Maria kembali masuk di tempat pesta diikuti oleh Zen. Sepasang mata wanita itu melirik ke sana kemari seperti mencari seseorang. "Apakah kau sedang mencari Taffy?"
"Tentu saja. Seperti yang kau katakan, aku harus mendekatinya dan mendapat kepercayaannya."
"Iya sih aku setuju dengan kau tapi ingatlah semua orang tahu kalau kau itu istriku. Bersiaplah juga aku akan mengumumkan kalau kau istriku,"
"Ok bos, nanti ya aku akan pergi dulu ke sana untuk menemui Taffy ingat dengan janjimu jangan menggangguku." Setelah itu Maria menghilang dari pandangan dan Zen mendengus.
"Aku tidak berjanji." Maria menelusuri setiap sudut ruangan yang besar itu berharap adanya kehadiran Taffy. Agak lama dan hampir putus asa akhirnya Maria menemukan pria itu tengah berbincang-bincang.
Langkah wanita itu mulanya cepat namun ketika dia melihat orang yang berbincang adalah seorang wanita gerakan Maria terhenti begitu saja. Wanita yang bersamanya itu adalah sepupu Indri, Calista.
Calista sama halnya dengan Indri. Mereka ular berbisa. Dialah orang yang mengenalkan Taffy pada Indri juga membantu kelicikan Indri. Sungguh di saat yang tepat Calista datang, Maria tak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini.
Perlahan Maria berjalan mendekat mereka menyapa dengan nada ceria seakan tak memiliki aura permusuhan. "Oh kau, jadi bagaimana urusanmu dengan suamimu? Sudah selesai?" Maria mengangguk cepat.
"Siapa wanita ini?" tanya Maria. Sekali lagi dirinya berakting agar tak ada yang mengetahui bahwa dirinya adalah Maria.
"Ini saudara sepupu istriku, namanya Calista. Calista ini Lizzy, istri Zen." Lizzy melempar senyuman begitu juga dengan Calista, tampak sekali bahwa senyuman yang disunggingkan adalah senyuman palsu.
"Oh iya Taffy, kenapa kau tak mengajak Indri? Dia pasti senang dengan pesta." Taffy membuang napas.
"Dia sedang tak enak badan, lagi pula kau tahu bukan kondisinya seperti apa." ucap lelaki itu menyahut lalu berakhir dengan bisikan pelan. Calista mengangguk perlahan tanda dirinya mengerti.
"Beberapa bulan lagi kau akan menjadi Ayah Taffy selamat ya,"
"Ya sama-sama." Dia kemudian mengalihkan pandangan pada Maria.
"Jadi untuk apa kau ke sini?"
"Memangnya tak boleh ya?" balas Maria dengan tampang polos.
"Taffy adalah suami saudaraku jadi kita keluarga bukan?" Calista yang mendengar itu tertawa meremehkan.
"Hei, apa kau tak tahu tentang hubungan yang sebenarnya antara Taffy dan Zen?" Maria tersenyum dalam hati sedang raut wajahnya berganti bingung lalu menggeleng seolah-olah tak tahu tentang hubungan antara kedua pria itu.
Taffy mendapat firasat tak enak dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Calista apa lagi Maria menggeleng dengan pandangan bingung. "Mereka itu--"
"Lizzy, ayo kita ke sana." ucap Taffy memotong sekaligus menarik tangan Maria untuk menjauh.
"Apaan sih?! Aku mau dengar jawabannya." Di lubuk hatinya Maria mendesis kesal jika begini bisa jadi rencananya gagal total.
"Nanti aku yang mengatakannya jadi ayo kita pergi." Maria berusaha menahan tubuhnya dari tarikan Taffy meski dia sadar itu sia-sia saja sebab tenaga Taffy lebih kuat. Buktinya, satu kali tarikan membuat Maria terhuyung ke depan.
"Hei, aku belum selesai berbicara!" Taffy berusaha menjauhkan Maria dari Calista dengan melangkah lebih cepat namun sayangnya dikarenakan banyak sekali orang, gerakan kaki milik Taffy agak terhambat.
"Asal kau tahu saja suamimu itu anak haram dari Ayah Taffy!" Seruan dari Calista yang keras menggema di seluruh ruangan. Suasana pun menjadi senyap sesaat setelahnya terdengar orang berdesas-desus.
