Pagi pun datang, Greisy mulai mempersiapkan mesinnya.
Aira baru saja terbangun.
"Aira! Ayo!" Kata Greisy.
Aira mulai berdiri dan berjalan ke arah mesin itu.
Dari robot itu, keluarlah tangan aneh yang mengangkat Aira dan meletakkannya di sisi Greisy.
Greisy turun lagi. Ia mengambil Dalbert dan mengikatkannya di luar mesin lagi.
"Jahat sekali! Kamu mengikatku lagi!" Tangis Dalbert.
"Sudahlah, kesatria tidak boleh cengeng." Kata Greisy. Ia memanjat mesin itu dan menaikinya. Mereka pun mulai berjalan.
.
.
Akhirnya mereka sampai di desa itu.
"Sepi sekali.." kata Dalbert.
"Aku tidak tahu kok bisa sesepi ini.. karena setelah peperangan antara Lightness dan Darkness, ada beberapa orang yang tidak memihak kedua pihak itu dan mereka pergi tanpa ada yang mengetahui." Kata Greisy.
Greisy pun berpikir lagi,
"Mungkinkah mereka sudah memutuskan sebuah pihak?" Tanya Greisy.
"Dan aku yakin sebagian besar memilih Lightness.." kata Dalbert.
Greisy menjalankan mesinnya lagi dengan lambat, ia takut jika tak sengaja merusak atau menginjak sesuatu.
"Semoga dia belum berpindah pihak... semoga dia belum berpindah pihak..." kata Greisy khawatir.
Aira melihat hal itu, ia bertanya,
"Siapakah dia itu? Apakah dia sangat penting?"
Greisy menjawab,
"Tentu saja, dia adalah kakek kami semua... maksudnya kaket buyut kami semua dan dialah yang berpartisipasi dalam gerakan tanpa pihak ini. Dia berperan besar di dalam hal ini." Kata Greisy.
Aira masih kebingungan, ia bertanya lagi,
"Kaket buyut kita, apa maksudnya?"
Greisy menjawab,
"Aku menyesal telah meninggalkan semuanya dan memilih pihak Lightness. Bukan karena apa-apa sih, tetapi aku jadi meninggalkan kakek itu dan juga saudara-saudaraku."
Aira masih kebingungan,
"Saudara-saudara? Kakak berapa bersaudara?" Tanyanya.
Greisy menjawab,
"Yah,tak terhitung."
"Apa maksudnya tak terhitung?"tanya Dalbert.
"Mereka selalu bertambah." Kata Greisy.
Dalbert terkejut sekali. Aira masih kebingungan.
"Nanti akan kujelaskan jika sudah sampai! Kalian pasti paham kok!" Kata Greisy.
.
.
Akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang besar, tetapi sederhana.
Greisy menurunkan Aira dan Dalbert.
Greisy datang ke pintu rumah itu dan mengetuknya.
"Siapa?" Tanya sebuah suara dari dalam rumah.
"Ini aku! Masih ingat kan?" Kata Greisy dari luar.
Pintu segera dibukakan. Seorang gadis berambut pirang terkejut.
"Itu benar-benar kamu!" Kata gadis itu.
"Hehehe, rindu aku?" Tanya Greisy.
"Tentu saja!" Kata gadis berambut pirang itu.
Gadis itu mempersilakan mereka semua masuk.
"Kakek akan kupanggil sebentar ya. Liana, kamu boleh menemani tamu kita." Kata gadis berambut pirang itu kepada seorang anak kecil yang berdiri di situ.
Liana itu datang kepada mereka dan berkata,
"Salam kenal, aku adalah Liana!"
"Salam kenal Liana! Aku adalah Greisy! Ini adalah Aira, dan ini.... brokoli." Kata Greisy.
Dalbert memprotes,
"Oi, aku bukan broko--"
"Salam kenal, Kak Greisy, Aira, dan kak brokoli! Salam kenal!" Kata Liana.
"Hwweeeh?!" Kejut Dalbert.
Greisy melihat ke arah Aira, lalu ke arah Liana.
"Kalian seumuran sepertinya." Kata Greisy.
Liana dan Aira saling memandang.
Saat Liana memandang Aira, Liana berpamit sebentar dan pergi ke kamarnya.
"Huh? Ada apa ya kira-kira?" Tanya Greisy.
"Entah.. anak-anak itu sulit dipahami." Kata Dalbert.
Greisy tertawa.
"Memangnya kenapa? Kenapa aku ditertawakan?" Tanya Dalbert.
"Ppfffttt, bagaimana kamu punya anak nanti jika kamu berkata anak-anak itu sulit dipahami? Pffffttt!" Kata Greisy.
"T-Tapi itu benar kan? Apakah kamu memahami Aira? Atau Liana?" Tanya Dalbert.
"Huum.. tidak juga..." kata Greisy.
"Berarti kamu sama saja..." kata Dalbert.
Setelah beberapa lama, Liana datang kembali dengan sebuah setelan baju dan sisir di atasnya.
"Aira, ke kamar ganti dulu bersamaku." Kata Liana.
Mereka berdua pergi ke kamar ganti itu.
"Ooh.. dia ingin mendandani Aira." Kata Dalbert.
Akhirnya, setelah beberapa lama, Aira dan Liana kembali.
"Aku sudah memandikannya juga." Kata Liana.
"Terimakasih, Liana." Kata Greisy