"Kamu ngomong gitu Riel?" Ara penasaran dengan ucapan Jay tadi.
"Nanti aku jelasin ke kamu, aku selesain soal Jay dulu ya." Dariel tahu Ara sedikit kesal sekarang.
"Jay kak Ara emang jahat tapi kak Ara udah jelasin dan minta maaf ke kak Dariel. Kak Ara juga janji ga akan gitu lagi jadi ya udah kakak maafin, kalo nanti kedua kalinya gitu kak Dariel beneran bakalan tinggalin kak Ara. Jay juga maafin kak Ara ya, masa kakak adik musuhan sih, mana serumah enak apa gitu?mau Daddy marah lagi?"
"Jay maafin kakak dong, kakak ga akan gitu lagi. Udah cukup kita marahannya. Kakak sama Kak Dariel juga udah baikan sekarang masa sama Jay belum."
"Awas ya kak gitu lagi. Aku benci sama kakak."
"Iya engga, Maaf.."
"Iya aku maafin.."
"Jangan cuekin kakak lagi."
"Iya engga, kak ayo kak kebawah." Jay tetap antusias mengajak dariel ke halamannya.
"Aku kebawah sebentar ya."
"Iya jangan lama-lama." Ara membiarkan Jay dan Dariel pergi sementara dia sibuk sendiri menonton tv.
"Kak..." Kay sudah ada disampingnya.
"Apa?"
"Kakak bantuin aku dong."
"Bantuin apaan?soal Ran?"
"Bukan, ini bukan masalah Ran."
"Terus?"
"Kakak kan udah kerja aku minta uang dong."
"Uang?minta sama Daddy sana."
"Daddy pasti ngomel uang jajan aku habis."
"Lagian dipake apa aja sih?"
"Kemarin aku jatoh dari motor tapi ga bilang-bilang Daddy terus aku betulin motornya supaya ga ketahuan dan lumayan juga nah aku butuh uang sekarang."
"Pantes pake baju celana panjang mulu, mana liat lukanya.." Ara sambil mengomel lalu Kay menunjukkan luka di tangannya dan kakinya.
"Dasar bandel, kamu minta uang buat obatin ini?"
"Engga.."
"Terus buat apa? ini luka kamu juga harus diobatin. Ran tahu?"
"Engga Ran ga tahu, uangnya buat berobat orang lain, a..aku nabrak orang."
"Ampun ya kamu.." Ara menjewer telinga Kay.
"Aw...sakit kak.."
"Coba jelasin gimana awalnya?"
"Aku ngebut jalanan licin, terus ga taunya ada orang nyebrang di depan, aku kaget, bingung mau rem dan akhirnya nabrak dia sedikit kok kak karena aku udah usaha alihin ke arah lain sampe aku keseret jauh nabrak trotoar."
"Sedikit ya tetep nabrak, ih kamu ya bahaya Kay. Daddy kalo tahu motor kamu diambil loh."
"Jangan bilang dong kak, aku ga sengaja."
"Lagian kenapa sih cepet-cepet?kaya pembalap aja."
"Ya karena jalanannya kosong aja."
"Ya meskipun jalanan kosong bukan berarti boleh ngebut-ngebut dong Kay."
"Iya maaf kak, untung aja kamu ga sama Ran kalo sama dia udah bahayain 2 nyawa."
"Kakak ngasih uangnya ga?"
"Orangnya dimana sekarang?"
"Ada dirumahnya, aku mau tanggung jawab kok mereka cuman minta 5 juta."
"Kakak kasih tapi kamu jujur ya sama Daddy sama mommy."
"Kata kakak nanti motor aku diambil sama daddy."
"Ya itu resiko kamu suruh siapa gitu, mau ga?kakak transfer nih sekarang."
"Iya-iya, aku mau."
"Jujur ya?kalo sampe besok ga ngomong kakak yang ngomong sama Daddy."
"Jangan besok dong kak, aku belum siap."
"Besok atau engga sama sekali."
"Iya-iya Kak.."
