Chereads / Sandiwara Kehidupan Kedua / Chapter 22 - Ingin Dekat dengan Song Baiyan

Chapter 22 - Ingin Dekat dengan Song Baiyan

Di kehidupan sebelumnya, saat liburan musim panas tahun ketiga, Li Wenyan memberikan Tang Li kepada putra dari seorang rekan kerja. Pemuda itu tidak hanya menderita autisme, tapi juga memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan yang parah.

Ketika Li Wenyan membawa Tang Li untuk melihat seperti apa calonnya tersebut, Tang Li melihat dengan mata kepalanya sendiri pria berusia 27 tahun itu menendang seorang pelayan yang salah ketika mengatur peralatan makan. Saat ia menyadari apa yang direncanakan Li Wenyan, tidak peduli bagaimanapun ia memohon, itu tidak akan berpengaruh.

Akhirnya, Tang Li melarikan diri dari keluarga Li dan pergi ke keluarga Han. Saat itu, Han Jifeng sudah melamarnya. Seketika, keluarga pemuda yang tadinya akan dicalonkan dengannya pun memandang rendah latar belakang dan harga dirinya karena tahu gadis itu bersembunyi di rumah pria lain. Otomatis, keluarga itu menolak menjadikan Tang Li sebagai menantu. Ketika melihat pernikahan itu gagal, Li Wenyan sudah tidak peduli dengan hidup dan mati putrinya.

Meskipun Tang Li tidak ingin menikahi Han Jifeng di kehidupannya yang sekarang, Li Wenyan pasti tetap mengatur rencana yang sama. Menurut Tang Li, Li Wenyan hanya selalu berpikir bahwa ia harus memanfaatkan keadaan dengan sebaik-baiknya. Namun, ia tidak akan merencanakan hal seperti itu kepada Li Yuan'er dan Li Shengxia. Karenanya, rasa putus asa dan cemas sudah dirasakan Tang Li di kehidupannya yang sebelumnya. Sekali lagi, Tang Li tidak akan lagi berpikir dengan naif bahwa keluarga Li bisa diandalkan.

Tak lama kemudian, suara rem di pinggir jalan menyadarkan Tang Li yang sedang linglung. Lalu, ia melihat orang yang naik sepeda itu terjatuh ke tanah. Anak laki-laki itu menatap Tang Li yang sedang menggosok siku kirinya yang berdarah, lalu berkata, "Apa kamu tidak punya telinga? Seharusnya kamu tidak pergi ke tengah ketika aku membunyikan bel!"

Tang Li mengabaikan anak itu dan pergi sambil menutupi sikunya. Saat siang hari, orang-orang sedang datang dan pergi ke kampus. Ketika Tang Li baru berjalan beberapa langkah, sebuah mobil Lexus cokelat tua berhenti perlahan di sebelahnya. Setelah orang yang duduk di kursi belakang menurunkan kaca jendela mobilnya, Tang Li melihat ada pria tampan yang duduk di sana.

Mata Song Baiyan tertuju pada siku kiri Tang Li, kemudian ia bertanya dengan lembut, "Kamu terluka?"

Tang Li yang saat itu berdiri di trotoar hanya memegang siku kirinya menggunakan tangan kanannya dengan erat. Sikap lembut dari pria tersebut, entah dari suara, atau tatapan matanya, seperti sebuah arus hangat yang mengalir ke hati Tang Li. Jika dipikir-pikir lagi, tidak orang yang peduli padanya dengan tulus seperti ini setelah kematian ibunya.

Tang Li hanya menjawab, "Iya..."

Ketika Song Baiyan melihat Tang Li menundukkan kepala, ia merasa gadis itu seperti anak kecil yang melakukan kesalahan hingga tidak berdaya dan bingung. "Tersandung?" tanya Song Baiyan lagi.

Mendengar Song Baiyan mengatakan hal seperti itu, barulah Tang Li menyadari lutut celana jeans-nya yang saat itu kotor. Nada bicara pria tersebut terdengar begitu prihatin hingga membuat hati Tang Li menebak sesuatu yang tidak menentu. Akhirnya, ia menjawab dengan jujur, "Aku baru saja ditabrak sepeda dan lenganku sedikit terluka."

Setelah mengatakan hal tersebut, Tang Li menatap Song Baiyan dan balik bertanya, "Kenapa Tuan Song datang kemari?"

"Keponakanku kuliah di sini," jawab Song Baiyan. Lalu, ia kembali melihat ke arah luka Tang Li dan berkata, "Masuklah ke mobil dulu. Aku akan membawamu ke rumah sakit untuk membalut lukamu."

Jika ada yang bisa ditanyai mengenai makna perlakuan Song Baiyan padanya, bukankah Song Baiyan sedang memperlakukannya dengan begitu lembut? Sekarang, Tang Li menjadi semakin yakin dengan tebakannya.

Ji Ming yang duduk di kursi kemudi segera turun untuk membukakan pintu mobil. Tang Li sempat ragu sejenak, namun akhirnya ia memutuskan untuk naik ke mobil. Mungkin karena ini mobil khusus untuk pria, nuansanya kurang lembut. Sama seperti terakhir kali itu, tercium aroma samar dari kulit kursi mobil ketika pintu ditutup.

Isolasi suara pada mobil kelas atas memang begitu luar biasa. Tang Li menutupi luka dengan tangannya dan meletakkan tangannya di depan karena takut kursi mobil itu akan ternodai dengan darah. Suasana di dalam mobil pun sempat hening beberapa saat.

Detik berikutnya, Song Baiyan memasukkan dokumen yang dilihatnya ke dalam map dan menyimpannya. Ketika Ji Ming melajukan mobilnya, Song Baiyan bertanya lagi, "Tadi pagi tidak ada kelas?"