Chereads / Bosan? Isekai Aja! / Chapter 11 - #11 Transformian

Chapter 11 - #11 Transformian

"Sebelum mulai, bagaimana kalau kita buat kesepakatan?" Rick melempar sorot bengisnya. "Kalian bertiga boleh mengeroyokku. Tapi jika aku menang, serahkan pedang jerangkongnya."

"Bagaimana jika kau yang kalah, Koboi sok kuat?!" tantangku.

"Aku akan memberikan belt ini padamu," jawab Rick sambil menaikkan ujung rompinya, sehingga ikat pinggang besar berwarna biru muda terlihat.

"I-itu!" Sena langsung terbeliak.

"Wah, sepertinya gadis abu-abu itu sudah tahu. Kalau begitu, kita sudah sepakat. Mari mulai."

"Eh! T-tunggu—" Omonganku terpotong.

"Henshin!" Pria tua itu menekan tombol yang ada di sabuknya.

"S! M! I! L! E! S-M-I-L-E! SMILE!" Sabuk itu sontak mengeluarkan suara robot, disusul munculnya sinar biru yang menyilaukan.

Sesaat kami semua kembali membuka mata, ternyata Rick sudah menjelma menjadi sosok yang sangat futuristik. Sekujur tubuhnya dilapisi kostum dari logam biru tua bercorak putih, sementara bagian wajahnya hanya dihiasi mulut yang tersenyum hingga pipi.

"A-apa-apaan itu!?" Aku terhenyak.

"Pria itu bukan manusia, Lazu!" Sena menatap sengit. "Dia transformian. Manusia yang mengalami level up, sehingga mampu berubah menjadi cyborg."

"Yo! Kamen rider in real life?!" Veo menampar pipinya tak percaya. "Boleh minta tanda tangan, Bro?"

"Tentu. Aku akan menandatangani mayatmu, Sewer Rat." Rick kembali mengenakan topi koboi di kepala botaknya. "Time Skip."

Aku tiba-tiba merasakan energi yang sangat besar datang dari segala arah. Tekanan yang begitu kuat sampai-sampai untuk berdiri saja susah. Sepertinya hal ini juga terjadi pada Sena dan Veo.

"Arghh!" Aku mencoba bangkit. "Sial!" Hampir saja lubang pantatku terbuka karena mengejan terlalu keras.

"Start!" Rick menjentikkan jari.

TIME SKIP START!

Dalam sekejap, aku tahu-tahu sudah terkapar di reruntuhan bangunan. Sena dan Veo juga tergeletak di tanah tanpa tahu penyebabnya. Mereka tak bergerak.

Dengan tenaga yang tersisa, aku berusaha berdiri. Betapa kagetnya aku saat melihat kubah serikat sudah jebol. Apa yang sebenarnya terjadi?

"Arghh!" erangku sesaat menyadari kalau seluruh tubuhku penuh luka lebam.

Ini tidak bisa dibiarkan! Aku segera mengambil tulang di kantung jubahku. Musuh kali ini bukan koboi sembarangan. Dia adalah koboi pengendali waktu!

"Bergabung!" Pedang jerangkong pun menyatu dengan tanganku.

"Nice try, Youngman."

"Hah?!" Aku kaget mendapati Rick yang sedari tadi berdiri santai di belakangku. "Apa yang kau lakukan pada kami?!" Aku menodongkan pedang jerangkong ke arahnya.

"Tidak ada. Aku cuma melompati waktu selama beberapa menit." Pria berwajah rata itu mendekatiku dengan bangga. "Serahkan pedang jerangkong itu sekarang!"

"Tidak mau! Rasakan ini!" Aku langsung mengayunkan pedangku hingga petir hitam menyambar.

"Dasar amatir!" Rick memelesat cepat ke arahku.

Dia terlalu cepat! Aku berusaha menghambatnya dengan serangan kecil, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Rick berhasil mencengkeram tangan kiriku lalu melakukan bantingan sempurna.

"Akhhh!" Aku terhempas ke tanah. "Uhukk!"

"Aku tidak mau menyakitimu terlalu parah, Lazu."

