Kepala Tong Lu serasa hampir meledak rasanya. Tatapan mata Leng Yejin tampak seperti meledeknya, sampai-sampai membuatnya ingin melarikan diri saja dari tempat itu. "Bu… Bukan itu maksudku. Namun menyandang status janda seperti diriku ini, aku harus lebih berhati-hati. Bukankah demikian?" ucapnya terdengar gugup.
Leng Yejin hanya terdiam dan menatap ke arah Tong Lu, tanpa menjawab pertanyaan tersebut. Ekspresinya itu justru semakin memberikan perasaan mengancam yang tidak terelakkan bagi gadis tersebut.
Tiba-tiba, Leng Yejin bangkit berdiri dan mendekatkan tubuhnya ke arah Tong Lu. Gadis itu pun secara reflek mengambil sebuah langkah mundur menjauh darinya. Namun dia sudah terlebih dahulu memegang tangannya, sehingga gadis itu tidak dapat pergi kemana-mana lagi. Gadis itu pun tampak berusaha melepaskan diri dari genggamannya, namun tentu saja dia tidak membiarkannya terjadi.
"Leng... Adik ipar, lepaskan aku!" jerit Tong Lu ketakutan.
"Kamu terlihat sangat gugup seperti ini, apa kamu sedang berfantasi yang tidak-tidak tentangku?" ucap Leng Yejin sambil tersenyum licik.
"Ti… Tidak, tentu saja tidak," jawab Tong Lu cepat-cepat. Raut wajahnya semakin terlihat gugup tidak karuan.
"Benarkah?" tanya Leng Yejin sambil menyeringai. Sepasang matanya menatap dingin ke arah Tong Lu sambil meremas tangan gadis itu dengan kuat. "Baguslah kalau begitu. Jujur saja, aku sama sekali tidak ada pikiran apa pun tentangmu. Jadi kamu juga tidak perlu berpikir yang tidak-tidak."
"Aku berbuat seperti ini hanya karena aku sudah berjanji pada mendiang kakakku untuk menjaga kalian berdua seumur hidupku. Jadi, aku tidak menerima protes dalam bentuk apa pun. Kamu dan Shanshan adalah tanggung jawabku, jadi kalian akan tinggal di sini bersamaku mulai hari ini," imbuh Leng Yejin.
Suara Leng Yejin terdengar lembut namun tegas. Perkataannya yang terdengar angkuh itu, seolah-olah menampar wajah Tong Lu dengan keras. Bagaikan mengatakan padanya untuk berhenti merasa tidak nyaman akan apa yang telah terjadi di antara mereka berdua, karena hal itu bukanlah hal besar baginya.
Tong Lu kemudian menarik napas dalam-dalam. Dia merasa sangat malu untuk mengatakan apa pun. Entah mengapa dirinya seolah baru tersadar akan pria seperti apa yang ada di hadapannya saat ini. Pria seperti Leng Yejin tentu saja memiliki banyak wanita yang menggilainya. Wanita seperti dirinya pasti hanyalah sebuah selingan semata bagi pria itu. Dia benar-benar merasa sangat konyol dan memalukan saat ini, namun benaknya tidak dapat berhenti berpikir. Apa pantas saudara ipar seperti kami untuk hidup seatap seperti ini? Batinnya gusar.
Namun Leng Yejin tidak memberinya lebih banyak kesempatan untuk bernegosiasi. "Kamarmu di sana. Kamu dapat membawa Shanshan untuk tidur sekarang. Aku perlu beristirahat," katanya dengan datar.
Tong Lu segera menggandeng tangan Shanshan dan pergi menuju kamar yang ada di seberang. Dia kemudian duduk di tempat tidur sambil menatap kartu debit yang berada di tangannya dengan gusar.
Beberapa detik kemudian, Shanshan merangkak naik ke atas tubuh Tong Lu. "Mama, kita akan tinggal bersama papa, kan?" ucap gadis kecil itu manja sambil tersenyum manis ke arah ibu sambungnya.
Dia seolah memiliki keluarga bahagia saat ini. Tampaknya dia benar-benar sudah tersihir oleh pesona ayah barunya itu, gumam Tong Lu sambil menatap wajah mungil dan menggemaskan yang berada di hadapannya itu.
