Ares membuka pintu apartemennya saat mendengar ketukan di pintu.
Ares: "Hei Wolfy, Luna. Ayo masuk. Semua sudah kumpul dan sudah mulai mendiskusikannya."
Gaia: "Hei Wolf! Oh ada apa dengan wajahmu? Muram sekali!"
Luna: "Haruskah aku cemburu sekarang? Kau murung karna tau Emma sudah punya penggantimu?" Wolfy menatap Luna dengan tatapan malas.
Ares: "Ow, Emma diantar pulang lagi sama lelaki komik itu? Wow, nice. Apa mungkin mereka sudah pacaran seperti kalian berdua?"
Luna: "Kurasa begitu. Apa itu yang membuatmu kesal sekarang Wolfy?"
Wolfy: "Kurasa kita tak perlu membahas hal yang nggak penting. Apa ada progress terbaru?"
Ares dan Gaia saling berpandangan, Gaia menggelengkan kepalanya pelan. Bram hanya melirik Wolfy sebentar, sebelum memberi progress yang ia dapatkan.
Gaia: "Dimana teman satu team di districtmu? Kenapa kau selalu sendiri?"
Ares: "Oh, Selena. Kau tahulah Selena sangat pendiam, dia akan memilih untuk berpatroli daripada diskusi seperti ini. Ia selalu tampak murung seperti wajah Wolfy sekarang." Mereka menahan tawa mereka agar tidak meledak.
Wolfy: "Aku tetap bisa mendengar walau kalian berbisik. Please."
Ares: "My bad. Sorry." Ares mengangkat kedua tangannya mengakui kesalahannya.
Sementara itu, Pak Jonathan dan Emma berjalan menuju tower Emma. Emma berjalan di tepi jalan, beberapa mobil berlalu lalang. Pak Jonathan memegang kedua bahu Emma dan menggeser Emma agar berjalan di dalam, pak Jonathan menggantikan Emma berjalan di tepi jalan.
Pak Jonathan: "Biar aku yang diluar, bahaya banyak mobil lewat." Emma tersenyum tipis.
Pak Jonathan: "Apa lelaki tadi mantanmu?"
Emma: "Hmm.. nggak bisa dibilang mantan juga, karna kami nggak pernah pacaran. Hubungan kami rumit." Emma tertawa kecil untuk menutupi perasaannya yang campur aduk.
Pak Jonathan: "Jadi karna dia, kamu nggak punya pacar sampai sekarang? Sepertinya aku harus berterima kasih padanya." Ia memberi senyum miringnya pada Emma yang matanya terbelalak. Emma tertawa mendengar gurauan Pak Jonathan.
Emma: "Ini tower saya. Sampai lobby aja pak, saya sudah aman disini." Emma menghentikan langkahnya tepat di depan pintu lobby.
Pak Jonathan: "Hmm.. Ok, next time aku antar ke tower ini, bukan tower yang penuh masa lalu tadi." Emma tersenyum mendengar pak Jonathan yang berusaha membuatnya tersenyum sejak tadi dengan gurauannya. Emma menganggukkan kepalanya.
Emma: "Thank you pak. Selamat malam." Emma menundukkan kepalanya dan masuk ke dalam lobby apartemen.
'daritadi pak Jonathan pakai aku aku, apa besok aku mulai menggunakan aku instead of saya? Tapi, apa itu terlalu memberi sinyal?' Tiba-tiba pikirannya terhenti saat ia teringat lagi Wolfy bersama Luna. 'apa yang mereka lakukan? Apa mereka tinggal bersama sekarang? Kenapa aku masih merasa sakit melihatnya... Dia.. tampak lebih kurus.' Emma menundukkan kepalanya dengan lesu saat masuk ke dalam apartemennya.
Emma mengganti bajunya dengan jaket hoodie besar dan celana santai. Ia merasa butuh angin segar, ia mengenakan sepatu joggingnya dan mengikat rambutnya. Emma berjalan-jalan mengelilingi taman di lantai satu mengikuti jogging track. Ia berlari sekencang yang ia bisa, kemudian berhenti saat ia kehabisan nafas.
Ia berdiri sambil sedikit menunduk, ia meletakkan kedua tangannya di lutut untuk menopang tubuhnya. Emma mendengar suara gemerisik di rerumputan dan tanaman di pinggir jogging track yang membuatnya refleks menoleh mencari sumber suara itu.
Kedua alisnya bertautan melihat dua cahaya hijau kecil, ia mencondongkan tubuhnya agar bisa melihat lebih dekat. Emma tak bisa melihat apapun selain tanaman dan cahaya itu. Firasatnya merasa itu adalah sesuatu yang buruk, membuatnya perlahan melangkah mundur.
Cahaya hijau itu melesat mendekati Emma dengan sangat cepat, menabrak tubuh Emma dan hilang. Emma menarik nafas dalam dan nafasnya tertahan beberapa saat sebelum ia bisa menghembuskan nafasnya. Ia meraba dada atas sebelah kanan di dekat bahunya yang terasa sakit setelah cahaya itu menabrak bagian itu.
