Chereads / Bosan? Isekai Aja! / Chapter 6 - #6 Ketahuan

Chapter 6 - #6 Ketahuan

"H-hey! D-dengarkan aku dulu!"

Aku terdesak. Dua jerangkong yang ada di hadapanku memilik ukuran yang bukan main. Selain itu, mereka juga punya anjing penjaga dan tombak tajam. Jika aku melawan, maka kemungkinan menangnya sangat kecil.

"Luiz!" Seseorang tiba-tiba saja memanggil sesaat nyawaku di ujung tanduk. Rupanya itu jerangkong yang bicara denganku di barisan paling belakang. "Kenapa kau lama sekali? Cepat kemari!"

"A-anu! A-aku datang!" Aku memanfaatkan momen tersebut untuk segera berlari menghampirinya.

"Hey! Kembali!" Salah satu penjaga meneriakiku.

"Apa yang kalian lakukan, Penjaga memalukan? Dia ini veteran perang," bentak jerangkong penyelamat itu.

"T-tapi dia—"

"Kalian seharusnya menangisi diri kalian sendiri! Kami semua berperang dengan sangat berani, tetapi kalian! Kalian justru cuma berkeliling-keliling istana seperti anak ayam." Jerangkong di sebelahku mendekati kedua penjaga itu dan menampar wajah mereka beberapa kali.

Kedua penjaga sontak terdiam. Bahkan, salah satunya sampai ingin menangis. Tak kusangka mereka kalah hanya dengan tamparan dan omelan ngegas. Kali ini nyawaku selamat.

Setelah membuat para penjaga gerbang mati kutu, kami pun hengkang dari sana. Aku mengikuti jerangkong penyelamat itu karena tidak tahu harus pergi ke mana. Di sisi lain, sampai detik ini aku masih heran mengapa ia mau menyelamatkanku. Apakah karena benar-benar percaya bahwa aku Luiz? Atau justru ada niatan lain?

"Siapa kau sebenarnya, Amigos?" Tiba-tiba pertanyaan paling mencekam sampai ke telingaku.

"A-aku? B-bukankah namaku Luiz? Kau yang panggil begitu, 'kan?"kataku gugup.

"Jangan bercanda. Luiz sudah mati ditelan oleh para slime. Aku melihatnya sendiri." Jerangkong itu melirikku dengan rongga matanya. "Kau bukan jerangkong, aku tahu."

"Eh!" Aku tersentak. "L-lalu, kenapa kau menyelamatkanku?"

"Itu karena ..." Ia mendekatkan mulutnya ke telingaku. "...Aku ingin kabur dari tempat ini."

"Kabur?" ulangku.

"Ya. Tempat ini sangat keras. Kami para prajurit dilatih dengan kejam. Aku sudah tak sanggup lagi," ujarnya sedih. "Aku tidak mau jadi prajurit. Aku punya mimpi untuk jadi komika terkenal. Sayangnya semua penghuni tempat ini tidak punya selera humor."

"Bagaimana caranya aku membantumu?"

"Itu mudah!" Ia tersenyum, menampilkan deretan gigi kuning kusam. "Aku akan ikut denganmu. Sebagai gantinya, aku akan membantumu lolos dari tempat ini. Kau tersesat ,'kan?"

"Aku tidak tersesat. Aku justru memang sengaja datang ke sini," tandasku.

"Heh? Orang waras mana yang mau datang ke tempat gila ini?"

"Aku ingin mencuri peti harta Raja jerangkong."

"MUKE GILE!" Jerangkong itu kaget sampai tulang-tulangnya berserakan ke lantai. "K-kau serius?!" katanya sembari memunguti tulang-tulang tersebut.

"Aku sangat serius."

"Mwehehe ... kau menarik, Amigos. Kelihatannya ramalan itu benar-benar akan terwujud."

"R-ramalan apa?"

"Oh, tak usah dipikirkan. Ngomong-ngomong, namaku Carlos. Siapa namamu?"

"Namaku Lazu."