Tong Lu tadinya berencana untuk mengajarkan Shanshan pelajaran dasar untuk beberapa hari ke depan. Namun gadis kecil itu sama sekali tidak mau mendengarkannya. Sedangkan Leng Yejin akan mendaftarkan gadis kecil itu ke sekolah terbaik dan terpandang nantinya. Anak itu pasti akan sangat senang. Hal tersebut memang di luar kemampuannya, namun kini adik iparnya itu dapat memberikannya pendidikan yang baik dan masa depan yang terjamin. Tampaknya dia memang tidak ada pilihan lain selain tinggal di tempat ini demi putrinya.
Namun, Tong Lu sendiri tahu jika keluarga Leng merupakan keluarga terpandang yang memiliki hubungan dengan kepresidenan. Hal itu membuat dirinya takut jika kehidupannya yang damai akan hancur nantinya.
Walaupun Tong Lu telah berada di rumah keluarga Leng selama sebulan, namun paling tidak di sana tidak ada orang yang menyadari keberadaannya. Namun, baru beberapa saat saja tinggal bersama adik iparnya ini, dia sudah bertemu dengan orang-orang yang tiada hentinya mencari dirinya. Mulai dari Nyonya Leng, ayah mertuanya dan beberapa orang lain di kediaman Leng yang suka mencibirnya dan mengata-ngatainya dengan perkataan yang tidak enak didengar.
Hati Tong Lu rapuh bagaikan gelas kaca. Dia tidak dapat berhenti memikirkan apa pendapat orang tentang dirinya. Dia tahu jelas bahwa keberadaannya hanyalah sebuah angin lalu jika dia tidak tinggal bersama dengan Leng Yejin. Namun memang harus diakuinya jika satu-satunya orang yang peduli pada dirinya dan Shanshan adalah Leng Yejin yang menganggap mereka sebagai anggota keluarga. Untuk seorang janda dari mendiang kakak tinggal bersama dengan adik iparnya, hal itu kemungkinan akan menimbulkan gosip yang tidak sedap. Belum lagi setelah apa yang terjadi waktu itu.
Akan tetapi, Leng Yejin benar-benar merupakan pribadi yang sangat sibuk. Tong Lu hampir tidak pernah benar-benar melihat pria itu berada di rumah. Ketika pria itu menunjukkan batang hidungnya pun, dalam sekejap pasti akan kembali menghilang entah ke mana. Hal itu semakin membuat rasa gusar dan gundah gulana yang ada di hatinya terasa begitu konyol dan menggelikan.
Bahkan, Tong Lu sendiri pun sebenarnya sangat sibuk. Karena sebelumnya dia mendaftar sebagai sukarelawan untuk pertemuan informal para pemimpin APEC. Jadi ketika pertemuan tersebut dimulai, peran kecilnya juga menjadi sangat sibuk. Setiap hari, dia harus bangun pagi ketika fajar belum menyingsing dan berangkat keluar pukul 4.30 pagi.
"Nona Tong, pekerjaan yang Anda lakukan hanya sekedar membawakan minuman saja, namun Anda seolah-olah seperti memegang hati presiden saja," cibir pelayan wanita yang direkomendasikan olehnya.
"Pertemuan ini diselenggarakan oleh presiden sendiri. Banyak petinggi-petinggi dari negara-negara lain yang akan menghadirinya. Seluruh kota diperintahkan untuk bersiaga, kantor-kantor juga diliburkan sementara, bahkan sepanjang jalan utama dipenuhi oleh polisi dan tentara yang berjaga dengan senjata lengkap. Lagi pula, yang menjadi presiden adalah paman kedua dari keluarga Leng. Bagaimana mungkin aku melakukan tugasku dengan setengah hati? Mungkin saja aku berkesempatan untuk melihat presiden walaupun dari kejauhan," tutur Tong Lu tidak setuju.
"Apa bagusnya melihat dari kejauhan? Tuan Muda selalu pergi minum teh bersama dengan presiden setiap hari Rabu dan Jumat. Kalau Anda ingin bertemu dengan presiden, bukankah akan lebih mudah jika meminta Tuan Muda Jin untuk membawa Anda bertemu dengan presiden?" cibir pelayan wanita itu setengah berbisik.