Chereads / Terpaksa Menjadi Gigolo / Chapter 3 - Disfrute

Chapter 3 - Disfrute

KESAL, marah, sedih dan tangis, itulah yang di rasakan Reyhan saat ini. Masalah yang menimpanya sekarang sangatlah besar, membuat sekujur tubuh dan hatinya bergetar. Perlahan demi perlahan efek dari masalah itu merambat ke dalam pekerjaannya, tidak ada lagi senyum dan tawa yang dulunya sering di lihat rekan kerja dan pelanggannya. Penilaian yang biasa nya bagus, menjadi anjlok seketika. Admin kantor lantas memanggil dia kedalam ruangan, untuk di tanyakan tentang masalah ini.

"Kenapa sekarang kamu seperti ini, Reyhan? Lihat ini, penilaian dari para customer menurun drastis kepadamu."

"Sa-saya baik-baik saja, Buk," ucapnya tertunduk lesu sambil memainkan jari-jarinya.

"Tidak-tidak, kamu pasti lagi ada masalah. Terlihat dari sorot matamu, itu adalah masalah besar." Admin itu menatap dalam wajah Reyhan.

"Ti-tidak kok, Buk."

"Oke kalau kamu tidak mau memberitahukan, tapi yang jelas. Jika kamu tidak kembali seperti dulu lagi, dan kinerja kamu makin turun. Terpaksa kamu akan di berhentikan dari sini."

Mendengar ucapan itu membuat Reyhan makin hancur hatinya, jika dia tidak bisa melunasi hutang itu, maka dia akan mati. Jika dia di berhentikan dari kerjaan, ibu dan adik-adiknya pasti akan kesusahan lagi.

'Tidak-tidak, aku harus bisa mengahadapi ini semua. Ayah pernah bilang kepadaku kalau Tuhan tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan hambanya.' pikir Reyhan memantapkan diri untuk bisa menyelesaikan masalah ini.

"Baik, Buk. Saya akan memperbaiki ini semuanya."

"Saya nantikan hasilnya, karena kamu salah satu karyawan terbaik disini walau kamu baru bekerja 1 bulan." Admin itu mempersilahkan Reyhan untuk kembali bekerja.

Setelah kepercayaan itu bangkit kembali karena memikirkan nasib ibu dan adik-adiknya di kampung, dia mencoba memperbaiki ini semua dan menyelesaikan semua pekerjaannya, bahkan dia sering meminta di lemburkan, agar pendapatannya makin bertambah besar.

Satu minggu, dua minggu, tiga minggu, dan empat minggu berlalu, sampailah waktu gajian yang si tunggu-tunggu Reyhan. Hasil jerih payah dia selama sebulan ini hanya berhasil mendapatkan empat setengah juta, sangat jauh dari ekspetasi dia sebelumnya. Bahkan gajinya belum sampai 1% dari total hutangnya kepada pak Baron.

"ARGHH!! KALAU BEGINI AKU AKAN MATI!" teriak dia dalam kamar kontrakan.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang." Dia merebahkan tubuhnya di dalam kasur tipis.

Linangan air mata membasahi kedua pipinya, karena dia merasakan ajalnya telah tiba.

'Maafin Reyhan mak, maafin Abang Siti, Hendra, Nurul. Abang akan meninggalkan kalian selamanya.'

'Maafin aku Dinda, yang tidak bisa menepati janji menikahi dirimu,"

Di dalam pikiran yang sangat kacau, tiba-tiba ada suatu bisikan di dengarnya. Suara yang sangat dia kenal, dengan rasa hangat dan nyaman. Bisikan yang langsung menyentuh hati kecilnya yang menjadi rapuh karena permasalahan ini.

'Reyhan, ingat pesan Bapak dulu. Jika kita memang tidak tau harus bagaimana menyelesaikan masalah dengan orang lain, maka datangin lah mereka dan katakan semuanya."

'Bapakk ...." Air matanya mengalir setelah mendengar bisikan kata-kata itu yang dia yakin dari almarhum bapaknya.

