Setelah makan Dariel mencuci piring-piring yang mereka pakai sementara Jay asyik memainkan PlayStation di ruang tamu.
"Kenapa sih kamu ga cari pembantu?." Tanya Ara yang duduk disana sambil menemani Dariel.
"Karena ga perlu, aku masih bisa sendiri kok."
"Tapikan kamu kerja."
"Pulang kerja kan aku bisa langsung beres-beres."
"Emang ga cape?."
"Aku udah biasa. Dari dulu habis sekolah pasti beres-beres rumah, masak, benerin apapun yang rusak."
"Liat kamu gini jadi pingin berumah tangga." Ara mengalihkan pembicaraan dengan memeluk Dariel dari belakang. Dia tak mau membuat Dariel teringat masa lalunya. Mendengar ucapan Ara, Dariel hanya tersenyum.
"Nanti Jay ke dapur loh."
"Biarin ajalah nanti aku sogok sama burger juga dia mingkem."
"Ga usah disogok, aku udah bilang."
"Hah?? kamu bilang?!." Ara terkejut. Dia melepaskan pelukannya dan beralih ke samping Dariel.
"Iya aku udah bilang kalo kita pacaran atau lebih tepatnya aku minta ijin."
"Minta ijin? kenapa minta ijin segala?."
"Ya ga papa, nyicil ijin dulu dari adik kamu."
"Oh...pinter ya ngincer adik aku terus nanti dia bantuin kamu. " Ara senyum-senyum.
"Ga gitu sayang, supaya dia ga nanya-nanya terus lagian aku ga punya niat jelek, kan cuman pingin pacarin kakaknya aja."
"Kalo dia bilang Daddy bukan tanggung jawab aku ya, kamu kan yang kasih tahu sendiri."
"Engga. Dia akan bilang sampe waktunya, percaya deh."
"Kamu sogok apa sih sama dia sampe dia nurut?."
"Sogokannya? pingin tahu?."
"Iya apa? jadi aku bisa pake lain kali."
"Kasih sayang."
"Ish..apaan sih.." Ara malah menertawakan Dariel.
"Eh dikasih tahu juga."
"Peres banget jadi orang." Ara masih belum percaya.
"Sayang, adik kamu tuh anak spesial jadi ngasih tahunya juga harus spesial. Ga bisa pake cara aku ngasih tahu kamu kaya gini."
"Iya makasih." Ara mengecup pipi Dariel.
"Pulangnya aku ikutin ya dari belakang?." Dariel mematikan keran lalu mengeringkan tangannya.
"Ga usah ga papa kan aku berdua pulangnya ada Jay."
"Malem sayang."
"Ga papa beneran, nanti aku telepon kalo udah sampe."
"Iya-iya, udah yuk kasian Jay." Dariel mengalah dan merangkul Ara.
"Riel.." Ara memandangnya sambil senyum-senyum. Sedikit memberikan kode Ara mendekatkan wajahnya.
"Sini.." Dariel menundukkan kepalanya. Belum juga sampai suara Handphone di sakunya berdering.
"Bentar.."
"Siapa sih?."
"Pak Bagus, aku angkat dulu ya."
"Ya ampun..., ini jam 8 malem loh hari libur pula masa dia nelpon sih?buat apa coba?."
"Makannya aku angkat ya.."
"Riel...lagi sama aku ini. Biarin aja kenapa sih?."
"Kayanya penting, bentar ya.." Dariel mernghiraukan keluhan Ara lalu mengangkatnya. Ara duduk dengan kesal sementara Dariel mulai berbicara di telepon. Dari percakapannya dapat Ara pastikan bahwa itu masalah pekerjaan. Lagi-lagi kerjaan. Ini sudah telepon ke 3 kalinya seharian ini. Tadi siang ada dua orang pria yang menelpon Dariel. Beberapa menit kemudian Dariel menutup teleponnya dan menghampiri Ara lagi.
"Sampai mana tadi?."
"Ga sampai mana-mana."
"Ish..jangan bete dong." Tangan Dariel mengangkat dagu Ara.
"Ya ga bete gimana? hari ini udah ada 3 orang yang ganggu kita, semuanya soal kerjaan dan kamu malah mentingin itu..."
"Kamu penting, kerjaan aku juga penting. Aku kan hidup dari sini Ra."
"Siapa aja yang ngehubungin kamu tadi? Aku kasih SP sekalian."
"Jangan dong.."
"Bela mereka aja terus."
