Chereads / Pariban Aishite Imasu / Chapter 1 - #1

Pariban Aishite Imasu

angelsta_2008
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 65.2k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - #1

"Seharusnya kau harus bersyukur Vin, masih ada laki - laki yang mau menikah sama perempuan penyakitan sepertimu." ucap pria paruh baya itu dengan sinis tanpa perduli orang yang duduk dengan kepala tertunduk  itu sudah banjir air mata.

"Kalau Dad jadi kau, Dad gak bakal menolak perjodohan ini. Secara dia itu udah ganteng, mapan lagi. Paket complit pokoknya." lanjut pria itu ringan seakan - akan apa yang ia sampaikan itu tidak akan menyakiti siapa pun. Dengan tanpa berperasaan ia melontarkan kalimat demi kalimat yang tak pantas diucapkan oleh seorang ayah kepada anaknya.

"Dad...please biarkan aku menentukan dengan siapa aku harus menikah !" Vina menunjukkan wajah memelas berharap pria paruh baya itu tersentuh dan merasa iba. Meski ia tahu kemungkinannya sangat kecil. Namun, sekecil apapun kemungkinannya ia harus mencoba karena ini menyangkut masa depannya.

"Ketemu aja dulu, Vin! Kalian cukup kenalan dulu. Mana tahu setelah ketemu dan kenalan akhirnya kalian saling suka. Dia anak yang baik lho."

Kalimat yang terlontar dari mulut orang yang paling ia sayangi sekaligus kagumi itu membuat Vina semakin putus asa.

"Mom....gomennasai, suki na hito ga iru node." Vina menatap wanita yang melahirkannya itu dengan sendu. Memohon pertolongan agar ibunya itu mengerti apa yang menjadi keinginannya. Namun, dari tatapan wanita paruh baya itu saja ia sudah dapat menarik kesimpulan bahwa harapannya untuk menolak perjodohan ini pupus sudah.

Tes...

Setetes cairan bening kembali jatuh membasahi pipi wanita itu. Semakin lama cairan itu mengalir bak anak sungai yang membanjiri paras cantiknya. Bahkan suara tangis semakin lama semakin terdengar lirih.

Seminggu telah berlalu sejak kejadian itu, wanita itu tak bisa menghilangkan kalimat itu dari hati dan pikirannya. Kalimat menyakitkan yang diucapkan oleh seorang laki - laki yang paling berharga di hidupnya.

Sekeras apapun ia berusaha melupakan tapi ternyata rasa sakitnya memang terlalu dalam sehingga kalimat itu tetap terukir dengan rapi di hati dan pikirannya. Kalimat yang tak pernah terbayangkan sebelumnya olehnya  bisa keluar dari orang yang sangat ia sayangi yaitu Runggu yang ia panggil dengan sebutan daddy.

Ia memang tidak mempunyai hubungan yang baik dengan pria yang telah menanamkan saham di rahim ibunya, wanita berdarah Jepang itu sehingga membuatnya berada di dunia. Sejak ia kecil Runggu bersikap dingin terhadapnya. Sikap yang berbeda yang ia tunjukkan jika berada di dekat putri pertamanya.

Di hadapan putri sulungnya itu Runggu bisa menjelma menjadi sosok ayah yang lembut dan penuh kasih sayang. Tak pernah sekali pun pria itu melontarkan kata - kata kasar di hadapan putri sulungnya itu.

Ia tidak pernah tau persis apa yang membuat Runggu membencinya. Satu - satunya informasi yang ia peroleh dari hasil menguping pembicaraan saudara - saudaranya yang berkumpul setiap setahun sekali pada malam pergantian tahun adalah kebencian Runggu padanya berawal dari rasa kecewa. Kecewa karena apa yang ia harapkan tak seperti kenyataan. Harapan yang terlalu tinggi membuat pria itu lupa bahwa ia tak bisa menolak takdir yang sudah ditentukan oleh yang kuasa. Lantas pantaskah pria yang harusnya melindungi dan membimbingnya dengan penuh kasih sayang itu melampiaskan rasa kecewanya kepada Vina ? Bukankah itu sama halnya dengan melawan takdir Tuhan ?

