Medina: "Itu satu-satunya cara tercepat, kita harus mencobanya!"
Bram: "Kita bahkan belum tau apa cara itu akan berhasil."
Luna: "Kita tak akan pernah tau kalau tidak dicoba Bram!"
Wolfy: "Apa kalian pantas menyebut diri kalian human keeper? Kalian ingin membunuh manusia ini hanya karna kalian merasa tak sanggup melawan demon level tinggi ini?"
Wolfy berdiri diantara para makhluk yang mulai berdebat karena berbeda pendapat. Gaia, Satyr dan Cyclop mengangguk menyetujui Wolfy. Beberapa yang lain tampak ragu, beberapa tetap berpihak pada Medina dan Luna.
Luna: "Kita tidak tau sampai sejauh mana yang demon ini bisa lakukan dan apa tujuannya. Kita harus segera membunuhnya demi keamanan manusia lain!"
Medina: "Lihat apa yang dia lakukan pada elf hutan dan beberapa hewan penghuni hutan ini! Dia menyerang seperti hewan buas!" Terdengar gumaman setuju beberapa dari mereka.
Mereka yang setuju untuk segera membunuh Emma tampak siap menyerang bersama.
Gaia: "Setidaknya kita kurung dulu saja dia, jangan langsung membunuhnya seperti itu!" Gaia berteriak histeris saat melihat beberapa diantara mereka tampak siap menyerang Emma.
Wolfy: "Jangan mendekat! Aku tidak akan segan-segan membunuh siapapun yang berani mendekat!" Wolfy melangkah ke depan dan berdiri diantara Emma dan para makhluk yang siap menyerang.
Luna: "Kau! Beraninya melawanku! Serang!" kawanan manusia serigala tampak ragu, Luna menoleh dan membelalakkan matanya memandang dengan tatapan marah kepada kawanannya sendiri yang tak mengikuti perintahnya.
Suara pekikan Emma membuat semua berpaling menatapnya, mereka tampak siap melawan sang demon yang berada di dalam Emma. Wolfy menoleh memandang Emma yang berdiri di belakangnya, ia memperhatikan mata Emma yang tak lagi hijau, dan ekspresi Emma yang tampak syok melihat tangannya berlumuran darah.
Wolfy: "Emma?"
Luna, Medina dan beberapa yang lain maju menyerang Emma. Wolfy mencekik leher kawanannya dan melemparkannya ke tanah, Bram, Ares, Cyclop, Satyr bergerak maju berdiri di sisi Wolfy, menahan mereka yang berusaha menyerang.
Ares: "Demon itu sudah meninggalkan tubuh Emma! Lihat baik-baik! Kita harus segera mengejar demon itu selagi ia tidak didalam manusia!" Ares berusaha menjelaskan dengan cepat agar pertarungan sia-sia itu tak terjadi.
Medina: "Elf! Segera cari keberadaan demon itu!" Para Elf dan Media bergegas terbang memasuki hutan.
Luna: "Werewolf, kelilingi sisi luar hutan!" Mereka bergegas, meninggalkan Emma yang tak mengerti apa yang sedang terjadi.
Sementara Wolfy bernafas lega, Gaia berlari memeluk Emma. Wolfy berbalik, memandang Emma dengan seksama. Beberapa luka goresan terlihat di tangan dan kaki Emma.
Erebus: "Kalian berisik sekali wahai penghuni daratan." Erebus datang bersama Harpy.
Ares: "Erebus."
Erebus: "Aku tak ingin mencampuri urusan kalian, urusan dunia bawah sudah cukup rumit buatku. Tapi tampaknya aku harus ikut campur."
Bram dan Ares memandang Erebus yang baru saja turun dari punggung Harpy, menunggu penjelasan darinya.
Erebus: "Kurasa Demon yang kalian cari, adalah demon dunia bawah yang kabur." Semua mata tertuju pada Erebus yang memberi senyum datar.
Bram: "Kau perlu jelaskan apa yang sebenarnya terjadi Erebus."
Erebus mengangguk menyetujui, matanya melirik Emma yang bersandar disisi Gaia. Mereka menyadari keberadaan Emma yang tampak terguncang harus segera ditangani terlebih dahulu.
Erebus: "Harpy, tolong pulangkan Emma."
Bram: "Wolfy, temani Emma. Ia tampak sangat terguncang. Kita bahas di tempat Medina."
Gaia: "Tas Emma." Gaia menunjuk ke tas Emma yang tergeletak di dekat pohon.
Wolfy mengangguk, mengambil tas Emma, mendekati Emma dan menuntunnya untuk naik ke punggung Harpy. Harpy mengantar mereka sampai di depan apartemen Emma.
