Tang Xinyan berlari ke pintu kamar mandi dan mendengar suara gemericik air dari dalam sana. Ia memijat titik akupuntur di pelipisnya. Tiba-tiba, ia merasa sesuatu yang sangat familiar baginya.
Ia seperti pernah melakukan hal ini di suatu tempat.
Ia menggelengkan kepalanya dan berbalik badan dengan kesal.
Setelah masuk ke kamar tidur, ia mengambil satu set pakaian pria yang ia beli di mal kemarin. Ia belum sempat memberikan kemeja dan celana panjang ini pada Fu Sichen.
Tinggi badan Fu Sichen lebih pendek satu atau dua sentimeter dari Mo Chiwei, tapi postur tubuh mereka hampir mirip. Seharusnya pakaian itu pas di tubuh Mo Chiwei.
Tang Xinyan membawa satu set pakaian itu ke kamar mandi, kemudian ia mengetuk pintu dan berkata, "Nah, pakaian ini masih baru."
"Masuklah ke dalam."
"Tuan, harus kuingatkan bahwa hubungan kita tidak begitu dekat!"
Begitu Tang Xinyan selesai berbicara, pintu kamar mandi dibuka dari dalam.
Mo Chiwei berdiri di pintu, dengan handuk mandi yang melingkari pinggangnya.
Ketika melihat dada dan perutnya yang berotot, telinga Tang Xinyan langsung memerah.
Handuk mandi yang menutupi pinggang Mo Chiwei agak rendah dan tampak sangat berbahaya, seolah-olah bisa jatuh kapan saja.
Ukuran handuk Tang Xinyan relatif kecil. Mereka sangat berdekatan, dan Tang Xinyan tidak berani melihat Mo Chiwei secara langsung.
Ia langsung melemparkan pakaian itu ke Mo Chiwei dan berlari keluar sambil berkata dengan malu-malu, "Dasar tak tahu malu!"
Mo Chiwei menatap sosok Tang Xinyan yang pergi menjauh, lalu tiba-tiba ia tersenyum. 'Sepertinya dia lupa kejadian di toilet restoran tadi. Bukankah nyalinya sangat besar?'
Tang Xinyan sedang duduk di sofa sambil memegang bantal. Jantungnya masih berdebar kencang.
'Tidak disangka, pria berwajah tampan dan dingin yang kutemui di toilet tadi ternyata adalah bajing*n tak tahu malu itu. Handuk mandiku… apakah aku masih memakainya?'
Tang Xinyan menyentuh wajahnya yang panas, seolah-olah ia sedang demam. Ia mengingatkan dirinya sendiri untuk tetap tenang dan menganggap seolah tidak melihat apa-apa.
'Eh, aku kan tidak melihat apa pun. Tapi di toilet restoran Prancis tadi…'
Tang Xinyan menggelengkan kepalanya. Ia harus melupakan kejadian yang tidak senonoh itu dan semuanya.
Beberapa saat kemudian, Mo Chiwei berjalan keluar dari kamar mandi dengan balutan kemeja putih dan celana panjang hitam yang tadi diberikan Tang Xinyan.
Rambut hitamnya masih meneteskan air yang mengalir di sepanjang wajah sampai rahangnya.
"Apakah ada handuk bersih?" tanya Mo Chiwei dengan suara rendahnya.
Tang Xinyan mendongak dan menatapnya dengan ganas, "Kau kan sudah mengenakan pakaian bersih, bisakah kau pulang sekarang?"
"Handuk."
Ketika melihat ekspresinya yang acuh tak acuh, Tang Xinyan mengepalkan tangannya. Setelah menatapnya selama beberapa detik, akhirnya ia mengalah.
Ia mengambil handuk bersih dari kamar tidur dan menunggu Mo Chiwei menyeka rambutnya yang basah. Kemudian, ia mulai berbicara lagi, "Tuan..."
Mo Chiwei menyela kata-katanya, "Kak Chiwei, atau Chiwei."
"Apa?" tanya Tang Xinyan.
"Nama margaku Mo, dan namaku Chiwei. Kau bisa memanggilku Kak Chiwei, atau Chiwei saja." Mata hitamnya menatap Tang Xinyan dalam-dalam, "Namaku bukan Tuan."
Tang Xinyan cemberut. "Haruskah aku memanggilmu Nyonya..."
Ketika melihat raut wajah Mo Chiwei berubah, Tang Xinyan menyentuh hidungnya. "Aku tidak akrab denganmu, mengapa aku harus memanggilmu Chiwei?"
Mo Chiwei menyipitkan matanya. "Tidak akrab? Apa yang harus kulakukan agar bisa akrab denganmu?"