"Ini uangnya bener kamu pake buat bayar ya kakak kasih 5juta, 2juta lagi kakak kasih buat kamu ke dokter obatin tuh lukanya, gila kakak liatnya, 1juta lagi buat jajan sampe Minggu depan sebelum Daddy kasih uang jajan lagi." Ara sambil membuka aplikasi bank diponselnya sementara Kay mulai terlihat lega.
"Makasih kak.." Kay kini memeluk Ara dari sampingnya.
"Awas ya kamu Kay gitu lagi, utamain keselamatan kenapa sih?ga kebayang orangnya beneran kamu tabrak sampe meninggal mau ditaro dimana muka Daddy. Malu-maluin aja."
"Iya aku ga akan kaya gitu lagi. Makasih kakak baik."
"Udah ah sana jangan peluk-peluk."
"Iya-iya, orang mau bersikap baik juga."
"Aneh kalo kamu baik." Ara berbicara sementara Kay kembali masuk kedalam kamarnya berbarengan dengan Dariel datang.
"Udah liat tanamannya?"
"Udah.." Dariel duduk lagi disamping Ara.
"Sekarang jelasin ucapan kamu waktu itu ke Jay.."
"Bentar aku minum dulu."
"Cepetan jelasin."
"Ya waktu itu emang ga ada kepikiran balik lagi cuman mikir kalo kamu suka sama orang lain ya ga papa."
"Aku ga suka sama orang lain."
"Iya sayang, waktu itukan aku ga tahu, habis temen cowok kamu banyak."
"Kamu curhat-curhatan ya sama Jay?"
"Jay itu udah kaya adik aku sendiri, dia juga suka cerita kok kalo dirumah gimana, kalo dikampus gimana. Dia cuman butuh temen sayang dan aku cerita ke dia juga nyaman kok."
"Hati-hati loh dia comel."
"Dia bukan comel, dia ga sengaja aja lagian dia orangnya ga bisa bohong.."
"Belain aja terus."
"Bukan dibelain, aku lagi jelasin ke kamu."
"Pantes aja kalo kamu yang suruh baikan sama aku dia nurut."
"Sayang, kalo ngomong sama Jay tuh harus pelan-pelan jangan dikerasin."
"Ih ngomongnya udah kaya Daddy."
"Emang gitu cara ngadepin Jay."
"Kamu lebih sayang aku atau Jay?"
"Dua-duanya aku sayang."
"Ga bisa dong pilih satu."
"Ga bisa gitu, itu tuh kaya kamu ditanya sayang Daddy atau mommy, dua-duanya kamu sayang kan?jadi ga bisa harus pilih satu."
"Terus kamu kenapa nerima aku lagi?"
"Soalnya kamu udah nangis-nangis jadi aku kasian." Canda Dariel.
"Jadi karena kasian doang?"
"Ya enggalah, aku kan udah bilang tadi aku sayang makannya mau, rasa sayangnya aku ke kamu udah ngalahin benci atau kecewanya aku ke kamu."
"Kamu pernah benci aku?"
"Iya, dikit.."
"Karena aku jahat waktu itu ya?"
"Udah sayang jangan dibahas-bahas lagi ya, aku kan bilang lupain, bencinya aku kan dikit."
"Tapikan ada."
"Udah ga ada."
"Bohong.."
"Masa bohong?aku ga akan kesini kalo bohong, aku ga akan nerima kamu lagi kalo bohong."
"Riel.. makasih ya, makasih kamu masih mau nerima aku."
"Iya, semoga dengan orang tua kamu tahu, kamu jadi ga macem-macem lagi."
"Aku ga akan lagi macem-macem sayang."
"Ya udah ga usah kamu inget lagi, ga usah dibahas lagi aku sampe kaget orang tua kamu tahu tentang ini."
"Aku cerita sama mommy, dia udah nasihati aku juga."
"Dasar bandel.." Dariel mencubit hidung Ara.
"Aku sayang kamu..." Ara lalu mencium bibir Dariel tak peduli jika ada adik-adiknya keluar kamar lagi dan melihat kejadian ini sementara Dariel mulai menurunkan tangannya menuju leher Ara lalu mendorong Ara agar bersandar dengan nyaman dikursinya. Dariel terus membalas ciuman yang diberikan Ara bahkan kini Dariel sudah berani mencium leher Ara dan memberikan tanda merah disana.
***To Be Continue