Chereads / WOLFY (Humankeeper) / Chapter 19 - PART 19-Can't you not belong to anyone

Chapter 19 - PART 19-Can't you not belong to anyone

Mata Emma membesar, ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Tangannya gemetar saat ia mulai menangis, menyalahkan dirinya sendiri. Wolfy yang baru mendengar kabar ini pun tampak sangat terkejut hingga ia berdiri mematung.

Gaia: "Emma, Emma.. Kita belum tau kebenarannya." Gaia menghampiri Emma dan memeluknya.

Erebus: "It's not you Emma. Jangan menyalahkan dirimu sendiri, kita masih perlu menyelidiki kematian manusia itu terlebih dahulu."

Ares: "Kurasa akan lebih baik jika Emma kembali dan istirahat. Kita harus segera bergerak menyelidiki ini."

Gaia: "Aku akan memulangkannya."

Wolfy menoleh memandang Emma sekilas, memperhatikan Emma yang tampak sangat terguncang dengan kabar itu. Mata Emma bertemu dengan tatapan Wolfy sebelum ia berbalik untuk keluar dari ruangan. Wolfy menundukkan kepalanya, berusaha tampak tak mempedulikan Emma secara berlebihan agar tidak memicu perselisihan dengan Luna.

Bram: "Bagaimana cara mengalahkan demon yang bisa mengubah dirinya menjadi dua cahaya kecil, Erebus?"

Erebus: "Menunggunya menunjukkan wujud aslinya, menangkapnya, dan membakar demon itu dengan pedang api ini." Ia menunjukkan pedang di tangannya.

Bram: "Apakah ada cara agar mereka menunjukkan wujud asli mereka?"

Erebus: "Saat ia akan memakan jiwa manusia ataupun hewan, demon itu akan tampak wujud aslinya."

Ares: "Apa yang terjadi jika dia sedang di dalam inang, dan kita membunuh inang itu?"

Erebus: "Demon itu bisa saja mati jika kita membunuh tepat di bagian vital si inang. Jika hanya melukai inang, dia akan keluar dari inang dan bisa mencari inang lain. Jika kita bisa menangkap dua cahaya itu, kita bisa membawanya kesini dan melemparnya ke kobaran api di dunia bawah. Namun, kurasa itu akan sulit. Dia bisa bergerak sangat cepat untuk kabur."

Bram: "Aku akan memberitahukan tentang ini ke semua ketua district agar mereka bisa lebih waspada dan membantu untuk menangkap demon ini."

Ares: "Aku dan Gaia akan mencoba melihat ke TKP manusia yang terbunuh kemarin." Mereka berdua segera pergi.

Luna: "Apa kau akan pergi meninggalkan mate-mu dan menemani Emma lagi?" Luna menatap Wolfy tajam, wajahnya menunjukkan kemarahannya yang belum juga reda. Wolfy hanya membalas tatapannya tanpa menjawab.

Luna: "You are my mate! Kau dan aku sudah terikat dalam imprint. Werewolf memiliki mate mereka sendiri, jangan kau sia-siakan waktumu untuk wanita lain!" Wolfy mengehembuskan nafas beratnya dengan kesal, ia menatap Bram sambil menahan emosinya.

Wolfy: "Kurasa aku tak bisa menahan ini lagi. Aku tak peduli dengan rencana itu." Wolfy berkata pada Bram dan berdiri mendekati Luna.

Wolfy: "Aku tak percaya dengan kutukan mate di werewolf. Persetan dengan itu. Human keeper lain bisa memilih dan menentukan sendiri apakah mereka mau memiliki pasangan atau tidak, mereka bahkan bebas memilih pasangan mereka. Dan aku tak suka wanita mendikte apa yang harus kulakukan. Kau mau mengajakku duel? Silakan. Andai aku mati pun aku tak peduli, aku hanya tak mau orang lain menentukan hidupku. Aku yang akan menentukan jalanku sendiri."