"Baiklah, aku akan mendatangi pak Baron dan menceritakan semuanya."

Sebelum pergi ke rumah pak Baron, dia menyiapkan semuanya dari uang gajinya serta tekad yang bulat. Sesampainya di kediaman pak Baron, dia langsung masuk dan menunggunya di tempat pertama kali—ruang tamu—kejadian itu terjadi.

Suara tepuk tangan terdengar dari kejauhan, rupanya itu adalah pak Baron yang menggunakan stelan tuxedo hitam berpadu dengan warna putih.

"Hampir saja aku memerintahkan seluruh anak buahku untuk menangkap kamu." Dia duduk menghadap Reyhan, dengan kaki kanan yang di silangkan di kaki kiri.

"Sa-saya tidak akan kabur, Pak," ucapnya dengan mencoba senyum.

"Mana uang saya?"

"A--anu, Pak," ucap Reyhan terbata-bata di sertai keringat dingin.

"Anu apa? Anumu, hahaha." Tawa Pak Baron mencairkan suasana, karena dia mengira bahwa Reyhan akan memberikan uangnya.

"A--anu, Pak. Sa-saya tidak bi-bisa membayarnya," ucap dia tertunduk.

Mendengar omongan itu membuat amarah Pak Baron membludak, dia melebarkan kedua kakinya dan langsung memukul kuat meja tamu itu yang membuat Reyhan mati ketakutan.

"APA!! KAMU TIDAK BISA MEMBAYARNYA!!"

"I--iya, Pak. Ha-hasil gaji saya selama sebulan ini hanya bisa mendapatkan uang yang bahkan tidak sampai 1% dari total uang itu."

"Sa-saya sudah berusaha sekeras mungkin, bekerja lembur hampir tiap hari. Namun hasil yang saya terima tidak sampai 1%." Wajah pucat Reyhan sangat jelas terlihat.

"Berarti kamu akan MATI!" ucap Pak Baron menodongkan senjata api di kening Reyhan.

"A--ampun, Pak. Berikan saya solusi untuk bisa membayarnya dengan cepat."

"Solusi ...." Pak Baron berpikir keras sambil memainkan senjata api itu di depan wajah Reyhan.

"Kau punya keahlian apa?!" tanyanya.

"Sa-saya tidak punya keahlian apa-apa, Pak."

"Hayya lu olang akan mati!" Pak Baron meletakkan jari telunjuk nya di celah senjata api, bersiap-siap untuk melepaskan tembakan itu tepat di kepala Reyhan.

"Tu--tunggu, Pak."

"TUNGGU APALAGI!!"

"Sa-saya mempunyai fisik yang daya tahannya lama."

"Daya tahan yang bagaimana?" tanya Pak Baron.

"Stamina saya sangat ku-kuat, tidak mudah letih ketika melakukan sesuatu hal yang berat."

"Hmm ... kalau kamu berbicara seperti itu, nampaknya ada pekerjaan untukmu."

"Apa itu, Pak," ucap Reyhan senang.

"Tidak usah banyak tanya, sekarang kamu ikut saya ke hotel milik saya."

"Hotel? Mau ngapain, Pak?" tanya dia heran.

"Sudah saya bilang, JANGAN BANYAK TANYA!"

"Ba-baik, Pak."

***

Tibalah mereka di sebuah hotel berbintang 4 bernama Disfrute—mempunyai arti kenikmatan, dan selamat menikmati—dengan unsur detail kemewahan yang elegan. Reyhan kembali berdecak kagum kedua kalinya setelah kemarin melihat kediaman rumah pak Baron. Lukisan-lukisan indah terpasang di setiap dinding gedung hotel itu, sebuah tempat resepsionis dengan detail warna emas berpadu merah menghadap langsung di arah pintu masuk hotel.

"Selamat datang, Pak Baron," ucap pegawai resepsionis itu dengan senyuman ramah.

"Tolong siapkan semuanya, dan panggil dia."

"Siap, Pak."