"Ayahnya Taffy itu tak menerima Zen dan Ibunya. Mereka dibuang layaknya sampah karena kau tahu apa, Ibu Zen itu hanya seorang pelayan!" Posisi Taffy bersama keluarga tampak sangat tak menguntungkan sekarang sebab banyak sekali orang memandang mereka.
"Keluarga mereka tak punya simpati, pantas saja Tuan Zen terlihat tak nyaman rupanya karena itu toh kalau aku mana mungkin aku memberikan mereka undangan ke pesta ini."
"Tuan Paulo itu loh masa dia hamili pelayan lalu tak mau bertanggung jawab, beruntung sekali Tuan Zen diangkat jadi keluarga tersohor bahkan Tuan Zen tak memakai nama keluarganya sendiri melainkan nama marga Ibu angkatnya."
Sementara itu Zen tampak menahan geram. Jika Zen dihina maka Zen akan diam saja tapi lain halnya saat kedua Ibunya dihina oleh orang lain. Dirinya yang hendak melangkah menuju Calista tiba-tiba saja dapat tepukan di bahunya.
Zen menoleh dan menemukan saudara-saudara angkatnya berada di sampingnya untuk membela. Sedang itu Calista lagi-lagi hendak membuka suara untuk mengatakan lebih banyak, sepertinya dia sangat menikmat mengatakan segalanya tanpa melihat situasi apa yang dihadapi oleh keluarga Paulo.
"Oh iya Lizzy apa kau belum mendengar cerita keseluruhan? Tak apa-apa biar aku menceritakan segalanya padamu, a--"
"Bisakah kau menutup mulut kotormu itu?!" Calista terdiam. Dia kemudian mengubah raut wajahnya menjadi marah.
"Siapa? Siapa yang bilang begitu?! Coba ulangi sekali lagi!"
"Bisakah kau menutup mulut kotormu itu, jalang?!" kata Vella mengulang dengan nada keras sampai semua orang mendengarnya. Calista menatap Vella dengan bengis sedang yang ditatap menatap balik dengan pandangan tajam.
"Berani-beraninya kau mengatakan aku jalang! Apa kau tahu aku ini siapa?!"
"Memangnya aku peduli kau itu siapa. Selain kau membuat keributan, kau juga membuka aib dari saudara angkat kami ... pemilik dari pesta ini! Bukannya bersyukur kau bisa diundang, malah kau menjelek-jelekkan Zen di depan tamu undangannya. Sikapmu sudah kelewatan, pelayan!"
"Iya Nyonya Vella."
"Panggil para penjaga dan bawa keluar wanita tak tahu malu ini!" Calista tentu saja tak terima dan menyolot.
"Dasar wanita tua, awas kau!" Sepupu Indri itu lantas berjalan mendekat pada Vella agar bisa menjambak rambut itu tapi Vella bukan lawan tandingannya.
Tangan Calista yang terulur segera ditangkap lalu dipelintir olehnya yang sudah paruh baya. Otomatis Calista menjerit kesakitan dan dia pun dipermalukan karena ulahnya sendiri. "Kau benar-benar wanita yang menjengkelkan, sudah tak tahu malu kau juga tak punya sopan santun terhadap orang tua." kata Vella tanpa peduli dengan ringisan Calista.
"Cukup, Vella." Anak kedua dari Saga dan Lizzy itu lantas menoleh ke belakang, menemukan Edward--sang suami berjalan mendekat.
"Lepaskan dia, dia kesakitan." Kendati sebenarnya Vella masih mau bersenang-senang, dia menuruti ucapan sang suami untuk melepaskan Calista dan menghampiri Edward.
Dalam kesakitan Calista masih sempatnya menunjukkan wajah sebal pada Vella. "Awas kau nanti wanita tua, aku akan selalu mengingat hal ini!"
Tepat saat itu juga dua penjaga untuk mengamankan Calista. Mau tak mau, wanita yang menjadi biang keladi tersebut harus pergi dari pesta. "Tunggu sebentar Nona Calista, aku punya pesan untuk Ayahmu."
Calista menoleh pada Vendri. Pria itu tampak tersenyum lalu dengan tenang berujar sesuatu yang membuat Calista syok. "Katakan pada Ayahmu kalau jalinan kerja sama antara Pranaja dan perusahaan Ayahmu dibatalkan."