Jantung Wolfy berdegub tak beraturan karena wajah Emma begitu dekat dengannya, mata Emma tampak tak fokus dan ia mulai melompat-lompat di pangkuan Wolfy. Emma mengganti kemeja putih dan blazer hitam seragam sidangnya dengan kaos putih polos berkerah V, memamerkan leher jenjang dan cleavagenya tepat di depan mata Wolfy. Wolfy menahan nafas gugup sambil memalingkan wajahnya.
Emma: "Yeaay kita main kuda-kudaan. Ayo lari yang kencaaaang!"
Wolfy: "Emma, jangan lompat-lompat, stop. Akh! Dan sekarang kau mendudukinya ugh-" Wolfy menutup wajahnya dengan tangan kanannya, berusaha menahan diri sekuat tenaga untuk menghiraukan hasrat yang tiba-tiba muncul di dalam dirinya.
Emma yang berada dipangkuan Wolfy masih dengan girang tertawa ringan, mengangkat kedua tangannya dan melambaikan ke kanan dan kiri sambil bernyanyi tak jelas.
Wolfy: "Sudah ya, kuantar ke kamar. Ayo bangun." Wolfy berusaha beranjak, namun Emma mendorongnya kembali bersandar di sofa. Emma menangkup wajah Wolfy dengan kedua tangannya, jari-jarinya membuat Wolfy tak bisa berpaling memandang wajah Emma yang begitu dekat.
Emma: "Kamu punyaku. You're mine!" Detik berikutnya, Emma mendekatkan bibirnya ke bibir Wolfy, menciumnya dengan lugas. Wolfy yang kaget terdiam beberapa saat, kemudian berusaha memalingkan wajahnya.
Wolfy: "Emma, jangan begini, please.. " Ia mendorong tubuh Emma, memegang kedua bahu Emma dan menjauhkan Emma darinya.
Emma mengecup kening, hidung, pipi dan bibirnya berkali-kali. Wolfy mengerang pelan, berusaha keras menahan diri untuk tidak membalas kecupan Emma dengan memalingkan wajahnya menghindari kecupan Emma. Ia memalingkan wajahnya ke kanan, kecupan Emma meleset dan mendarat di leher Wolfy. Emma mencium leher Wolfy sampai ke collarbone kemudian kembali ke atas, membuat Wolfy mengerang putus asa.
Wolfy: "Oh shit.." Wolfy mengumpat pelan saat Emma mendekatkan bibir pink itu kembali ke bibirnya, menelan umpatan Wolfy dengan ciuman lembut. Kali ini Wolfy tak lagi mengelak. Ia membalas bibir Emma, tak berhasil menahan dirinya dan melewati batasan yang ia buat sendiri.
Wolfy menarik pinggang Emma lebih dekat kepadanya, perlahan ia beranjak dari sofa, mengangkat tubuh Emma yang masih menciumnya dengan lembut. Emma mengaitkan kedua kakinya di pingggang Wolfy dan Kedua tangannya melingkari leher Wolfy. Wolfy berjalan ke lorong menuju kamar Emma, menekan tubuh Emma ke dinding lorong. Ia dapat merasakan hembusan nafas Emma yang semakin berat di pipinya.
Kemudian ia mengalihkan bibirnya ke bawah telinga Emma, menyusuri tulang leher Emma dengan bibirnya, menciumnya dan berhenti di bandul kalung yang melingkari leher Emma, lalu kembali ke bibir Emma. Nafasnya memburu, ciumannya semakin dalam, membuatnya menggeram pelan sebelum akhirnya ia menggendong Emma masuk ke kamar. Ia membaringkan Emma di kasur dan menyelimuti tubuh Emma dengan tubuhnya.
Emma: "Aku menyukaimu Wolfy.." Emma bergumam saat Wolfy menciumnya dengan lebih perlahan.
Wolfy menghentikan bibirnya, tak ingin menelan pernyataan cinta Emma dengan ciumannya. Ia berusaha menenangkan nafasnya yang tak beraturan, tersenyum dan mengecup kening Emma.
Wolfy: "Tidurlah Emma.." Ia mengelus rambut Emma, beranjak untuk membiarkan Emma tertidur. Namun Emma menahan tangan Wolfy, menariknya hingga terbaring disamping Emma.
Emma: "Jangan jauh-jauh. Disini aja." Ia memeluk Wolfy dan tertidur di pelukannya. Jantung Wolfy masih berdetak tak karuan.
Wolfy: "Aku memarahinya karna jantungnya berdegub kencang, dan sekarang hhhh...look what my heart doing now.." Wolfy memeluk Emma, membelai rambut Emma hingga ia pun tertidur.
