Anya terbangun sendirian di ranjangnya, masih telanjang dan tanpa adanya Pasha di sisinya lagi.
Sepertinya pagi-pagi sekali lelaki itu telah pergi meninggalkannya. Masih terbaring di ranjangnya, Anya mengangkat kedua tangannya yang telah terbebas dari borgol. Menemukan bekas melingkar kemerahan dan luka lecet yang terasa perih pada masing-masing pergelangan tangannya. Luka akibat tergesek-gesek borgolnya saat ia berusaha keras menolak sentuhan Pasha.
Menyentuh lukanya, Anya meringis kesakitan. Ingin rasanya ia memaki lelaki sakit jiwa itu ribuan kali, tapi percuma saja. Tidak akan mengobati rasa sakitnya.
Secara fisik, bekasnya mungkin akan hilang dalam beberapa hari, namun rasa sakitnya akan tetap membekas selamanya dalam ingatan Anya.
Berusaha untuk kuat, perlahan-lahan ia turun dari ranjangnya dan sesekali merintih. Bahkan untuk menggerakan kakinya pun harus dilakukan perlahan-lahan karena ia merasakan rasa nyeri yang tak biasa pada inti tubuhnya.