Sementara itu, aku yang telah melakukan perjalanan melelahkan 2 hari 3 malam, akhirnya tiba di tujuanku
Di sebuah lembah bawah tanah, aku melihat ke bawah pada kota mati yang telah kehilangan zaman kejayaannya. Dari struktur bangunan dan tata ruang kota, aku yakin kota ini dulu cukup makmur.
Sambil duduk santai di atas kuda, aku turun melalui lembah dengan tatapan sesekali menatap lubang raksasa di atas kota, sinar matahari bersinar melewati lubang seolah ingin membebaskan kota ini dari kegelapan hukuman waktu.
Aku kemudian mengalihkan perhatianku pada sekeliling, menjelajah kota yang di garis waktu dulu di kenal sebagai kota tertutup.
Tidak ada lubang yang benar-benar bisa disebut jalan, aku tidak bisa mengerti bagaimana orang-orang yang dulu tinggal disini mengakses dunia luar, lubang di atas memiliki ketinggian ratusan bahkan mungkin mencapai ribuan meter, sedangkan Elves tidak memiliki sayap bahkan jika mereka menggunakan sihir untuk terbang itu tidak akan efektif karena hanya beberapa orang yang bisa menggunakannya.
Meskipun aku menyebut jalan yang ku lewati sebelumnya sebagai gua, namun sebenarnya 'gua' tersebut hanya celah-celah batu yang kebetulan pas dengan tubuhku, agar pas dengan kuda yang kubawa aku terpaksa berolahraga sedikit dan melebarkan nya dengan paksa, aku juga menambahkan sihir ilusi modifikasi untuk kuda agar dia tidak ketakutan saat melewati celah sempit, meskipun pada akhirnya aku berhasil lewat aku sedikit gugup karena aku merasa lubang bisa runtuh kapan saja.
Aku mungkin harus mencoba mencari jalan lain untuk pulang nanti, meskipun tidak yakin itu ada tapi setidaknya lebih baik dari pada mengambil resiko di kubur hidup-hidup.
Ini pasti akan merepotkan, mungkin lebih baik jika aku tinggal di rumah Ladur sampai batas waktu untuk kunjungan selesai, dan lagi pula pada perjalanan dunia pertama ini, Gaia memiliki jalan pulang alternatif yang dapat membuat orang kembali ke bumi secara otomatis, walaupun kata orang itu akan terasa sangat tidak nyaman, seolah tubuh di plintir, di gulung dan dipipihkan menjadi adonan mie, membayangkan nya saja pasti tidak akan terasa mengenakan, semoga benar-benar ada jalan lain nanti.
Aku sendiri tidak pernah merasakannya, karena cara alternatif untuk kembali hanya tersedia dalam kunjungan dunia pertama, sedangkan pada kunjungan dunia pertama saat itu aku masih belum 'bangun' dan belum menganggap serius perubahan dunia ini.
Masih dengan menunggang kuda, aku membawanya berputar ke sekeliling kota, mencoba melakukan sedikit penyelidikan dan pengamatan.
Sejujurnya, aku hampir tidak mengerti tentang reruntuhan ini, selain dari fakta bahwa Ladur mendapatkan kekuatan sistem sihir yang terkait dewa kematian dari tempat ini aku hampir tidak memiliki informasi lain.
Aku tahu tindakan ceroboh ini tidak benar, itu tabu untuk pergi ke reruntuhan tanpa persiapan, terutama karena aku tidak memiliki instrumen kebangkitan sebagai cadangan untuk memastikan aku selamat, jika sesuatu terjadi aku hanya dapat mengandalkan kemampuan ku sendiri dan berusaha untuk tidak mati.
Meski begitu aku masih tidak terlalu khawatir, karena aku masih bisa menjamin bahwa tempat ini termasuk dalam reruntuhan dengan risiko kecil, bagaimana pun juga Ladur yang yang saat itu hanya orang biasa tanpa kemampuan apa pun, masih dapat menjelajahinya sendiri dan mendapatkan hasil.
Setidaknya dengan kemampuan ku saat ini, aku masih bisa dengan percaya diri mengatakan aku pasti bisa bertahan.
Namun, aku masih tidak akan menyangkal bahwa menjelajahi tanpa persiapan benar-benar menyusahkan, aku bahkan tidak dapat menentukan dari era apa kota apa ini berasal, sejak kapan kota itu ditinggalkan, dan ras Elves apa yang menghuni kota ini di masa lalu.
Di planet dengan sistem sihir seperti planet ini, terlalu banyak faktor yang bisa membodohi kesimpulan.
Satu-satunya petunjuk yang aku miliki hanyalah penggunaan esensi pohon dunia yang terkait yang telah membantu Ladur 'menyelesaiakan reruntuhan' ini , masalahnya adalah aku tidak mengerti untuk apa dan apa hubungannya antara ramuan ini dengan cara Ladur 'menyelesaikan reruntuhan'.
Aku mencoba mencari solusinya dengan cara lama.
Pertama, mulai memperhatikan informasi dasar terlebih dahulu.
Pohon dunia, beberapa suku Peri kuno juga menyebut pohon dunia sebagai pohon kehidupan. Namun, mengetahui ini masih tidak membantu ku menemukan petunjuk apapun.
Seseorang mungkin menganggap unsur-unsur kematian dan kehidupan sebagai unsur-unsur yang saling bertentangan yang akan selalu saling menangkal seperti api dan air, tetapi kenyataannya tidak, atau setidaknya itulah yang dikatakan Ladur.
