Sayangnya, perkataan pelayan wanita itu tidak terdengar oleh Tong Lu karena dia sudah terlebih dahulu berlari keluar. Ini pertama kali bagi dirinya menjadi sukarelawan di acara yang sepenting ini. Sebelumnya, dia telah menjalani audisi agar dapat mengikuti pelatihan selama satu bulan, sementara hal-hal yang lainnya dipelajarinya secara mandiri. Dalam kurun waktu yang cukup singkat, dia mempelajari pengetahuan APEC secara sistematis, peraturan-peraturan dan norma dasar menjadi sukarelawan, kosakata-kosakata yang biasa digunakan pada pertemuan internasional, melatih tata krama dan pembawaan diri, serta teknik pertolongan pertama.
Sekarang minggu konferensi itu telah tiba, Tong Lu pun dengan bersemangat mengepalkan tangannya dan bersorak, "APEC, aku siap!"
Di acara tersebut, Tong Lu bersemangat melayani dan memberi petunjuk pada para peserta konferensi yang hadir. Mulai dari duduk, berdiri, berjalan, hingga tersenyum dan cara menatapnya diperhatikannya dengan sesempurna mungkin. Entah berapa banyak peserta yang telah dilayaninya, dia tidak dapat lagi menghitung jumlahnya. Salah satu dari para peserta konferensi hari itu adalah Shi Yang, cinta pertamanya.
"Lulu, lama tidak berjumpa," sapa Shi Yang pada Tong Lu.
"Hai, lama tidak berjumpa. Sejak kapan kembali kemari?" ucap Tong Lu memaksakan diri untuk menjawab dengan sopan dan tidak berlari meninggalkan tempat itu.
"Sudah sejak sebulan yang lalu," jawab Shi Yang singkat, lalu menatap Tong Lu lekat-lekat.
Sinar matahari menerpa wajah Shi Yang sehingga memperjelas garis wajahnya yang tegas. Pria yang ada di hadapannya itu tampak menyunggingkan sebuah senyum kecil. Namun Tong Lu tidak berani menatap langsung sepasang mata yang sedang menatapnya itu. Sebuah gambaran kenangan empat tahun lalu tiba-tiba muncul pada ingatannya, waktu di mana dia melakukan panggilan telepon internasional ketika masih berhubungan jarak jauh dengan mantan kekasihnya itu.
"Lulu, aku membencimu! Aku sangat membencimu! Aku tidak akan pernah memaafkanmu seumur hidupku!" seru Shi Yang kepadanya saat itu.
Seumur hidup adalah waktu yang sangat panjang. Apa dirinya yang berada di hadapanku saat ini masih membenciku? Batin Tong Lu. Dia mengangkat kepalanya dan menatap sepasang mata indah Shi Yang yang tenang bagaikan samudra raya tanpa ombak di kala senja. Sepasang mata yang pernah mengisi hari-harinya dulu.
"Apa kamu tidak keberatan untuk menunjukkan jalan padaku," tanya Shi Yang memecah lamunan Tong Lu.
"Tentu saja. Lewat sini," balas Tong Lu sambil mengangguk cepat.
Jalan berdampingan seperti saat ini membangkitkan kenangan masa lalu yang sempat dikuburnya dalam-dalam pada ingatannya. Sama ketika mereka masih berada di sekolah menengah, berjalan berdampingan melewati hari demi hari yang begitu membahagiakan. Menghabiskan waktu untuk belajar bersama, menggapai mimpi bersama dan saling memadu kasih setiap harinya. Jika mereka dapat bertemu di Universitas Yale, maka mimpi itu akan terwujud dengan indahnya.
Namun, sayangnya kenyataan tidak semanis mimpi keduanya. Walaupun Tong Lu telah berhasil diterima di Universitas Yale, namun kesempatan berharga itu harus direlakannya untuk Tong Juan, adiknya. Demi merawat neneknya, dia mau tidak mau menikahi Guru Shuo untuk mengumpulkan uang operasi neneknya saat itu. Waktu berlalu dengan cepatnya, perjalanannya terasa begitu panjang. Hatinya terasa campur aduk tidak karuan dan membuat matanya terasa perih.
Ketika tiba di pintu masuk tempat konferensi, Tong Lu hendak bergegas pergi, namun tangannya sudah terlebih dahulu ditahan oleh Shi Yang. Seketika itu juga jantungnya berdebar dengan sangat kencang. Dia mendongakkan kepalanya dan menatap mata pria yang ada di hadapannya itu. Mata pria itu tampak terlihat terluka dan memancarkan sebuah perasaan sedih yang tak terucap.
"Lulu, beberapa tahun belakangan ini kamu harus bersekolah sambil menjaga anakmu, apa kamu menyesali semua ini?" tanya Shi Yan lirih.
"Tidak. Aku tidak menyesalinya," jawab Tong Lu terdengar berusaha keras untuk tegar. Dia tahu betul jika bukan karena uang sebanyak itu, neneknya tidak akan dapat hidup hingga sekarang. Sejak kecil hingga SMP, neneknya lah yang telah merawat dan membesarkannya. Jadi jika dia harus memilih antara orang yang dicintainya dan keluarganya sendiri, maka dia pasti akan tetap memilih keluarganya yang telah merawatnya tanpa pamrih itu.
Mendengar hal itu, raut wajah Shi Yang berubah menjadi begitu sedih dan terluka. Dia tiba-tiba mendekatkan bibirnya. Tong Lu pun terkejut dan buru-buru menghalangi mulut pria itu dengan tangannya, lalu berkata, "Shi Yang, jangan..."
"Apa kamu kira aku masih memiliki perasaan padamu? Sampai kapan pun juga aku tidak akan pernah mau memaafkanmu!" seru Shi Yang setengah histeris.
"Aku tahu," balas Tong Lu dengan singkat. Dia sama sekali tidak mengharapkan pengampunan Shi Yang atas luka yang telah ditorehkannya pada hati mantan kekasihnya itu. "Aku sudah pernah menikah," sambungnya perlahan.
Mendengar kalimat Tong Lu membuat Shi Yang bagaikan menerima sebuah tamparan keras di wajahnya. "Kamu bilang kamu sudah menikah, lalu dimana suamimu?" tanyanya sambil menatap tajam pada gadis itu.
Tepat ketika Shi Yang baru saja menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba beberapa pengawal tampak berjaga di lorong koridor yang panjang itu. Para penjaga itu tampak membuat barisan pada kedua sisi koridor. Tidak lama kemudian, sesosok pria penuh wibawa tampak berjalan di tengah-tengah barisan itu. Ya, pria itu tidak lain tidak bukan adalah Leng Yejin. Pria yang telah berhari-hari tidak terlihat batang hidungnya.