Runggu begitu mengidam - idamkan seorang anak laki - laki lahir dari rahim wanita yang sangat ia cintai itu. Dengan demikian ia memiliki anak yang akan menjadi penerus marga. Bagi orang batak yang menganut sistem patrilineal ( garis keturunan dari ayah ) memiliki seorang anak laki - laki menjadi hal yang sangat penting jika ingin marga itu tetap ada yang meneruskan.

Hampir semua laki - laki Batak yang sudah menikah menginginkan anak laki - laki sebagai penerus agar marganya tidak terputus. Meskipun Runggu orang yang berpendidikan tinggi dan sukses dia tetap berpegang teguh pada adat - istiadat.

Mendengar istrinya sedang mengandung anak kedua mereka Runggu menjadi lebih bersemangat. Bolak - balik ke dokter hanya untuk mengecek kesehatan bayi dan ibunya serta memastikan jenis kelamin si jabang bayi. Runggu sedikit bernafas lega ketika dari hasil USG terakhir dokter menerangkan kalau calon bayinya laki - laki.

Bisa dibayangkan betapa bahagianya Runggu saat itu. Dia sampai memberitahu semua kenalannya kalau ia akan punya seorang anak laki - laki. Akan tetapi kebahagiaan itu ternyata cuman sesaat.

Hari yang sudah lama ia nantikan pun tiba. Kazumi sebentar lagi akan melahirkan. Runggu yang tidak ingin melewatkan momen itu akhirnya mengambil cuti dari kantornya. Ia ingin menemani istrinya itu saat melahirkan buah cinta mereka. Dan yang terpenting adalah ia ingin menyambut langsung calon penerus keluarga marga Simbolon.

Alangkah kagetnya Runggu karena bayi yang dilahirkan adalah seorang bayi perempuan. Saking kagetnya ia sampai tidak ingin menggendong bayi mungil yang baru saja hadir di dunia itu. Bahkan untuk sekedar memberi nama pun ia enggan.

Vina Laviola Simbolon nama yang disandangnya saat ini adalah hasil pemberian Kazumi. Satu - satunya orang yang menyambut kelahiran puteri bungsunya itu dengan penuh sukacita. Baginya baik apa pun jenis kelamin anaknya tidaklah menjadi masalah karena itu adalah titipan Tuhan. Wanita itu bahkan berjanji akan menjaga titipan itu dengan sebaik mungkin meski pada akhirnya ia juga terkadang melalaikan tanggung jawabnya.

"Udah bel, Vin. Ayo saatnya kita masuk kelas !" suara gadis bertubuh ramping yang duduk di sebelahku menyadarkan ku yang sudah mulai terlarut dalam ingatanku akan kejadian yang menghantarkanku ke kota seribu industri ini. Dengan sedikit terburu - buru kuhapus cairan bening yang entah sejak kapan telah mengalir membasahi pipiku.

"Masih nangis aja Vin?"

Pertanyaannya barusan menunjukkan bahwa  usahaku untuk menutupi kalau apa yang kulakukan barusan ternyata gagal total. Aku hanya tersenyum kecut, menatapnya dengan sendu tanpa mengucap sepatah katapun karena sekeras apapun aku menutupinya dengan mengucapkan kalimat - kalimat yang meyakinkan, Asni pasti mengetahuinya.

Asni sahabatku sejak kecil. Dia memang mengetahui kondisiku saat ini. Dia juga yang telah membantuku dalam masa - masa terpurukku selama beberapa bulan belakangan ini. Masih segar di ingatanku saat pertama kali aku mengatakan bahwa aku sudah menginjakkan kakiku di bandara Soekarno Hatta tanpa banyak bertanya gadis beradarah Batak menyambutku lalu membawaku ke rumahnya. Sejak saat itu hingga saat ini aku menumpang di rumahnya. Dia jugalah yang telah membantuku dalam mencari pekerjaan agar dapat bertahan hidup dalam masa pelarian ini.

Dua minggu setelah Dad dan Mom memintaku menerima perjodohan itu aku memutuskan untuk meninggalkan semuanya. Pekerjaan, rumah, keluarga hingga pria yang sudah menjadi pacarku beberapa tahun belakangan ini. Dan di sinilah aku sekarang. Di sebuah kota besar yang letaknya tak jauh dari ibukota negara Indonesia. Kota Tangerang.

***