Chapter 26 - Kisah Faelar

"Apa kau ini bodoh? Seorang idiot dengan kelainan mental?".

"..." Apa ini? Apa yang terjadi? Reaksinya sangat jauh berbeda dari apa yang ku bayangkan.

"Manusia rendahan sepertimu, seharusnya besyukur ada seorang Elves yang mau berbisnis denganmu, apalagi seorang manusia peringkat rendah biasanya Elves bahkan tidak akan melirikmu"

Memang benar sih, pada dasarnya Elves jika melakukan perdagangan interplanet selalu mengincar barang high-end, mitra bisnis mereka juga biasanya orang-orang penting.

Tapi bagaimana mengatakannya ya, sikapnya itu seakan... minta di pukul.

"Dengan bekerja sama dengan seorang Elves sepertiku, kau akan  mendapat koneksi dengan orang-orang kelas atas, kau mungkin tidak tahu jadi akan kuberitahu, koneksi adalah adalah hal yang penting dalam bisnis, untuk lebih menyesuaikan dengan otak rendahmu kubuat lebih mudah, jika kau memiliki koneksi kau akan lebih mudah dalam menjual dan membeli barang, apa kau tahu kami para elves memiliki banyak sekali koneksi, baik malaikat, iblis, dunia binatang, Neverland, Olympus, dan masih banyak fraksi penting lainnya. Kau seharusnya menangis bahagia, karena sudah mendapatkan kesempatan emas seperti itu."

F*ck. Suatu hari aku pasti akan menghantamkan wajah sombongnya itu sampai ia tahu bagaimana rasanya mencium tanah.

"Mungkin perkataanmu benar, Mr...? maaf saya belum menanyakan sebelumnya? Kalau boleh tahu siapa nama tuan Elves yang tergormat ini"

Mendengar kata-katanya sebelumnya, mengingatkan ku pada seseorang.

Memang aneh seorang Elves mau berinisiatif mencoba berbisnis dengan dungeon tingkat rendah, bahkan digaris waktu sebelumnya sesuatu seperti ini hanya terjadi beberapa tahun dari sekarang, itupun juga hanya karena hubungan dengan fraksi atasannya, sehingga Dungeon master pengikut fraksi bisa membuat koneksi dengan mereka.

Tapi jika orang yang didepanku sama dengan orang yang kubayangkan, sikapnya cukup masuk akal.

"Namaku Faelar Nakkal, panggil saja tuan Faelar"

Faelar? Ah ternyata memang benar orang itu. Pantas saja dia sangat keras kepala, melihat waktu sekarang dia sekarang sedang benar-benar membutuhkan uang.

Faelar Nakkal. Dia dulunya adalah seorang pengusaha kecil, yang kemudian menikah dengan seorang wanita dari seorang pengusaha kaya, keluarga calon istrinya itu adalah keluarga yang mengelola banyak sekali perusahaan besar.

Sebagai syarat dari keluarga istrinya Faeral harus memberi sebagian besar saham miliknya kepada istrinya, tentu Faeral juga menyetujuinya, ia memberikan 30% dari 70% saham yang ia miliki, dia tidak khawatir karena ia masih menjadi pemegang saham terbesar yaitu 40%, sedangkan 30% lainnya mneyebar diantara teman-temannya. Lagi pula dia memberikannya kepada calon keluarganya sendiri.

Dan dengan bantuan dari perusahaan-perusahaan keluarga istrinya, jalan perkembangan perusaahan miliknya terbuka lebar dan dengan cepat menjadi perusahaan benar yang memiliki berbagai jenis barang produksi.

Tapi beberapa tahun kemudian, karena beberapa alasan tertentu mereka malah berniat berpisah. Dan sepertinya masalahnya tidak terlalu serius, karena meski berpisah Faeral berniat membelah perusahaanya menjadi dua untuk istrinya.

Tidak ada masalah dengan kebaikannya namun, saat itu masalah kemudian di mulai.

Saat ia mencoba menggunakan kekuasaanya, entah bagaimana sebagian besar pemegang saham termasuk yang di pegang istrinya.

Setelah mencari tahu, betapa terkejutnya Faelar saat mengetahui pemegang saham terbesar perusahaanya bukanlah dirinya tapi malah keluarga istrinya.

Faeral kemudian kembali teringat, bagaimana perusahaan miliknya tiba-tiba mengalami banyak masalah, yang membuatnya terpaksa menjual saham untuk mempertahankan produksi.

Sedikit-demi sedikit Faeral muali menyadari, dia sebenarnya sudah masuk ke dalam plot licik.

Memang aneh, disaat keterpurukannya itu mertuanya yang awalnya menolak tiba-tiba setuju. Tapi saat itu ia masih tidak bisa mengerti, Istrinya adalah teman masa kecilnya jadi sulit membayangkan dia akan mengkhianati dirinya.

Tapi dia juga bukan orang yang idiot, sebagai tindakan pencegahan, 30% saham yang ia jual hanya diserahkan kepada teman-temannya yang terpercaya.