Wolfy menuntun Emma duduk di sofa kemudian ia mencari kotak P3K milik Emma. Ia membersihkan luka-luka goresan di tangan dan kaki Emma dengan air hangat, sementara Emma masih terdiam karena terguncang.
Emma: "Apa.. aku membunuh seseorang?" Emma bergumam pelan saat Wolfy membersihkan darah yang sudah mengering di tangannya.
Tangan Wolfy perlahan berhenti, ia menatap Emma dan menghela nafas dengan wajah heran. Ia melanjutkan membersihkan tangan Emma, dan membubuhi obat di luka-luka Emma.
Emma: "Aku membunuh siapa?" Suaranya bergetar, matanya berkaca-kaca memaksa Wolfy menjawab pertanyannya.
Wolfy berlutut dan menempelkan keningnya ke kening Emma, kedua tangannya menangkup pipi Emma. Ia menatap Emma, jari-jarinya membelai pipi Emma dengan lembut kemudian memeluk Emma perlahan.
Wolfy: "Kenapa kamu mencemaskan orang lain.. Seharusnya kamu tanya apa yang terjadi padamu. Kamu banyak terluka dan pasti bingung apa yang terjadi padamu, tapi itu pertanyaan yang pertama keluar dari mulutmu?"
Emma: "Apa yang terjadi padaku? Apa aku melukai banyak orang? Kenapa kamu nggak mau memberitahukannya padaku?" Emma terisak dan memukul pelan punggung Wolfy. Wolfy tertawa kecil sambil membelai punggung Emma.
Wolfy: "Tenanglah Emma.. Kamu nggak membunuh siapapun. Beberapa terluka, tapi mereka pasti baik-baik saja."
Emma: "Siapa?!" Emma mendorong Wolfy, melepaskan pelukan Wolfy dan memandangnya penuh tanya. Wolfy menatap Emma, mendengus dan tersenyum.
Wolfy: "Apa kamu selalu lebih mementingkan orang lain daripada dirimu sendiri? Hmm.. bagaimana ini.. aku menemukan satu hal lagi yang menarik darimu." Ia tersenyum menatap Emma dan mengecup kening Emma.
Wolfy: "Aku akan menemanimu malam ini."
Wolfy menarik tangan Emma yang masih tertegun. Emma mengikuti Wolfy yang menuntunnya ke kasur dengan wajah masih syok. Tiba-tiba ia baru merasakan perih di luka-lukanya dan sakit di dada kanan atasnya di dekat bahu. Ia memegang dada kanannya kesakitan.
Wolfy: "Emma, kenapa?!"
Emma: "Ah.. sakit.." Wolfy menyibakkan baju Emma untuk melihat apakah ada luka memar di sana. Ia menemukan tanda berwarna ungu seperti memar berbentuk pusaran angin.
Emma: "Dua hari lalu, ada dua cahaya hijau muncul di taman saat aku sedang olahraga. Cahaya itu menabrak daerah sini dan hilang. Aku nggak tau apa itu, tapi aku merasa baik-baik saja sampai tiba-tiba aku kehilangan ingatanku setelah bertemu dengan Gaia dan yang lainnya." Emma menjelaskan dengan sedikit panik.
Wolfy: "Ok, ok, aku akan memberitahukan Bram tentang ini. Sekarang kamu istirahat dulu, besok baru kita bahas bersama. Ok?" Wolfy berusaha menenangkan Emma yang tampak panik.
Ia menarik Emma ke dalam pelukannya di kasur, membelai rambut Emma dengan lembut. Wolfy tersenyum merasakan detak jantung Emma yang berdegub kencang tak beraturan.
Wolfy: "Bukankah aku sudah jadi masa lalumu?" Emma menatap Wolfy, menyadari bahwa Wolfy membahas perkataannya kepada pak Jonathan beberapa waktu lalu saat mereka berpapasan di depan lobby.
Wolfy: "Kenapa jantungmu masih tergila-gila padaku?"
Mata Emma membesar dan ia menahan nafas kaget dengan pertanyaan Wolfy. 'Jantung sialan! Kenapa kau tak berpihak padaku?!' Emma mengumpat dalam hati. Wolfy menahan tawa saat melihat ekspresi Emma yang kesal pada dirinya sendiri.
Emma: "Kamu juga, kenapa disini menemaniku. Bukankah kamu seharusnya bersama pacarmu."
Wolfy: "Hmm.. Kurasa besok aku bakal diputusin karna ini. Kamu harus bertanggung jawab."
Emma: "Apa maksudnya itu?" Ia menatap Wolfy yang kini tertawa kecil.
