Bram: "Kita tak bisa membiarkan ini berlarut-larut terlalu lama, Luna. Pembunuhan yang terjadi di districtku jelas menunjukkan tanda-tanda kehadiran seorang manusia serigala di TKP. Makhluk apa lagi selain manusia serigala yang bisa membuat bekas cakaran seperti itu dimana-mana?"
Luna: "Kami sudah mencari-cari keberadaannya namun tak ada hasil. Dan apa yang mau kau lakukan jika menemukan Lukas? Membunuhnya?"
Gaia: "Itu pilihan terakhir kita. Tapi paling tidak kita harus mengurungnya dulu agar tidak melakukan pembunuhan seperti ini."
Ares: "Perkiraanku adalah, Demon level tinggi ini masuk ke dalam tubuh Lukas dan menjadikannya inang. Kalau demon itu memutuskan untuk terus berada di dalam Lukas, jalan satu-satunya adalah membunuhnya."
Wolfy: "Apa kau yakin dengan membunuh Lukas berarti akan membunuh demon itu juga? Demon itu bisa saja berpindah ke manusia lain dan menjadikannya inang baru. Pembunuhan itu akan jadi sia-sia." Semua terdiam mendengar pertanyaan Wolfy.
Mereka semua sedang berkumpul di tempat hunian manusia serigala, melakukan meeting darurat karena terjadi pembunuhan di district Bram. Pembunuhan itu tampak seperti bunuh diri, karena manusia tersebut jatuh dari lantai tinggi sebuah gedung. Namun setelah Bram mengecek lokasi jatuhnya manusia itu, ia menemukan banyak bekas cakar di lantai dan dinding.
Tiba-tiba mereka mendengar suara pintu terbuka dan di tutup kembali. Mereka langsung terlihat waspada dengan sesuatu atau seseorang yang masuk ke dalam rumah itu. Sesaat kemudian, Lukas muncul di dekat pintu ruangan. Ia tampak kumal dan kebingungan.
Luna: "Lukas!" Para manusia serigala tampak siaga melihat kehadiran Lukas, begitu pula Bram dan yang lainnya.
Wolfy: "Tunggu. Kurasa dia hanya Lukas, tanpa demon. Lukas, kau mengenaliku?"
Lukas: "Apa yang terjadi padaku? Aku tak ingat apa-apa sampai tadi sore."
Semua melepaskan kewaspadaan dan mendekati Lukas, para werewolf memeluk Lukas. Bram dan Ares saling berpandangan.
Bram: "Kalau demon itu bisa masuk dan pergi sesuka hati, situasi akan semakin buruk jika kita tidak segera membereskannya."
Luna: "Kita harus segera menemukannya dan membunuhnya saat kesempatan itu muncul, walaupun ia sedang berada di dalam inang. Lebih baik mati satu, daripada ia membunuh banyak manusia."
Gaia: "Keputusanmu terlalu buru-buru Luna. Kita harus cari tahu terlebih dahulu apakah cara itu sungguh bisa membunuh demon yang berada didalamnya."
Luna: " Kami para werewolf akan siap menjadi inang dan mati demi membunuh demon. Bukankah itu tugas kita semua?"
Ares: "Jika sekarang demon itu masuk ke tubuh manusia, tidak akan semudah itu menyelesaikannya."
Luna: "Kurasa membunuh satu untuk menyelamatkan banyak orang tidak akan menjadi masalah."
Wolfy: "Apakah dengan membunuh satu manusia, juga termasuk tugas kita?" Luna memandang Wolfy dengan kesal.
Luna: "Aku adalah Alpha, kau harus mengikuti keputusanku." Wolfy menatapanya tajam.
Bram: "Betulkah? Bukankah.. Wolfy adalah pasanganmu? Setahuku, pasangan alpha memiliki status yang sama dengan alpha, dan pendapatnya akan di dengar seperti pendapat seorang alpha. Apakah aku salah?"
Para werewolf tampak terkejut dan memandang Luna dan Wolfy bergantian. Ares dan Gaia pun membelalakkan mata saking kagetnya. Luna tampak gugup mendengar pertanyaan itu dan salah tingkah.
Gaia: "Wolfy.. benarkah? Jadi ini alasanmu meninggalkan Emma?!" Bram dan Wolfy saling berpandangan, Wolfy tak menghiraukan pertanyaan Gaia.
Bram: "Apa kau tak menganggap pasanganmu?" Luna semakin tampak gusar saat Bram terus menekannya dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Para werewolf tampak saling memandang.
Wolfy: "Mungkin sudah saatnya pendapatku dipertimbangkan oleh kawanan. Menurutku, saat ini lebih baik kita mencari tahu bagaimana cara mengeluarkan demon itu dari inang, daripada membunuh inang tanpa tahu hasilnya."
------------------------------------------------------------------------------------------
Pak Jonathan: "Apa kamu sakit? Kamu keliatan pucet." Pak Jonathan meletakkan telapak tangannya di dahi Emma.
Emma: "Eng..enggak pak, saya nggak pa-pa." Emma merasa canggung dengan gerakan tiba-tiba itu.
'Aish.. kenapa aku deg-degan?! Tapi.. memang sudah waktunya aku move on. Apa boleh aku menyukai bos ku?' Emma berpangku tangan sambil menatap Pak Jonathan yang berjalan masuk ke ruangannya. Ia memutuskan untuk melupakan Wolfy dan mulai membuka hati untuk lelaki lain.