Sayangnya sebagian temannya itu, bahkan tidak pantas mendapat kepercayaan darinya. Mereka sebenarnya membeli nama hanya atas nama orang lain, mereka hanya perwakilan dari keluarga istrinya.

Saat ia hendak memutuskan untuk berpisah, saham milik keluarga istrinya sudah mencapai nilai 48%, lebih banyak 8% dari miliknya, meskipun dalam kepemilikin orang yang berbeda, tapi melihat bagaimana mereka menolak keputusannya, siapa pemilik sebenarnya, tidak perlu dipertanyakan lagi.

Meski begitu bukan berarti dia tidak memiliki harapan untuk mendapat kendalinya kembali, beberapa temannya masih ada yang belum menjual saham yang mereka miliki, mereka juga curiga ketika mendapat tawaran pembelian ketika mereka baru saja membeli saham dari Faelar.

Dan sekarang Faelar mungkin sedang berusaha mencari banyak uang untuk membeli sisa 12% saham yang dimiliki temannya yang lainnya. Lagi pula ia tidak bisa begitu saja mengambil saham dari mereka.

Melihat bagaimana ia sekarang, pantas dulu aku mendengar rumor kalau ia sudah setengah gila.

'Jika ia gagal sekarang, ia tahu ia akan sepenuhnya terjatuh.'

Atau itulah yang selalu ia bayangkan, meski sebenarnya situasi tidak pernah separah itu, ia hanya perlu menjual sahamnya dan memulai bisnis lagi di kota dimana tidak ada pengaruh keluarga istrinya.

Alasan kejatuhan mentalnya begitu parah, itu hanya ia kurang mendapat dukungan dari orang-orang terdekat, anggota keluarganya semuanya sudah meninggal dalam perang antara Elves melawan Roh, dia selalu menghadapi semuanya sendirian.

Mengingat tentang semua ini, aku jadi merasa kasian kepadanya.

"Ada apa manusia rendahan? Kenapa kau malah memandangku seperti itu?"

Benar-benar orang yang tidak di sayangi dewi nasib.

"Sialan berhenti memandangiku seperti memandang lalat yang menempel pada jaring laba-laba, dasar manusia rendahan"

Tentu saja aku tidak bisa mengungkapkan apapun sekarang lagi pula berita tentang kejadian ini seharusnya belum terlalu menyebar bahkan dikalangan Elves sekalipun.

Tetap saja aku tidak bisa menyampurkan perasaan dengan bisnis, itu hanya akan merugikan diri sendiri.

"Baiklah tuan Faelar yang terhormat, apa kau pikir hanya kau satu-satunya Elves yang bisa kuhubungi?"

Dan keinginan untuk memukul wajahnya dimasa depan juga masih tidak berubah.

"Apa maksudmu, manusia rendahan" Nadanya masih sombong, tapi ia sudah mulai ragu-ragu.

Aku tidak menegrti, bagaimana ia bisa mudah di gertak seperti ini.

"Beberapa waktu lalu, Raja Elves mengusir beberapa suku Elves tanpa alasan yang jelas"

Itu adalah fakta tapi mungkin Faeral sendiri tidak tahu alasannya mengapa.

"Tapi alasan mengapa mereka di usir tidak penting, yang terpenting adalah... kemana mereka pergi?"

Ekspresi Faelar sedikit terdistorsi, mungkin dia sudah membuat beberapa tebakan dikepalanya. Lagi pula kontrak yang kutawarkan sebelumnya hanya 10 bulan.

Tetap saja aku harus mengatakannya secara langsung agar lebih jelas.

"Jika aku hanya mengatakan 'aku mengetahuinya' kau mungkin sulit untuk mempercayainya, jadi aku mungkin akan memberikan sedikit info yang seharusnya hanya kalian ketahui, Orang-orang yang kebanyakan di usir adalah Elves dari suku Ri kan?, dan nama pemimpin dari suku pertama yang di usir adalah ... Kallir. Apa aku benar?"

Kejadian ini cukup terkenal sebenarnya, karena ini pertama kalinya Raja Elves melakukan langkah yang sama sekali tidak bijaksana.

Jika aku di curigai, aku hanya perlu menjelaskan kalau aku mendapat info ini dari fraksi atasanku, meski sebenarnya tidak ada.

"Melihat ekspresi tuan Faelar yang terhormat sepertinya perkataanku benar, mereka adalah Elves Ri, mereka sangat mengenal tanaman roh, dan juga pandai membuat ramuan. Bekerja dengan mereka akan lebih menguntungkan"

"Aku berubah pikiran, aku akan memberikan penawaran lain kepada Tuan Faelar yang terhormat, 1 botol dari Ekstraksi daun pohon dunia ditukar dengan 1 bulan penyewaan, maksimal kau hanya bisa menyewa selama satu tahun"

Diam-diam aku memberi perintah kepada Lina untuk membuat kontrak, dengan kondisi yang sesuai dengan apa yang baru saja katakan.

"Jadi jika tuan Faelar yang terhormat setuju, tolong tanda tangani kontrak ini"

Aku memberikan kontrak yang baru saja ku buat kepada Faelar.