Chereads / Bosan? Isekai Aja! / Chapter 7 - #7 Tuan Puteri Sena

Chapter 7 - #7 Tuan Puteri Sena

"Arghh!"

"Jangan bergerak."

"B-baik. Akhh!"

"Siapa kamu? Siapa yang mengutusmu? Apa ayahku?"

"Uhuk! Uhuk! L-lepas! L-lepas dulu!"

Sadar aku nyaris kehabisan napas, orang itu segera melepaskan pitingannya. Aku tergeletak di lantai, batuk, menghirup udara sekuat-kuatnya. Rasanya seperti nyawaku hendak diambil paksa.

Aku mendengar suara jentikan jari. Tak lama setelah itu, muncul seberkas nyala api yang menerangi ruangan. Ternyata orang yang barusan memiting leherku adalah seorang gadis. Ia mengenakan pakaian terusan berwarna hitam selutut, berambut panjang yang digelung ke belakang, dan kulitnya berwarna abu-abu pucat? Aku tidak salah lihat, 'kan?

"Kau manusia?" ujarku sangsi.

"Siapa kamu?! Jawab aku!" Ia menodongkan telunjuknya yang memancarkan api arahku.

"A-aku hanyalah petualang gelandangan yang tak sengaja masuk ke dalam ruangan ini. Aku dikejar oleh para penjaga gerbang istana ini."

"Cruz dan Ricardo? Mengapa mereka mengejarmu?" Gadis itu mengenyit.

"Karena..." Aku melepas tengkorak banteng dari kepalaku. "...Aku manusia."

Mata gadis itu sontak terbeliak. Ia melongo menyaksikan identitas asliku. Sepertinya aku harus jujur. Meski kulit gadis itu abu-abu pucat, tetapi wajahnya lumayan imut. Apalagi saat melongo seperti ini.

"K-kamu manusia? Beneran?" Ia menepuk-nepuk pipiku. "Bagaimana caramu masuk ke tempat ini?"

"Aku sudah menjawab pertanyaanmu yang pertama. Sekarang, giliranku yang bertanya," Aku mendekati gadis itu. Kami bertemu pandang. "Siapa kau sebenarnya?"

"Namaku Sena. Aku adalah putri dari Raja jerangkong," katanya pasrah.

"Serius?" Aku kaget. "A-anu, maksudku, maaf kalau menyinggung, tapi—"

"Aku tahu. Kami nggak mirip."

"Maafkan aku."

"Ayahku adalah orang yang keras. Ia selalu mengaturku dalam segala hal. Makan, berpakaian, bergaul. Sampai akhirnya ia berusaha menjodohkanku dengan salah satu panglima pasukan jerangkong. Aku nggak mencintai orang itu, jadi aku mencoba kabur. Sayangnya mereka berhasil menangkapku dan mengurungku di tempat ini."

"Mengurung?" Alisku naik sebelah. "Pintu itu bahkan tak terkunci."

"Pintu itu terkunci! Aku sudah berusaha menariknya sekuat tenaga," bantah Sena.

"Bukan begitu cara membukanya. Pintu ini harus didorong dari dalam." Aku berdiri dan menunjukkan cara membuka pintu tersebut.

BUK!

"Aduh!" Aku meringis sesaat Sena menyikut pinggangku.

"Kenapa nggak bilang dari tadi, sih?!"

"Maaf."

"Siapa namamu tadi?"

"Lazu," sahutku singkat.

"Lazu, kamu harus membawaku pergi dari sini. Aku nggak mau bertemu ayahku lagi," pinta Sena.

"T-tapi...."

"Kenapa? Kamu nggak mau, ya?!" Sena sewot. "Aku ini putri Raja, lho! Kamu masih berada dalam wilayahku."

"Oh, baiklah! Aku tak bisa menyembunyikannya lagi! Tujuanku datang ke sini adalah untuk mencuri peti harta milik Raja jerangkong, ayahmu." Aku akhirnya membeberkan semuanya.

"Hah! Ayahku punya peti harta? Dia nggak pernah cerita."

"Kau tidak tahu?" Aku balik bertanya. "Peti itu ada di ruang bawah tanah. Kita hanya perlu menuruni tangga ini sedikit lagi."

"Kalau begitu, ayo! Aku senang bisa membalas kekejaman Ayahku. Akan kucuri peti hartanya, lalu kita pergi dari sini untuk selama-lamanya."

"Baik, iku—"

"Itu dia!"

"Akhirnya ketemu!"

"Guk!"

"Guk!"

Dua penjaga datang di saat yang tidak tepat. Mereka memblokade jalan menuju ruang bawah tanah dan memaksa kami untuk lari ke atas. Tidak! Aku tidak boleh lari lagi. Aku harus menghadapi mereka di sini jika benar-benar menginginkan peti harta itu.

"T-Tuan putri Sena, Andakah itu?" ujar salah satu penjaga.

"Benar. Kalian berdua, menjauhlah dari jalan kami!" Sena coba memerintah.

"Anda seharusnya tetap di dalam ruangan. Ini perintah Raja."

Bukannya segan, para penjaga itu justru semakin menyudutkan kami. Aku tidak punya senjata untuk melawan. Lagi pula, identitas asliku sudah diketahui. Ini benar-benar jalan buntu.

"Lazu, maafkan aku!" Sena tiba-tiba menarik tanganku. "Geronimo!" Ia langsung mendorongku ke bawah hingga terguling.

"Woy! Woy! Awas, Cruz!"

"Astaga!"

BRUAKK!