Emma segera kembali ke apartemennya merasa ada yang tidak biasa dengan cahaya itu. Ia memeriksa dadanya, namun ia tak melihat bekas apapun. Ia tampak gusar dan panik karena ia tak tau apa yang telah menabraknya tadi.
Esoknya, Emma mencari perubahan yang terjadi padanya, namun ia tampak baik-baik saja dan tidak merasakan sakit. 'Mungkin aku hanya terlalu berlebihan. Tapi cahaya apa itu?'
Gaia: "It's friday night! Mau minum denganku nanti malam?"
Emma membaca message dari Gaia dan tersenyum sambil membalas message itu.
Emma: "Ok!"
Mereka bertemu di sebuah cafe, Gaia bersama dengan Cyclop dan Satyr sudah menunggu disana. Emma melambaikan tangan saat melihat mereka.
Gaia: "Emma! Haaaai! How are you?!"
Emma: "Hahaha.. Hai semua. Aku baik-baik saja. Sudah lama nggak ketemu kalian, senangnya bisa bertemu!"
Cyclop: "Apa hari ini kami akan melihatmu mabuk lagi seperti waktu itu?" Cyclop tertawa menggoda Emma.
Mereka berbincang bertukar kabar sambil minum bersama.
Emma: "Jadi apa yang akan kalian lakukan di district? Kalian nggak mungkin jadi mahasiswa terus kan?"
Satyr: "Well, kami harus ganti profesi jika saatnya tiba. Bisa juga pindah district."
Cyclop: "Aku akan menjadi asisten dosen agar bisa tetap di district, aku tak mau berpisah dengan kalian." Cyclop mengedipkan matanya sambil tertawa.
Gaia: "Aku juga akan tetap disitu, aku sudah jadi penanggung jawab perpustakaan sekarang. Mudah bagiku untuk mewujudkannya." Ia tersenyum nakal.
Satyr: "Yang paling aman adalah menjadi dosen seperti Bram. Tidak akan dicurigai jika ia lama disitu."
Emma: "Oh ya! Apa kalian immortal atau bisa menua seperti manusia?" Mereka tertawa mendengar pertanyaan Emma.
Gaia: "Kami menua Emma, tapi kami punya waktu yang berbeda dengan manusia biasa. Penuaan yang terjadi pada kami lebih lambat sekitar lima tahun dibandingkan manusia. Jadi saat kita bertemu lagi sepuluh tahun lagi, Kau sudah tumbuh keriput, kami belum." Gaia menggoda Emma.
Emma: "What?! Jadi kalau aku sama Wolfy, tampangku sudah 70 tahun, Wolfy masih.. tampak muda?!" Emma membelalakkan matanya.
Cyclop: "Hei hei hei, Emma, sudahlah.. Wolfy sudah jadi milik orang lain. Dia sudah berpaling darimu. Jangan kau pikirkan lagi."
Satyr: "Ayo minum Emma, jangan diingat-ingat lagi. Kudengar kau sudah punya lelaki tampan dari kantor?"
Mereka berbincang hingga malam karena besok libur, mereka menikmati malam ini bersama-sama.
Gaia: "Kau yakin bisa pulang sendiri Emma?"
Emma: "Tenang saja, aku kan nggak mabuk." Emma memberi senyum lebar kepada ketiga temannya. Mereka pun berpamitan.
-----------------------------------------------------------------------------------------
Emma berdiri ditengah-tengah rerumputan luas ditengah hutan, nafasnya berat terengah-engah. Cahaya hijau kecil baru saja keluar dari tubuh Emma dan bergulir diantara rerumputan, menjauhi kerumunan yang sedang terjadi.
Emma dikelilingi banyak makhluk, ia mengenali sosok Bram dan team nya, Ares dan Medina, juga para elf hutan, namun ada beberapa makhluk yang tak pernah ia lihat. Wolfy berdiri di tengah antara Emma dan para makhluk yang tampak siap menyerang. Emma kebingungan dengan situasinya saat ini.
Emma melihat sekitarnya, para makhluk itu seperti siap untuk membunuhnya. Tatapan mereka begitu menusuk seperti mengadilinya. Ia menatap kedua telapak tangannya dan melihat tangannya berlumuran darah. Seketika ia merasa lemas, begitu terkejut dengan dirinya sendiri saat ini. 'Aku..membunuh seseorang?' Hanya pertanyaan itu yang terlintas dipikirannya.
Seluruh tubuh Emma gemetar, ia berteriak syok namun suaranya hilang dan hanya terdengar pekikan tertahan. Nafasnya berat dan tersengal-sengal. Wolfy menoleh memandang Emma. Mata Wolfy merah tua, taring dan cakarnya sudah siap melawan siapapun yang mendekat.
Wolfy: "Emma?!"