Wolfy segera bangun pagi-pagi, membuat sarapan dan membeli air kelapa. Ia memeriksa jam, jam 10 lewat dan Emma masih belum bangun. Ia menulis pesan di secarik kertas, meletakkannya di atas meja makan, dan berangkat ke kampus.
Emma terbangun setelah jam menunjukkan angka 11, ia mengerang merasakan sakit kepala yang segera menyerangnya ketika bangun. Ia bangun dan duduk di kasur, menepuk pelan kepalanya yang sakit dengan tangan kanan.
Emma: "Apa yang aku lakukan haiih..." Emma menyesal menyetujui untuk minum hingga mabuk setelah ia merasakan sakit kepalanya yang luar biasa. Perutnya terasa mual dan rasanya seperti semua isi perutnya memberontak.
Tiba-tiba terbersit di dalam ingatannya apa saja yang terjadi kemarin malam. Wajahnya membeku, menarik nafas dalam dan terhenti, tersentak saat mengingat ia menjatuhkan dirinya ke pelukan Wolfy dan mencium paksa Wolfy.
Emma: "Gila.. aku sudah gila! Dasar cewe murahan!" ia memukul-mukul kepalanya dan menutup wajahnya dengan selimut, merasa malu dengan apa yang telah ia perbuat semalam.
Emma: "Oh... aku malu sekali. Apa yang harus aku lakukan kalau ketemu dia.. aih...gimana doooonk.." ia mengguling-gulingkan tubuhnya dikasur.
Tak lama, ia bangun dari kasur, dan mengintip keluar kamar. 'Tampaknya ia sedang keluar. nggak ada suara.' pikirnya. Ia berjalan pelan-pelan keluar, dan menemukan roti sandwich dan segelas air. Ia mengambil secarik kertas yang diletakkan disamping gelas.
'Makan rotinya dan air kelapa ini. Aku search di google katanya ini bisa mengurangi efek hangover. Aku ke kampus dulu.'
Emma: "Haah.. kenapa dia sebaik ini. Bagaimana aku bisa berhenti menyukainya.." ia tersenyum, namun senyumnya hilang saat teringat ia menyatakan perasaannya begitu jelas semalam.
'Emma: aku menyukaimu Wolfy..'
Ia mengingat kembali pernyataan cintanya, menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat, berusaha menghilangkan kejadian itu dari pikirannya.
Emma makan terburu-buru, kemudian berusaha mengerjakan beberapa revisi pada skripsinya. Namun ia tak berhasil karna hangovernya yang belum hilang sepenuhnya. Ia membaringkan tubuhnya lagi dikasur, berharap hangovernya segera hilang saat ia terbangun nanti.
Wolfy sampai di apartemennya jam stengah tujuh, ia mendapati meja makan sudah kosong. 'Emma sudah bangun dan makan. Apa dia pergi?' pikirnya, lalu ia berjalan ke kamar Emma, mengecek apakah Emma ada di dalam. Ia tertawa kecil saat melihat Emma tertidur dikasur dengan laptop disebelahnya.
Ia menutup laptop dan meletakannya di meja rias. Emma terbangun tiba-tiba dan menarik nafas dalam-dalam karena kaget telah tertidur, Ia bangun dan duduk dikasurnya, menoleh ke arah Wolfy dan ia kaget untuk yang kedua kalinya.
Emma: "Kenapa kamu disini?"
Wolfy: "Kamu terbangun? Ayo makan malam." Emma melirik jam di meja rias dan matanya membelalak kaget. 'Aku tertidur sampai malam?! Crazy!' katanya dalam hati sambil segera bangun dan berjalan ke meja makan.
Wolfy membuka bungkusan makanan yang ia beli, menyajikan makanan di piring dan meletakkannya di tengah meja makan.
Wolfy: "Makan." Wolfy menunjuk makanan di meja dengan dagunya, duduk dan mengambil makanan untuk dirinya sendiri.
Emma ikut duduk di depan Wolfy, mengambil sedikit makanan ke piringnya. Ia melirik sekilas, mencoba membaca ekspresi wajah Wolfy beberapa kali. 'Kenapa dia tampak biasa saja, seperti nggak terjadi apa-apa kemarin? Apa aku cuma berhalusinasi? Nggak mungkin, masa imajinasiku mesum banget?!'
Wolfy: "Revisimu kapan harus dikumpulkan?" Kaget dengan pertanyaan tiba-tiba dari Wolfy, Emma tampak bingung sejenak, mencerna pertanyaan Wolfy.