"Baiklah, Lazu. Aku akan membawamu menuju tempat di mana peti itu berada. Akan tetapi, kau harus berjanji terlebih dahulu. Biarkan aku ikut denganmu keluar dari tempat ini. Bagaimana?" Carlos mengajukan kesepakatan.

"Aku tidak punya pilihan lain. Baiklah. Sepakat." Aku menjabat tangannya.

"Bagus, aku mulai menyukaimu. Ayo ikuti aku."

Aku dan Carlos berjalan menyusuri koridor panjang. Dinding bata hitam mengiringi perjalanan kami, lengkap dengan lantai beralaskan karpet kusam dan obor-obor yang berderik ganas.

Berulang kali kami berpapasan dengan jerangkong-jerangkong lain. Beberapa dari mereka menyapa, sementara yang lainnya cuma berlalu. Aku tidak ambil pusing soal itu. Satu-satunya yang ingin kutahu sekarang adalah jalan menuju ruang bawah tanah. Kami baru pergi selama kurang dari sepuluh menit, tetapi pintu di kanan-kiri yang kulihat sudah begitu banyak. Ke mana kira-kira pintu tersebut mengarah?

"Carlos, Yang Mulia Milos mencarimu," beritahu seorang jerangkong yang baru turun dari tangga spiral.

"Mencariku?!" Carlos kaget. "Untuk apa?"

"Kau satu-satunya prajurit perang yang belum melapor hari ini."

"Oh, astaga! Aku lupa. B-baiklah, aku akan segera ke sana," katanya panik. "Lazu, kau tunggu di sini dulu. Aku mau ke atas untuk menemui Raja jerangkong."

"T-tapi—"

"Tenang saja! Aku takkan lama. Setelah itu kita bisa pergi ke ruang bawah tanah secepatnya." Setelah berucap demikian, Carlos langsung lari terbirit-birit menaiki tangga.

Aku terpaksa diam di sekitar sana sambil menunggu Carlos kembali. Sejujurnya ini cukup berisiko. Jerangkong mana saja bisa memergoki dan menangkapku. Apakah aku benar-benar harus menunggu di sini? Bagaimana kalau observasi sebentar? Aku ingin memeriksa ruangan-ruangan di tempat ini.

Berbekal kenekatan, aku mulai membuka pintu demi pintu. Kebanyakan ruangan di koridor ini kosong dan gelap. Hampir sepuluh pintu yang kubuka, tetapi belum ada sesuatu yang menarik. Manakala mendekati pintu dari granit merah, tiba-tiba rombongan jerangkong bersetelan jas rapi menghampiriku.

"Hey, mau apa kau?" kata jerangkong yang paling depan.

"A-aku...."

"Guys, lihat jerangkong ini! Mau apa dia di sini?" ujarnya. "Ini ruangan khusus influencer yang diundang Raja jerangkong. Kau tidak punya dasi kupu-kupu merah, artinya kau bukan tamu kehormatan. Ini bukan tempatmu!"

"Mungkin dia jongos yang disuruh membersihkan ruang bawah tanah," celetuk jerangkong yang paling belakang.

"I-iya! Aku diminta untuk membersihkan ruang bawah tanah. T-tapi aku tersesat. Bisa tunjukkan jalannya?" pintaku, coba mengambil kesempatan.

"Dasar jerangkong bodoh. Pintu menuju ruang bawah tanah ada di sana. Urutan kedua setelah gerbang masuk."

"B-benarkah? Baiklah, terima kasih."

"Cepat enyah dari sini!"

Aku lekas-lekas angkat kaki dari hadapan mereka. Jika yang dikatakan jerangkong berjas itu benar, maka artinya aku hanya berjalan beberapa langkah lagi untuk menemukan pintunya.

Setelah kembali ke dekat gerbang, aku akhirnya bisa menemukan pintu itu. Pintu menuju ruang bawah tanah, aku akan memasukinya secepat mungkin.