Badanku menabrak kedua penjaga gerbang hingga tulang-belulang mereka berhamburan ke mana-mana. Kami memang berhasil menang, tetapi aku malah terus menggelinding dan membentur anak tangga beberapa kali.

"Guk!"

"Guk!"

Sial! Ternyata dua anjing jerangkong yang dibawa penjaga gerbang masih hidup. Mereka mengejarku penuh nafsu. Setelah terguling cukup lama, akhirnya aku bisa sampai di dasar tangga ini. Sesaat bangun, kedua anjing itu langsung menerkamku.

"Sial! Pergi kau!" Kau menahan mereka sekuat tenaga.

"Guk!"

"Guk!"

Mereka menindihku hingga tak bisa bergerak. Kini, aku cuma mengandalkan kedua tangan untuk menahan mulut penuh geligi tajam itu agar tidak sampai ke wajahku. Ini takkan bertahan lama. Tanganku sudah pegal.

"Geronimo!"

ZBLAR! ZBLAR!

Bola api tiba-tiba saja muncul dan meledakkan kedua anjing penjaga tepat di depan wajahku. Aku hanya bisa menutup mata saking kagetnya.

"Lazu, kamu nggak apa-apa?"

"Sena! Siapa yang melempar bola api tadi?"

"Itu ... aku!" Sena menunjuk dirinya dengan bangga. "Keren, 'kan?"

"KENAPA TIDAK KAU GUNAKAN DARI TADI?!" Aku mencalang jengkel.

"Hehehe ... maaf. Akurasi tembakanku kurang baik. Jadi aku harus mencari momen yang tepat."

"Hedehh, sudahlah. Lupakan saja."

"Eh, tapi kita sudah ada di ruang bawah tanah, lho! Ayo cari peti hartanya."

Sena benar. Kami resmi berada di lantai terbawah istana Raja jerangkong. Tempat ini cukup gelap karena hanya beberapa obor yang dinyalakan. Sena segera mengobarkan api dari tangan kanannya, sehingga kami bisa melihat dengan lebih baik.

"Lihat! Ada peti," ujarnya.

Aku segera menghampiri peti tersebut. Bentuknya persis peti harta di film bajak laut, tetapi aku tidak tahu apakah ink peti yang benar. Masalahnya, ada dua peti identik di ruang bawah tanah ini. Aku yakin salah satunya palsu.

"Kita bawa yang mana?" tanyaku.

"Entah." Sena mengangkat bahu.

"Kita bawa saja keduanya. Kau bawa satu, aku bawa satu. Bagaimana?" saranku.

"Terus siapa yang melempar bola api kalau kita dikejar?"

"Yaelah, bilang saja kau malas membantuku."

"Aku 'kan cuma nanya." Putri Raja jerangkong itu tersenyum usil.

Aku sudah mencoba mengangkat masing-masing peti tersebut, tetapi bobotnya sama saja. Selain itu, aku tidak berani memeriksa isinya karena takut kalau dipasangi jebakan atau semacamnya. Ini benar-benar pilihan yang sulit.

"Lazu! Amigos! Kau di sini? Ini aku, Carlos. Maaf karena meninggalkanmu tadi."

"Carlos! Aku di bawah sini, ruang bawah tanah!" seruku bersemangat.

Carlos datang di saat yang sangat tepat. Aku bisa memintanya untuk membawakan peti yang satunya.

"Oh, Amigos! Aku senang kau di si—HAH!" Jerangkong itu sontak kelabakan saat sampai ke bawah. "T-Tuan Putri Sena! Salam hormat." Ia langsung bersimpuh.

"Lazu, dia temanmu?" tanya Sena.

"Iya. Dia membantuku melewati gerbang istana."

"Oh, begitu. Hey, Jerangkong! Sekarang bantu Lazu untuk membawa peti harta itu." Sena memerintah Carlos.

"Baik, Tuan Putri." Carlos bergegas membantuku dengan mengangkat salah satu peti.

"Bagus. Sekarang kita tinggal pergi dari sini," kataku.

"Ayo."

Kami bergegas membopong peti-peti itu menaiki tangga, sementara Sena memimpin di depan untuk melindungi kami. Kelihatanmya ini akan menjadi aksi pencurian termudah yang pernah kulakukan. Kami hanya perlu menemui Veo, lalu meminta Petit untuk membuka portal. Simpel!

"P-peti ini berat sekali," ujar Carlos. "Pasti isinya benda-benda berharga."

"Mungkin," sahutku. "Kita akan membukanya saat keluar dari dunia bawah."

"I-ide yang bagus. Aku setu—eeeeh!" Carlos yang keberatan membawa peti terhuyung ke belakang. "Tidak!"

"Aku menangkapmu, Carlos!" Untungnya aku berhasil menjangkau Carlos sebelum ia jatuh.

"Oh, tidak!" jeritnya sesaat peti harta yang bopong terlempar ke belakang.

Peti itu jatuh ke dasar tangga, menyebabkan bunyi gedebuk yang cukup nyaring. Tak lama setelah itu, kami mendengar suara derak kayu. Seolah-olah ada orang yang sedang berusaha membobol pintu.

BRUAKKK!

"ASTAGA!"

"Lari! LARI, AMIGOS!"

"Menjauh dari sini!"

Betapa terkejutnya kami saat melihat ratusan jerangkong hitam berdesakan keluar dari peti tersebut. Ternyata itu adalah peti yang palsu. Aku senang mengetahuinya. Akan tetapi, sekarang kami malah dikejar-kejar pasukan jerangkong yang tiada habisnya. Sial! Bagaimana caranya selamat?

(Bersambung)