Luna: "Kutukan katamu?! Hidup kita sudah ditentukan sejak kita dilahirkan menjadi werewolf. It's our destiny!" Nafasnya memburu karena emosi yang membara.

Wolfy: "It's our destiny to become human keeper. But it's not a destiny to be a mate. Aku akan melaksanakan tugasku sebagai human keeper, tapi biarkan aku yang menentukan apakah aku mau memiliki pasangan atau tidak."

Emosi Luna yang memuncak membuatnya mendorong Wolfy ke dinding, mencekik lehernya dan menggeram marah. Beberapa werewolf yang ikut meeting tampak bingung harus membela siapa, mereka diam di tempat dan saling berpandangan.

Erebus: "Aku tak mau ikut campur dengan kehidupan kalian, tapi aku tak mau kalian merusak rumahku."

Harpy: "Kau yakin mau buat keributan di dunia bawah? Boleh kuberi saran gadis tangguh, jangan memohon cinta dari lelaki. Kau menginjak harga dirimu sendiri." Harpy mendekat dan menepuk pundak Luna pelan. Luna melepas tangannya dari leher Wolfy dan berteriak melepaskan amarahnya.

Luna: "Kau melawan takdir! Aku tak akan membiarkanmu bahagia dengan Emma!"

Wolfy: "Siapa bilang aku memilih Emma untuk jadi pasanganku? Saat ini aku akan fokus untuk menangkap demon yang membuat keributan besar ini."

--------------------------------------------------------------------------------------

Pak Jonathan: "Emma, kamu tampak pucat. Nggak enak badan?" Pak Jonathan berhenti di depan meja Emma, memperhatikan wajah Emma yang tampak kurang sehat.

Emma: "Nggak, saya baik-baik saja pak." Pak Jonathan menghela nafas mendengar jawaban Emma yang tidak sinkron dengan kondisi yang terlihat.

Pak Jonathan: "Ada jadwal meeting di luar?" Emma mengecek jadwal pak Jonathan dan menggeleng.

Pak Jonathan: "Ok. Nanti pulang sama aku ya." Ia berjalan masuk ke dalam ruangannya.

Tepat pukul enam sore, pak Jonathan sudah bersiap untuk pulang. Ia mengajak Emma untuk pulang bersama. Dalam perjalanan, ia membeli makanan dan beberapa kaleng beer.

Pak Jonathan: "Boleh kan mampir ke tempat kamu?" Ia menunjukkan bungkusan makanan di tangannya. 'Bagaimana aku bisa menolak ini?' Emma memaksakan senyumannya dan mengangguk.

Pak Jonathan: "Aku nggak tau apa kamu kurang enak badan, atau ada masalah pribadi, Tapi aku menebak yang kedua. Jadi walaupun hari ini hari senin, mari kita minum bersama." Ia tertawa ceria sambil menunjuk bungkusan beer yang ia beli saat mereka berdua berjalan kaki bersama di lantai satu apartemen Emma, beberapa meter dari pintu masuk apartemen Emma.

Emma: "Apa pak Jonathan seorang cenayang? Haha.." Emma membuka pintu apartemennya dan mempersilahkan pak Jonathan masuk.

Ia merasa sedikit canggung bos nya datang ke tempatnya, apalagi apartemen studionya yang kecil, membuat mereka seperti terkurung di ruang sempit bersama. Namun pak Jonathan begitu pandai mencairkan suasana dengan gurauannya. Mereka pun bisa berbincang dengan nyaman sambil makan.

Emma: "Jadi pak Jo menolak perjodohan itu?! Tapi dia anak Group besar yang sangat terkenal! Aku tau anak Group K itu, dia selebgram lho pak! Cantik dan elegan banget penampilannya. Nanti pak Jo nyesel lhooo"

Pak Jonathan: "Itu kan penampilan luarnya saja, untuk membangun image yang baik. Dia bukan tipe yang kucari, aku sudah berpengalaman dengan beberapa wanita sejenis, aku kehilangan ketertarikan setelah mengetahui sifat asli mereka." Pak Jonathan tertawa ringan.

