adegan itu telah berhasil membakar hati Dirga. Dariel menatap tajam ke arah Dirga sambil tersenyum sinis.
***To be continue