"Udah-udah, jangan marah."
"Udah ah mending aku pulang." Ara berdiri dan berjalan menemui Jay.
"Ra...Ra.." Panggil Dariel tapi kekasihnya seakan tak peduli dengan suara-suara Dariel.
"Jay ayo pulang."
"Bentar lagi kak.."
"Dengerin aku dulu bentar." Ucap Dariel pelan takut Jay mendengar.
"Udah malem Jay yuk atau kakak tinggalin nih."
"Iya-iya aku berhenti." Jay meletakkan konsolnya dan bersiap untuk pulang.
"Yuk.." Ara dengan dinginnya terus mengajak Jay pulang.
"Makasih kak Dariel. Aku pulang dulu ya. Besok-besok aku kesini lagi."
"Iya sama-sama. Hati-hati dijalan." Dariel tersenyum dan mengantar mereka kedepan sementara Ara sudah berjalan di depannya.
"Jay..tunggu di mobil ya, kak Dariel mau ngomong dulu sama kak Ara."
"Iya kak.." Jay langsung menurut.
"Kaya dikejar apa aja." Dariel langsung memegang tangan Ara bahkan menariknya pelan agar Ara berhenti berjalan.
"Mana kunci mobilnya?."
"Ada."
"Kasih aku."
"Mau ngapain?."
"Itu kasian Jay ga bisa masuk mobil."
"Ya udah orang aku mau pulang juga."
"Bukain dulu mobilnya." Perintah Dariel membuat bunyi terdengar. Sesuai arahan, Jay langsung masuk mobilnya sementara Dariel menutup pintunya sedikit agar tak terlihat. Melihat wajah Ara yang sudah kesal bukan main Dariel malam menciumnya. Memberikan kecupan di bibirnya beberapa kali.
"Tadi sampe sini perasaan."
"Aku udah ga mood."
"Kamu penting buat aku. Coba kamu pikir dari kebersamaan kita hari ini berapa jam sih aku ladenin mereka? paling 15 atau 30 menitan sisanya berjam-jam sama kamu."
"Inget ga sih rencananya hari ini kini mau keluar jalan-jalan? tapikan ga jadi karena ada Jay, terus udah dirumah pingin aku tuh tenang...ga diganggu-ganggu telepon tapi tetep aja berisik. Dari semua kencan kita kayanya ga ada satupun yang ga diganggu sama kerjaan. Kamu tuh sibuk banget Riel. Ga di kantor ga dirumah semuanya sama."
"Maaf. Lusa aku ganti ya. Kita jalan-jalan, makan malem? pokoknya lakuin yang kamu mau."
"Aku tuh ga butuh maaf, aku tuh pingin kamu berubah aja." Ara membuat Dariel diam. Bagaimana bisa dia berubah?. Tugas yang dia lakukan inikan untuk perusahaannya sendiri. Perusahaan pacarnya lagian hanya dengan pekerjaan ini Dariel mencari nafkah. Dariel bingung harus mengatakannya bagaimana.
"Ya udah-ya udah, jangan kesel. Lusa full ga ada yang ganggu."
"Janji?."
"Iya janji."
"Aku lempar Handphone kamu kalo sampe angkat telepon." Ancam Ara.
"Kalau gitu aku harus beli baru." Jawab Dariel membuat Ara melotot.
"Bercanda-bercanda. Serem banget sih."
"Ya udah aku pulang dulu."
"Iya hati-hati sayang, jangan lupa telepon aku." Dariel memeluk Ara sebentar. Dia juga mengecup lagi kepala Ara. Setelah itu Ara pun benar-benar pulang.
"Katanya pulang cepet-cepet tapi kakak malah ngobrol lama." Jay kali ini yang kesal.
"Ada hal penting soalnya." Ara mencari alasan. Tidak lama Handphonenya bergetar tanda pesan masuk sambil menunggu lampu merah Ara membukanya.
# Ra, apa kabar?.
Tulis Samuel dalam pesan yang dia kirim pada Ara.
# Baik. Lu gimana?.
# Baik juga.
# Ada apa? tumben.
# Udah lama ga hangout bareng, Kak Dirga ngajakin kumpul. Ikutan yuk.
# Kapan?.
# Besok.
# Ya udah nanti gw kabarin.
Ara mengakhiri pesannya meskipun dia merasakan ada getaran lagi di handphonenya. Dia benar-benar anti menyetir sambil memainkan Handphone.
***To Be Continue