'Ha? Ini siapin apaan? Dan siapa itu dia?' pikir Reyhan kebingungan.

Setelah cukup menunggu lama di sebuah ruangan VVIP dengan detail elegan berwarna emas berpadu hitam. Masuklah seorang wanita cantik dengan tubuh yang seperti gitar spanyol, dengan ukuran buah dada di atas rata-rata, berbalut dress hitam elegan dengan belahan dada yang terbuka. Melihat wanita itu membuat Reyhan menelan ludahnya, karena baru pertama kali dia melihat wanita secantik dan seseksi itu.

"Eh ... sayang gua rupanya yang datang," ucap wanita itu memeluk Pak Baron sambil mencium pipinya.

"Ada apa datang kemari, Sayang?" tanya dia merangkul mesra Pak Baron.

"Ada satu orang yang mungkin bisa menggantikan dia yang telah lama pergi."

"Are you seriously, Honey?"

"Yes, nih dia orangnya," ucap Pak Baron menunjuk Reyhan.

Tatapan nakal di berikan wanita itu kepada Reyhan, dia melirik keseluruhan tubuh Reyhan dari ujung kaki sampai kepala.

"Maybe kita harus mengetes terlebih dahulu," ucap wanita seksi itu.

"Silahkan lu tes dia, kalau sampai dia tidak sesuai harapan. Langsung tembak saja," jawab Pak Baron berbisik pelan sambil meninggalkan Reyhan sendirian dengan wanita itu.

"Tu-tunggu, Pak. Anda mau kema-." Wanita itu langsung menghadang Reyhan yang mencoba untuk ikut keluar.

"Eitsss ... kamu mau kemana, Sayang," ucapnya membelai wajah Reyhan.

"A-anu maaf, Buk. Saya mau menyusul pak Baron."

"Jangan panggil ibuk dong, panggil saja sayang."

"I-iya," ucap Reyhan.

Wanita untuk menarik tubuh Reyhan untuk duduk di sofa dan merangkul bahunya.

"Kamu kenapa bisa berurusan dengan pak Baron, Sayang?" tanya wanita itu.

"Sa-saya, A-anu bisakah kamu tidak terlalu dekat. Bukitmu terlihat sangat jelas," ucap Reyhan menutup matanya dengan jari tangannya, namun membuat celah sedikit agar bisa menikmati tanpa di ketahui wanita itu.

"Nikmati saja, Sayang. Sekarang jawab pertanyaan gua tadi."

"Sa-saya mempunyai hutang kepada pak Baron sebanyak lima ratus juta rupiah, karena saya tidak sengaja memecahkan guci antik miliknya." Lirikan mata Reyhan tidak pernah lepas dari belahan dada wanita itu.

"Pantes kamu di suruh kesini, pasti untuk mencoba membayar hutang itu."

"Kenapa kamu bisa tahu? Dan emangnya aku harus ngapain, supaya bisa membayar uang itu?" tanya Reyhan kebingungan.

"Disfrute honey."

"Apa itu?"

"Kenikmatan," ucapnya.

"Maksudnya?"

"Kamu harus bisa memberikan kenikmatan kepada wanita-wanita yang membutuhkan sampai puas."

"Apa!! Maksudnya bagaimana?" tanya Reyhan kebingungan.

"Kalau kamu mau tahu, it's so time. Berikan gua kepuasan sampai gua lemas, kalau kamu mampu melakukannya. Akan saya berikan uang 10 juta dan tips lainnya."

"APAA?!!"

"Relax-relax, kalau tidak mau, kemungkinan kamu akan mati di tangan Baron."

"Ba-baiklah, bagaimana caranya."

"Foreplay dahulu, ikuti gua ke kamar."

Reyhan mengikuti wanita itu ke kamar yang mempunyai suasana mewah dan elegan, dengan pemandangan langsung menghadap langit-langit ibu kota.

"It's so time," ucap wanita itu melepas satu persatu pakaian di tubuhnya.

Reyhan menelan ludah berkali-kali karena melihat keindahan dunia pertama kalinya.