Emma: "Oh, minggu depan dikumpulkan." Wolfy mengangguk-angguk.
Wolfy: "Apa kamu akan langsung cari pekerjaan?" Emma yang masih bingung, mengangguk pelan dengan ragu.
Wolfy: "Kurasa, sudah saatnya kamu mencari tempat tinggal sendiri. It's not good dua orang lawan jenis tinggal satu rumah. Kamu juga nggak berencana stay disini terus kan?" Wolfy melemparkan pertanyaan itu sambil lalu.
Kalimat-kalimat Wolfy terasa bagai bom yang berjatuhan bertubi-tubi bagi Emma. Sendok makannya mengambang di udara, tatapannya membeku memandang Wolfy yang masih tampak biasa saja. Wolfy melemparkan pertanyaan itu dengan masih melanjutkan makannya. Tak mendengar jawaban dari Emma, ia melirik Emma sambil masih mengunyah makanan di mulutnya.
Emma: "Hmm, ya, ok. Aku akan segera cari tempat tinggal dan pindah, kalau itu maumu." Emma menjawab pelan hampir seperti gumaman kecil.
Emma: "Aku sudah kenyang. Thank you makanannya." Emma berjalan menuju kamar, mengambil jaket hoodienya dan segera meninggalkan Wolfy sendiri di dalam apartemen.
'Harus seberapa jauh agar dia nggak bisa mendengarku?' Emma mempercepat jalannya, berlari ke arah taman, berlari sejauh-jauhnya dari tower apartemen Wolfy. Tangisnya tak terbendung, air matanya mengalir tanpa henti saat ia berlari menjauh. Ia berhenti disamping lapangan tenis, berjongkok menutupi wajahnya. Mengusap air matanya dengan lengan jaketnya sambil terisak pelan.
'Aku nggak boleh sedih seperti ini, apa yang ia katakan memang betul. Aku memang nggak boleh terus tinggal bersamanya. Tapi kenapa hati ini begitu sakit mendengar ia mengusirku seperti ini. Apa karna kejadian kemarin? Apa ia merasa terganggu denganku? Ya.. berada didekat seseorang yang tergila-gila denganmu, akan membuatmu merasa nggak nyaman dan muak.. Aku harus segera meninggalkannya agar ia bisa tinggal dengan nyaman lagi seperti dulu.'
EPILOG
Wolfy: "Apa yang kau lakukan?!" Wolfy mendorong Luna yang tiba-tiba mencium bibirnya.
Luna: " Siapa nama gadis itu? Emma?" Luna tersenyum sinis.
Luna: "Gadis kecil ini yang mengusik pikiranmu sampai tak bisa fokus di dalam kawanan dan membuatmu mau keluar dari kawanan? Apa hebatnya dia, Kamu tak pantas bersama dengan manusia biasa. Seleramu rendah!" Wolfy memaksa Luna berdiri.
Wolfy: "Itu nggak ada hubungannya dengan Emma."
Luna: "Really? Kalau begitu, boleh aku sedikit 'bermain' dengannya?" Luna melontarkan ancaman tersebut dengan senyum manis yang ia buat-buat.
Wolfy: "Jangan pernah mengusiknya! Aku nggak akan tinggal diam kalau kau berani mengusiknya!"
Luna: "Hmm... menarik. Kamu tau kan, kamu nggak akan bisa mengalahkanku dan kawanan. Aku akan membiarkannya hidup tenang, asal kamu tetap di dalam kawanan. Patuhi peraturan Kawanan sejenismu Wolfy. Tak ada ampun untuk pembangkang kawanan."
Wolfy mengepalkan tangannya, emosi yang membuncah membuatnya tak bisa mengontrol perubahan pada tubuhnya. Matanya berubah merah, cakarnya bermunculan dan menerkam Luna. Ia mendorong Luna ke dinding dan mencekiknya, menggeram murka.
Luna: "Kau bahkan masih belum bisa mengontrol dirimu sendiri. Mau keluar dari kawanan? Sungguh kekanak-kanakan!" Luna menangkis tangan Wolfy di lehernya dan menjatuhkan Wolfy ke lantai, mencekik Wolfy dengan tangan kanannya.
Luna: "Kau perlu belajar mengontrol dirimu sendiri! Hanya di kawanan manusia serigala kau bisa belajar!" Luna melepas tangannya dari leher Wolfy, membuka pintu dan melangkah ke luar.
Luna: "Datang dan belajar dengan kawananmu seperti biasa. Atau kubuat Emma menyesal pernah mengenalmu."