Emma mengecek jadwal untuk pak Jonathan siang ini, ada meeting di luar jam tiga. Ia menyiapkan buku dan laptop untuk di bawa, mengetok pintu ruangan pak Jonathan untuk mengingatkan schedule meetingnya.
Emma: "Permisi.. pak Jonathan, ada meeting jam tiga dengan client. Kita berangkat sekarang?"
Pak Jonathan: "Ok." Pak Jonathan mengangguk dan membereskan barangnya, kemudian berdiri dan berjalan keluar.
Emma mengambil tas dan laptop di mejanya dan berjalan di belakang pak Jonathan. Ia merasakan tatapan dari beberapa karyawan wanita saat pak Jonathan lewat dan menatap sekitar. Emma tertawa geli melihat tatapan mereka yang penuh kekaguman saat melihat pak Jonathan.
Mereka berjalan berdampingan di tempat parkir, berjalan menuju mobil pak Jonathan. Emma memandang pak Jonathan yang jauh lebih tinggi darinya, pak Jonathan yang merasakan tatapan Emma pun ikut menoleh menatap Emma.
Pak Jonathan: "Kenapa? Sepertinya ada yang mau kamu katakan?"
Emma: "Haha.. saya penasaran sama sesuatu."
Pak Jonathan: "Apa itu?" Pak Jonathan mengangkat kedua alisnya ikut penasaran.
Emma: "Banyak karyawan cewek yang memandang pak Jo dengan tatapan memuja, apa pak Jo merasakannya?"
Pak Jonathan tertawa mendengar pertanyaan Emma namun tak menjawab pertanyaan itu. Emma yang berjalan sambil menatap pak Jonathan, tak melihat jalan di depannya dan tersandung. Pak Jonathan dengan sigap langsung menarik lengan Emma, menahannya agar tidak jatuh. Namun ia menarik Emma terlalu kuat hingga tubuh Emma menabrak dadanya yang bidang. Emma menahan nafas dan terdiam beberapa saat, kemudian terhuyung melangkah mundur.
Pak Jonathan: "Hati-hati." Wajah pak Jonathan begitu dekat dengan Emma, membuat Emma tertegun menatap wajah yang dikagumi banyak karyawan wanita dikantor itu. 'Kuakui, dia memang tampan.' pikir Emma. Pak Jonathan tertawa melihat Emma yang terdiam menatapnya, kemudian melepas lengan Emma.
Pak Jonathan: "Apa tatapan mereka seperti kamu sekarang menatapku?" Pak Jonathan tersenyum geli melihat Emma yang salah tingkah. Emma buru-buru berjalan memasuki mobil. Pak Jonathan masih menahan senyumnya sambil masuk ke dalam mobil.
Mereka meeting hingga malam hari. Setelah meeting selesai, pak Jonathan mengajak Emma untuk makan malam bersama di cafe hotel tempat mereka meeting. Kecanggungan mereka hilang saat alkohol di dalam wine yang mereka minum bekerja. Suasana menjadi lebih nyaman dan membuat mereka bisa saling bercerita banyak hal. Saat jam menunjukkan jam sepuluh lebih, pak Jonathan memutuskan untuk segera mengantar pulang Emma.
Pak Jonathan: "Maaf yah sampai lupa waktu dan kemalaman gini." Pak Jonathan melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sebelas saat sampai di apartemen Emma.
Emma: "It's ok pak. Eh, kok pak Jo parkir?"
Pak Jonathan: "Aku antar sampai depan lift ya, permintaan maafku." Pak Jonathan melemparkan senyumnya sambil melepas seatbelt.
Emma berpikir keras bagaimana menjelaskan kepada pak Jonathan bahwa tower Emma bukanlah tower yang biasa pak Jonathan antarkan sebelumnya. 'aku nggak mungkin bilang itu tower lelaki yang aku stalking-in kan. Aku harus bikin alasan apa nih?!' Kepanikan Emma hanya terjadi di dalam pikirannya, namun ia tetap tampak tenang, berjalan pelan disamping pak Jonathan, mendekati tower apartemen Wolfy.
Langkah Emma terhenti saat ia melihat Wolfy dan Luna yang berjalan berdampingan di depan lobby, beberapa meter darinya. Pak Jonathan menoleh memandang Emma dengan bingung, ia mengikuti arah pandang Emma. Luna mengangkat dagunya dan membalas tatapan Emma.
Luna: " Tampaknya dia sudah punya penggantimu." Ia berbisik pada Wolfy yang tak bergeming.
Pak Jonathan: "Kenalanmu?" Pertanyaan pak Jonathan menyadarkan Emma, ia segera memalingkan pandangan ke pak Jonathan dan tersenyum.
Emma: "Masa lalu saya pak. Ayo kita jalan ke sebelah sana, tower saya di belakang."
EPILOG
Wolfy: "Dia tidak akan mengakuinya Bram. Luna terus menutupi hubungan ini, harus berapa lama lagi aku menunggu?!"
Bram: "Aku akan membantumu menguak rahasia itu di depan para kawanan dan yang lainnya. Kau bersabarlah sampai moment itu datang. Kalau tidak, kau tak akan bisa lepas dari kawanan. Pelan-pelan, rencana ini akan berhasil kalau kau bersabar."
Wolfy menghela nafas dengan kasar, merasa kesal namun ia mengangguk menyetujui Bram.
Wolfy: "Ok. Begitu kesempatan itu datang, tolong bantu aku mengungkapnya, agar rencana ini bisa selangkah lebih maju, dan aku bisa melepaskan diri darinya."