"Diam kau!" Secepat kilat aku bangkit dan menembakkan petir hitam ke arahnya.

TIME SKIP START!

"HAH!!" Aku tiba-tiba sudah tergeletak di tanah dengan mulut berdarah.

Tenagaku serasa dikuras habis, bahkan sebelum seranganku bisa mengenainya sedikitpun. Apakah ini yang dinamakan jalan buntu? Seluruh tubuhku gemetar menahan sakit, sementara lawanku masih berkeliaran di luar sana.

Tidak! Aku tidak bisa diam begini. Mana mungkin aku membiarkan teman-temanku disakiti oleh orang itu! Bagaimana pun caranya, aku harus menang.

"M-minggir, Bro! Jangan dekati temanku!"

Aku menaikkan kepalaku untuk melihat siapa yang bicara barusan. Ternyata itu Veo! Dia berdiri melindungiku dari Rick yang berjalan pelan ke arah kami.

"M-menjauh, Veo," lirihku karena tak sanggup lagi bersuara. "J-jangan m-melindungiku." Sayangnya Roden itu tak mendengarnya.

"Kembali ke got kotormu, atau kau akan kutendang!" ancam Rick.

"TENDANGLAH! DAPAT DUIT AKU!" Veo benar-benar membara.

"Kau yang minta, ya." Rick terkekeh. "Super Kick: Phase Zero." Pria berkostum logam itu menekan tombol sabuknya lagi hingga kaki kirinya mulai mengeluarkan percikan listrik.

Veo dalam bahaya! Ia takkan sanggup menahan tendangan sekuat itu. Aku harus bertindak. Bangkitlah, Lazu! Ayo! Kau pasti bisa melindungi teman-temanmu!

"J-jangan s-sakiti, Veo!" Aku berdiri sekuat tenaga. "TAKKAN KUBIARKAN!" Lalu melompat ke depan Veo.

"Lock!" teriak Rick bersamaan dengan telapak kaki kirinya yang menempel tepat di selangkanganku.

Sial! Aku langsung membeku. Seluruh energiku terserap ke dalam kaki itu. Tidak ada yang bisa kulakukan sekarang. Aku kalah telak, tak bisa berkutik sama sekali. Mungkin ... mungkin inilah akhir dari kisahku.

"Terkadang seseorang bisa jadi bodoh hanya gara-gara teman yang payah," ujar Rick.

"Lazu! Bro! K-kenapa malah kau yang melindingiku?" Veo tak terima.

"P-pergilah, Veo!" bisikku lemas.

"Sayonara." Rick mengangkat topinya. "Start!"

SUPER KICK: PHASE ZERO START!

Perutku seketika panas. Dalam hitungan detik, kaki kiri Rick menembakkan daya yang begitu kuat hingga aku terpental berpuluh-puluh meter jauhnya, sementara pedang jerangkong terlepas dari tanganku.

BRUAKK!

Aku terkapar setelah menabrak dua kubah tanah liat. Pandanganku mengawang-awang, tak sanggup lagi melihat dengan jelas. Akan tetapi, aku masih bisa menyadari kehadiran Rick yang lengannya sudah menjadi satu dengan pedang jerangkong.

"Perjanjian tetaplah perjanjian. Jika kau tak bisa menepatinya, maka jangan pernah berjanji. Pedang jerangkong ini milikku," katanya seraya berjongkok di hadapanku. "Kau sangat lemah, Youngman. Tapi harus kuakui tekadmu sekuat baja."

"K-kembalikan p-pedangku."

"Mungkin ... hanya mungkin, aku akan datang lagi setelah kau cukup kuat untuk menghadapiku. Tapi untuk sekarang, cepat bangun dari mimpimu dan sadarlah." Pria itu bangkit dan melenggang pergi.

"P-pedangku ... k-kembalikan ... m-milikku...."

Aku terlalu lemah untuk bergerak. Tiada yang bisa kulakukan. Bahkan, perlahan-lahan pandanganku mulai menghitam. Sepertinya inilah saatnya untuk menenggak pil pahit kekalahan dan menangisi diri sendiri.

"A-aku ... k-kalah."

(Bersambung)