Wolfy: "Sudahlah, kita pikirkan besok saja. Istirahatlah."
------------------------------------------------------------------------------------
Mereka berjanji temu untuk mendiskusikan kejadian kemarin di tempat Erebus. Emma mengganti bajunya dan bersiap untuk pergi, namun langkahnya terhenti oleh tatapan Wolfy yang intens.
Emma: "Kenapa?"
Wolfy: "Kamu akan menunjukkan tanda pusaran angin itu kepada mereka yang datang meeting. Apa kamu sudah pakai tank top untuk menutupi bagian tubuhmu?"
Emma menunduk menatap kemeja kotak-kotak biru kuning yang ia kenakan, memandang Wolfy dan menggeleng. Wolfy mendekati Emma, menyibakkan rambut Emma dan menangkup pipi kirinya agar Emma menengadah menatapnya.
Wolfy: "Pakai. Aku nggak mau kamu memamerkan belahan dadamu kepada mereka semua."
Tanpa sadar, Emma menahan nafasnya saat memandang mata Wolfy yang tampak posesif. 'Mengapa sisi posesifnya ini malah membuatnya semakin menarik?!' Emma berteriak frustasi di dalam hatinya.
Wolfy: "Kutunggu diluar." Emma pun menuruti permintaan Wolfy untuk memakai tank top di dalam kemejanya.
Emma keluar menemui Wolfy setelah mengenakan tank top dan kemejanya. Wolfy memperhatikannya dan mengangguk mengajaknya berjalan menuju tempat Erebus. Saat Wolfy dan Emma datang, yang lain sudah berkumpul terlebih dahulu di ruang perapian Erebus.
Luna: "Kau!" Luna segera mendekati Emma dengan kecepatannya yang luar biasa, mencekik Leher Emma dengan penuh kemarahan.
Wolfy: "Apa yang kau lakukan?" Wolfy mencoba menahan Luna, berusaha melepaskan genggaman Luna yang begitu kuat.
Erebus: "Apa kalian sedang melakukan syuting sebuah drama?"
Ares: "Berhenti membuat keributan wolf!"
Gaia: "Apa kau terbakar api cemburu Luna?"
Luna: "Kau seharusnya bersamaku! Apa kau lupa dengan posisimu?!"
Wolfy: "Aku hanya menemaninya karna dia sangat syok dengan kejadian kemarin. hanya itu."
Bram: "Aku yang menyuruh Wolfy menemani Emma kemarin. Jangan salahkan dia Luna. Ada hal yang lebih penting daripada kisah cinta kalian. kalian bisa membahasnya setelah meeting kita usai." Luna akhirnya melunak dan melepaskan cengkeramannya, menatap tajam Emma kemudian menjauhinya.
Bram: "Emma, kudengar dari Wolfy tentang cahaya hijau yang menerjangmu. Dan tanda seperti pusaran angin di tempat cahaya itu menerjang." Emma mengangguk. Ia menyibakkan kemejanya agar dapat memperlihatkan tanda pusaran angin itu kepada mereka.
Medina: "Kami tidak menemukan keberadaan demon itu di hutan."
Gaia: "Tidak ada alert tentang keberadaan demon itu. Tampaknya karna demon itu bukan berasal dari dunia daratan, kami tidak menerima signal apapun tentang keberadannya."
Erebus: "Aku cukup yakin, demon itu dari dunia bawah. Mungkin dia kabur ke dunia kalian saat aku membuka portal keluar masuk. Levelnya sangat tinggi sampai bisa menyamarkan keberadaannya, aku harus berkonsentrasi untuk bisa mendapatkan signal keberadaannya."
Luna: "Ada seorang manusia terbunuh sabtu dini hari di district D14. Ia terbunuh di dekat danau, dan dilaporkan diserang hewan buas. Kira-kira siapa pembunuhnya?" Luna menyipitkan matanya memandang Emma.
EPILOG
Emma: "Aku membunuh siapa?" Suaranya bergetar, matanya berkaca-kaca memaksa Wolfy menjawab pertanyannya.
Wolfy berlutut dan menempelkan keningnya ke kening Emma, kedua tangannya menangkup pipi Emma. Ia menatap Emma, jari-jarinya membelai pipi Emma dengan lembut kemudian memeluk Emma perlahan.
Pikiran tentang pembicaraannya dengan ibunya berkelebat di pikiran Wolfy. Ia sudah berusaha keras menahan dirinya, namun melihat Emma yang tampak begitu kacau dan terguncang, membuat hatinya goyah. 'bolehkah sekali ini saja, aku melewati batasan diantara kita?'