"Hey, kau!" Seseorang memanggilku saat hendak mendorong pintu batu tersebut. "Kau jerangkong yang tadi, 'kan?" Rupanya itu penjaga gerang. Mereka menyadari kehadiranku.

"Kalau tidak salah namanya Luiz."

"Benar. Di mana temanmu, Luiz? Apa kau tersesat? Biar kami bantu."

"Tidak usah!" balasku cepat. "Aku baik-baik saja. Cuma ingin cari udara segar."

"Udara segar? Memangnya jerangkong bernapas?"

"Hmm ... biar kutanya kau satu hal, Jerangkong mencurigakan. Jika ini hari Selasa dan di luar sedang musim badai abu, maka apa yang harus dilakukan setiap jerangkong di dalam rumahnya?" tanya penjaga gerbang yang satunya.

"Umm ... minum cokelat hangat?"

"SALAH! Tidak ada jerangkong yang diam di rumah saat badai abu. Cruz! Tangkap dia!"

Gawat! Benar-benar gawat! Kedua penjaga itu mau menangkapku bersama anjing-anjing mereka. Tanpa banyak bicara, aku langsung membuka pintu ruang bawah tanah dan masuk ke dalamnya.

Aku harusnya tahu kalau sehabis pintu adalah tangga super panjang yang mengarah ke dasar istana. Karena panik, aku akhirnya jatuh hingga terguling menuruni tangga tersebut. Para penjaga langsung mendobrak pintu dan berusaha menyusulku. Gonggongan anjing mereka bergema nyaring.

Kepalaku selalu membentur anak tangga tiap kali turun. Jalan menuju lantai dasar ini sangat menyakitkan. Tapi aku takkan pasrah. Dengan tenaga seadanya, tanganku berhasil berpegangan di dinding untuk memperbesar gesekan. Dalam hitungan detik aku pun berhenti terguling.

"Di mana dia?"

"Cepat cari!"

"Guk!"

"Guk!"

Para penjaga itu semakin dekat. Aku terus menuruni tangga, berharap ada tempat strategis untuk sembunyi. Gilanya, anak tangga ini serasa tiada habisnya. Tungkai lututku mulai lelah. Aku menyesal tidak rajin olahraga di duniaku sebelumnya.

"GUK!" Gonggongan anjing kian jelas terdengar

"Pintu!" kataku sesaat melihat sebuah pintu besar di tepi tangga.

Akan tetapi, pintu tersebut rupanya terkunci. Bagaimana pun caranya, aku harus masuk ke sana. Kakiku berusaha menendang sekuat tenaga agak bisa merangsek masuk, tetapi sia-sia. Aku terlalu panik untuk menghasilkan tenaga besar.

BUK!

Masih gagal. Sekarang aku mencoba menggunakan sikutku. Berulang kali didobrak, pintu itu masih saja kokoh. Aku sampai ngos-ngosan. Apakah tidak ada cara lagi untuk selamat? Apakah aku akan tamat di sini?

"Di mana jerangkong palsu itu? Larinya cepat sekali!"

"Gawat! Mereka di sini. Cepat! Aku harus cepat!" Aku berusaha sekuat tenaga mendobraknya.

Sial! Ternyata pintu ini harus ditarik, bukannya didorong. Aku langsung masuk ke dalam ruangan di detik-detik paling mendebarkan. Tak seberapa lama, kedua penjaga itu akhirnya sampai di depan pintu.

BUK! BUK!

Mereka juga berusaha mendobraknya. Aku meringkuk di balik bayang-bayang kegelapan. Suara napasku terdengar jelas dalam kesunyian.

"Pintunya keras sekali! Jerangkong palsu itu tak mungkin masuk ke sini."

"Kau benar, Cruz. Ayo kita pergi."

Aku bisa dengar langkah kaki mereka menuruni tangga. Sepertinya aku selamat untuk sementara. Dengan penuh harap, aku berdiri untuk—

"Arghh!"

"Jangan bergerak."

Tiba-tiba saja seseorang memiting leherku dari belakang. Siapa dia? Siapa orang yang ada dalam ruangan ini?

(Bersambung)