Emma: "Waaah... ternyata sudah sangat berpengalaman dengan wanita ya. Well kalo pak Jo bilang begitu memang sangat normal terjadi, pasti banyak wanita yang mengejar pak Jo dengan penampilan pak Jo yang seperti karakter utama di komik." Tawa Pak Jonathan pecah mendengar ucapan Emma.

Pak Jonathan: "Karakter di komik?! Aku?!" Ia kembali menertawakan julukan itu. Mereka bebrincang hingga jam menunjuk angka sepuluh lewat dua puluh menit.

Pak Jonathan: "Nggak terasa sudah larut malam. Kurasa aku harus membiarkanmu istirahat. Aku pulang ya."

Emma: "Biar kuantar sampai Lobby pak."

Pak Jonathan: "Nggak usah. Aku ingat kok jalannya. Istirahatlah. " Ia tersenyum dan berpamitan dengan Emma.

Emma meletakkan telapak tangannya di dada kirinya, dentuman jantungnya menunjukkan betapa menariknya berbincang dengan lelaki tampan yang baru saja pergi. 'tak kusangka berbincang dengannya sangat menyenangkan dan membuatku melupakan masalah kemarin untuk beberapa saat.'

Emma membereskan meja makannya kemudian menuju kamar mandi untuk mandi air hangat. Ia sedang mengenakan celana panjang dan kaos longgar hitam saat pintu apartemennya diketok. Setelah mengenakan baju, ia mengintip dari jendela untuk melihat siapa yang mengetok pintu. Ia buru-buru membuka pintu setelah melihat siapa yang ada di depan pintu.

Emma: "Wolfy? Ada apa?" Kedua alisnya bertautan saat memperhatikan tingkah Wolfy yang tidak biasa.

Wolfy: "Emma.." Ia menangkup wajah Emma dengan kedua tangannya.

Emma: "Kamu.. mabuk?" Emma bertanya dengan heran, ia tak pernah melihat Wolfy mabuk selama mereka tinggal bersama.

Emma: "Astaga, apa masalah kemarin bertambah berat sampai kamu teler begini?" Emma menahan tubuh Wolfy yang oleng.

Wolfy: "Aku tau kita nggak bisa bersama, tapi bisakah kamu tak menjadi milik siapapun?"

Wolfy mendekatkan bibirnya dan mengecup bibir Emma yang masih tertegun mendengar pertanyaannya. Ia mencium Emma dan perlahan bergerak maju, masuk ke dalam apartemen Emma dan menutup pintunya.

EPILOG

Wolfy yang masih mencemaskan Emma, menunggu Emma pulang kerja di taman dekat kolam renang saat melihat Emma berjalan berdua dengan pak Jonathan dan masuk ke dalam apartemen Emma. Ia bersembunyi agar Emma tak melihat kehadirannya.

Beban pikirannnya yang terus menumpuk membuatnya meluapkan stres yang ia rasakan dengan minum-minum. Keingintahuannya membuat ia meminum alkohol di taman yang gelap di dekat apartemen Emma, agar ia bisa mendengar pembicaraan Emma dan pak Jonathan.

Ia memikirkan lagi pembicaraannya dengan ibunya yang menyadarkan Wolfy betapa pilihan untuk hidup dengan manusia biasa akan sangat merugikan pihak si manusia biasa dan akan menyulitkan dia dalam menjalankan tugasnya. Berusaha menghilangkan pikiran itu, ia menghabiskan semua minuman alkohol yang ia bawa.

Ia mendengar pak Jonathan berpamitan dan kucuran air di dalam kamar mandi membuatnya tahu bahwa Emma sedang mandi dan bersiap untuk istirahat. Tanpa sadar, ia sudah berada di depan pintu apartemen Emma dan mengetuknya. Dibawah pengaruh alkohol, ia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri dan tak bisa menahan diri untuk mengungkapkan perasaan hatinya.