Ladur juga mengatakan, bahwa hidup dan mati adalah elemen yang saling melengkapi, mereka akan terus membuat siklus yang selalu diulang, walaupun aku sendiri tidak begitu mengerti apa siklus itu.
Dulu aku pernah sekali terjebak di dunia ini, dan Ladur lah yang membantu dan mengajariku banyak hal.
Tetapi pada waktu itu aku terlalu bodoh untuk memahami pentingnya belajar pengetahuan, meskipun aku sangat dekat dengan 'profesional dibidang element kematian', anehnya kematian adalah salah satu elemen yang paling tidak kumengerti.
Untungnya aku memiliki ingatan yang cukup bagus, aku masih dapat mengingat beberapa pengetahuan dasar yang diajarkan Ladur.
Seperti misalnya hubungan antara unsur kematian dan kehidupan yang aku sebutkan sebelumnya. Setelah kejadian itu, aku juga mulai belajar ilmu dasar lainnya.
Aku berhasil mempelajari fakta lain tentang hubungan antara dua elemen yang tidak disebutkan oleh Ladur.
Memang benar bahwa unsur-unsur kehidupan dan kematian tidak benar-benar bertentangan, tetapi tetap tidak mencegah mereka saling membenci.
Roh orang mati umumnya akan dikirim ke dunia bawah, tetapi beberapa dari mereka masih lebih suka tinggal di dunia lama mereka.
Seperti Undead misalnya, mereka masih hidup tetapi mereka tidak bisa lagi merasakan kehidupan, mereka tidak bisa menikmati rasa makanan lagi, bagaimana enaknya tidur, bercinta, menggaruk saat gatal dan lain-lain.
Mereka hanya bisa melihat iri makhluk hidup dan membenci mereka. Tentu bagi makhluk hidup sendiri penampilan mengerikan dari Undead tidak akan membuat mereka nyaman, membuatnya mereka ketakutan dan membencinya.
Untuk melampiaskan kebencian mereka, baik makhluk hidup dan undead akan saling melukai, meskipun mereka tidak bisa melukai menggunakan elemen secara langsung, mereka akan menemukan cara lain untuk melukai.
Seperti zombie dan mayat hidup, mereka akan mengejar makhluk dengan energi kehidupan tertinggi, merea kemudian akan memakan dan menyerap esensi kehidupan di dalamnya, meskipun sebenernya hal itu tidak memiliki efek apapun selain membuat daging di tubuh mereka sedikit 'lebih segar'.
Sedangkan untuk makhluk hidup berbeda, selain penampilan makhluk hidup juga membenci energi negatif yang di pancarkan oleh undead, energi tersebut mungkin tidak akan membunuh mereka bahkan jika makhluk hidup diberi energi kematian secaa langsung, tetapi jika terlalu banyak itu pasti akan menyebabkan efek samping yang merugikan, seperti tubuh yang terlalu lemah, rentan terhadap penyakit serta beberapa masalah mental.
Karena alasan-alasan itulah mereka tidak mungkin berdamai, itu membuatku teringat cerita tentang iblis dan malaikat, aku penasaran apakah kedua hal itu ada hubungannya.
Tapi ada satu hal yang lebih membuatku penasaran sekarang, mari kita perhatikan sekali lagi.
"Ketika Undead merasakan energi kehidupan, mereka akan bertindak seolah-olah tertarik oleh magnet", dan aku malah membawa ramuan ekstraksi pohon dunia ke 'sarang kematian', bukan kah itu bunuh diri?
Aku ingin tahu bagaimana Ladur melewati semua ini.
"Eh, siapa?"
Ketika aku masih tenggelam dalam pikiran, aku mendengar suara seorang gadis dari salah satu rumah yang akan ku lewati, dari sebuah rumah tanpa pintu aku melihat seorang gadis berambut perak menatapku dengan mata biru berkilau.
Melihatnya segera aku langsung menghentikan kuda yang ku tunggangi.
"Halo, nona," kataku sambil berusaha turun dari kuda.
Fakta bahwa ada orang lain di reruntuhan ini tidak mengejutkan ku, aku sudah menebaknya sejak aku melihat langkah kaki seseorang di jalan yang saya lewati saat berkeliling kota, ini kabar baik, fakta ada orang lain juga di sini pasti ada jalan lain juga untuk sampai kesini.
Hanya saja aku merasakan pertanyaan dan fakta bahwa gadis itu terkejut, sedikit aneh, seolah dia waspada tapi pada saat yang berharap ada orang lain di sini.
Jejak yang aku lihat sebelumnya tidak hanya berasal dari 1 orang, membuatku berpikir ada sekelompok arkeolog yang datang ke reruntuhan ini, tapi melihat keadaan mentalnya saat inj... membuatku berpikir ada sesuatu yang salah telah terjadi.
Diam-diam aku mulai mengamati tindakan gadis itu mencoba mencuri informasi.
"Butuh sesuatu dariku, Nona?"
Ketika kata-kata itu selesai, aku bisa mendengar gemuruh keras terdengar dari perutnnya.
Kulit coklat di balik rambut perak itu berubah sedikit merah.
Perutnya menjawab pertanyaanku.
Sambil tersenyum ramah aku menawarkan makanan gadis itu.
"Aku punya beberapa buah di kantung ku, mari kita memakannya bersama"
Suatu kebetulan yang indah, dengan ini aku tidak perlu repot memikirkan cara untuk membangun hubungan.
"En" Gadis itu menjawab sambil melihat ke bawah dengan malu.
Baiklah, mari kita buat gadis ini memuntahkan semua informasi tentang reruntuhan ini.